![Diah Sulung](https://www.pijarnews.com/wp-content/uploads/2020/10/diah-sulung-e1603425608141.jpg)
Dari obrolan ini, saya banyak mendapatkan informasi bahwa potensi ekspor tanaman Porang ini begitu lebar karena negara-negara maju banyak membutuhkan komoditas ini untuk industri kesehatan, kecantikan, pesawat terbang, dan lain-lain. Bocorannya, lanjut Pak Paidi, sejauh ini kita baru mampu memenuhi 1% dari total kebutuhan negara-negara maju tadi. Artinya, 90%-nya masih belum ada pemainnya! Gila sih, potensi pertanian yang teramat besar untuk dibiarkan nganggur begitu saja.
Tanaman Porang (Amorphophallus Onchophyllus) bukan tanaman baru. Sejak jaman penjajahan Jepang, buyut-buyut saya dulu sudah mengenal tanaman ini beserta varietasnya, yaitu iles-iles dan suweg. Waktu kemunculan tanaman Porang adalah diantara awal musim hujan hingga awal musim kemarau. Saat musim kemarau, umbinya tertahan di dalam tanah. Setelah tumbuh berulang selama 3 tahun, nah, baru lah umbinya cukup besar untuk dipanen. Biasanya, kakek dan nenek menjualnya ke pasar bersama dengan aneka bangsa umbi-umbian lain seperti uwi, gembili, gadung, ganyong, singkong, ketela, mbote, talas, dan lain sebagainya, dengan harga porang mentah basah hanya Rp 800-Rp 1000 perak. Hari ini harga porang mentah basah dihargai Rp 3.000,-. Kalau dikeringkan, normalnya di pasaran Indonesia dihargai Rp 19.000 per kilogram. Tapi jika diekspor, misalnya ke China, harga porang kering bisa menembus Rp 24.000 per kilogram. Itu masih mentahan, belum olahan.
Pertanyaan yang tentu saja berkecamuk di dalam otak saya sedari menunggu ujung cerita Pak Paidi adalah “Lalu bagaimana caranya kita bisa meningkatkan nilai ekonomi dari tanaman Porang ini di panggung internasional?”. Sesuai dugaan saya, satu-satunya jalan adalah dengan mengolahnya terlebih dahulu menjadi barang setengah jadi. Hasil olahan tanaman Porang; diiris-diiris, dijemur, lalu dijadikan kripik, harganya bisa meningkat menjadi Rp 60.000 per kilogram! Terlebih, kalau diolah menjadi tepung dan diekspor ke Jepang, harganya menembus Rp 150.000 per kilogram! Ingin menangis rasanya membayangkan pundi-pundi uangnya.