Oleh: Firda Isnaini
Aktivis Muslimah
Semakin hari, permasalahan kesehatan mental di kalangan gen Z semakin masif, terutama di kalangan mahasiswa. Menanggapi hal ini, Psikolog Subdit Kesejahteraan Mahasiswa ITB, Febriani Sabatini, membagikan enam cara mengelola stres bagi mahasiswa agar kuliah makin produktif (Kompas.com, 09/03/2024). Enam cara tersebut yaitu olahraga, melakukan hobi, tidur, mengonsumsi makanan bergizi, istirahat cukup, dan terapi.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Suciati, juga turut memberikan tanggapan terhadap permasalahan kesehatan mental. Menurut Dr Suciati, peran psikiater dan psikolog kian dibutuhkan seiring makin masifnya permasalahan kesehatan di kalangan mahasiswa (radarjogja.jawapos.com, 05/03/2024).
Berbicara tentang persoalan mental health, hal ini sudah menjadi perhatian dunia. Bahkan di Indonesia sendiri, banyak terjadi kasus gangguan mental terutama di kalangan pemuda. Bahkan, kasus yang paling ekstrem yang sedang disorot adalah bunuh diri. Namun, ketika kita meneliti lebih cermat, gangguan mental yang lain, seperti depresi, cemas, ataupun stress, justru banyak sekali.
Hal ini tentu bukanlah hal yang sepele, tetapi merupakan masalah yang serius. Bahkan, gangguan kesehatan mental menjadi salah satu penyakit serius di antara penyakit-penyakit lain karena prevalensinya yang sangat tinggi di Indonesia, terutama di kalangan pemuda.
Gangguan kesehatan mental menjadi permasalahan yang serius di kalangan pemuda hingga beberapa pihak intelektual dari berbagai kampus ikut menanggapi. Rata-rata tanggapan yang disampaikan yaitu solusi praktis dalam mengatasi persoalan ini, seperti enam cara mengatasi stress yang disampaikan oleh dosen UMY di atas.
Selain itu, dalam mengatasi permasalahan ini, terdapat wacana untuk melembagakan atau menseriusi keberadaan psikolog dan psikiater di berbagai kampus sebagai ajang tempat bagi mahasiswa untuk curhat dan sharing mengenai permasalahan yang dialami dalam rangka mengurai serta meminimalisir permasalahan gangguan kesehatan mental, bahkan yang ekstrem yaitu kasus bunuh diri.
Ketika kita melihat persoalan utama permasalahan ini, yang harus menjadi perhatian terhadap persoalan gangguan kesehatan mental, dari gangguan kecemasan hingga bunuh diri adalah kekuatan mentalitas secara personaliti individu SDM generasi muda saat ini yang diharuskan oleh sistem yang tegak. Secara personal terkait mentalitas individu, generasi muda sekarang ini hidup berkembang di tengah pengaruh digitalisasi yang sangat kuat. Di sisi lain, saat ini, bukan suatu trend mengembalikan diri sebagai individu secara hakiki.
Sedangkan, secara individu, manusia merupakan makhluk yang lemah dan terbatas. Manusia terbatas hanya memiliki satu organ otak dan akal saja. Bahkan, tentang hari esok saja, manusia tidak pernah bisa menebak apa yang akan terjadi. Sehingga, sebuah keniscayaan bahwa manusia membutuhkan zat lain yang tentu tidak lemah dan tidak terbatas sebagai tempat untuk bersandar.
Kemudian, saat ini, kita tidak memahami hakikat hidup ini. Kita tidak memahami hakikat manusia itu lemah dan terbatas yang membutuhkan zat lainnya. Tentu, zat ini bukanlah sesama manusia karena sepanjang dia manusia berarti ia juga terbatas. Sehingga, sandaran yang dimaksud tentu Allah,Dzat yang Maha Agung dan tidak terbatas.
Ketika kita tidak memahami hakikat ini, kita tidak akan mengenal hakikat diri kita sebagai manusia dan juga hakikat Allah sebagai pencipta. Fenomena ini dikarenakan bukan suatu trend bagi generasi saat ini mengenali dirinya dan mengenali Allah. Alhasil, dalam hidup ini, kita tidak akan paham bahwa manusia terlalu lemah dan terbatas untuk mengatur semua hal sesuai dengan kehendak kita.
Kita tidak akan pernah paham bahwa dalam hidup ada hal-hal yang bisa kita perjuangkan (ikhtiar). Namun, ada hal-hal atau kejadian-kejadian atau apapun itu yang menimpa manusia yang memang kita tidak bisa mengubahnya. Hal ini dikarenakan sesuatu yang telah terjadi itu sudah menjadi qada’ yang Allah tetapkan kepada manusia dan kita harus bersabar terhadapnya serta selalu memohon pertolongan kepada Allah yang Maha Pengatur.
Hal ini yang secara individu akidah generasi muda semakin melemah. Saat ini, ketika ada masalah, tidak dikembalikan kepada agamanya dan Allah-nya. Tetapi, permasalahan diceritakan kesana kemari tanpa memahami bagaimana syariat Islam menyelesaikan permasalahan hidupnya. Hal ini dikarenakan sedang tidak trend mengikuti kajian Islam untuk memahami hakikat hidup.
Bahkan, kalau kita melihat contoh solusi dalam menyelesaikan persoalan gangguan mental, apakah ada agama sebagai solusi dari enam poin di atas?
Sementara, agama itu merupakan sumber petunjuk hidup. Alquran sebagai petunjuk kehidupan yang akan menyelesaikan dan mengurai berbagai persoalan yang dirasakan oleh individu dalam menghadapi kehidupan. Ketika tidak dikembalikan kepada agama, enam cara mengatasi gangguan kesehatan mental di atas akan sulit membentuk individu yang kuat sehingga berani menghadapi segala persoalan kehidupan.
Alasan kebanyakan generasi muda ketika mengalami stres dan/atau depresi kemudian memilih opsi bunuh diri biasanya adalah tidak mampu menghadapi tekanan akademik dan ekspektasi orang tua. Tanpa mengecilkan masalah, masalah-masalah di atas juga dialami generasi-generasi sebelumnya di masa lalu, tidak hanya generasi muda saja saat ini. Namun, titik kritis yang seharusnya muncul pertanyaan besar yaitu bagaimana generasi dahulu bisa berhasil melewati dna menyelesaikan masalah-masalah tersebut sedangkan generasi muda saat ini lebih banyak yang menyerah mengakhiri hidup. Inilah yang dikatakan akidah generasi muda saat ini melemah dan bukan menjadi trend untuk mengembalikan akidah ini kembali melalui kajian-kajian agama.
Bahkan, ketika kita melihat generasi terdahulu, permasalahan yang mereka hadapi jauh lebih besar. Ketika hendak memeluk Islam, mereka diboikot, anak dipisahkan dengan orang tuanya, pasangan dipisahkan, penyiksaan hingga ancaman nyawa. Tidak hanya itu, ketika Rasulullah berdakwah di Makkah, Rasulullah dilempari kotoran hewan maupun manusia.
Di sisi lain, terdapat Fathimah, putri Rasulullah, yang dengan sabar membersihkan kotoran tersebut tanpa merasa terhina, malu, ataupun mengeluh terhadap permasalahan yang dihadapi atau bahkan menyerah dan bunuh diri. Hal ini dikarenakan Fathimah paham bahwa kebahagiaan itu ketika dapat meraih ridho Allah, bukan memenuhi tuntutan-tuntutan manusia yang saat itu masyarakat memberikan pandangan buruk terhadap ayahnya. Ia tundukkan dirinya hanya untuk meraih ridho Allah, bukan karena tuntutan lingkungan, teman, atau pandangan masyarakat. Inilah yang menjadi kekuatan bagi dirinya.
Sedangkan, masalah yang dihadapi generasi muda di atas merupakan tuntutan-tuntutan eksternal, baik dari keluarga, tetangga, atau teman. Padahal, ketika kita mengembalikan kepada akidah, hanya ridho Allah yang merupakan sumber kebahagiaan kita, tidak ada yang lain. Inilah yang menjadikan seseorang menjadi kuat menghadapi permasalahan apapun.
Sehingga, ketika kita menghadapi segala permasalahan, dia akan bersimpuh, berpegang teguh, dan bersandar kepada Allah. Dia tidak akan pernah menyerah karena dia punya Allah yang Maha Besar, Maha Kuasa, pemilik alam semesta ini. Individu secara personal akan kuat, tidak akan lemah, ketika dikembalikan kepada agama.
Seperti yang dibahas di atas, para dosen menyampaikan penyelesaian persoalan gangguan kesehatan mental dari beberapa usulan, yaitu penguatan secara personal individu. Berbicara penguatan personal individu, agama satu-satunya sumber kekuatan individu dalam menghadapi kehidupan. Agamalah solusi penyelesaian persoalan gangguan kesehatan mental bagi generasi muda Indonesia, bahkan dunia.
Hanya saja, penguatan personal individu menggunakan sumber kekuatan shahih dari pencipta manusia, yaitu Islam. Hal ini, hanya akan terwujud jika diterapkannya sistem kehidupan Islam. Jika tidak, maka kerusakan generasi akan tetap terjadi. (*)