Oleh: Nurfadila Laupa (Mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Parepare)
Pemilihan umum (Pemilu) 2004, menjadi pemilu pertama yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat. Hal itu juga menjadi sejarah pertama dilaksanakan pemilihan serentak calon legislatif dan presiden. Dalam sejarah pemilihan calon legislatif, rakyat Indonesia secara langsung memilih 550 anggota DPR, 128 anggota DPD, dan juga anggota DPRD di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Pemilihan ini dilakukan secara bersamaan pada tanggal 5 April 2004-2009. Sedangkan dalam pemilihan presiden 2004, lima calon kandidat presiden dan wakil presiden. Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemilihan tersebut diadakan dalam dua putaran, di mana putaran pertama dilakukan pada 5 Juli 2004 dan putaran kedua dilaksanakan pada 20 September 2004.
Pada tanggal 13 November 2023, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan secara resmi calon kandidat untuk Presiden dan Wakil Presiden 2024, di antaranya pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Paslon 2 Prabowo – Gibran dan Paslon 3 Ganjar – Mahfud,
Dalam kontes pilpres, para pemain politik, termasuk partai pendukung dan calon, berusaha untuk mendapatkan dukungan rakyat agar memilih mereka. Berkampanye adalah strategi politik yang bertujuan untuk memeroleh suara dan dukungan masyarakat dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, dan salah satu metodenya adalah melalui penggunaan media sosial.
Pada bulan Januari 2022, terdapat sekitar 191,4 juta pengguna media sosial di Indonesia. Dalam perkembangan teknologi, politik tidak lagi hanya mengandalkan media massa sebagai platform digital untuk berkampanye, tetapi juga memanfaatkan sosial media sebagai terobosan baru yang memudahkan penyebaran informasi secara luas.
Branding politik melibatkan upaya untuk membangun dan memperkuat citra politik seorang kandidat, partai politik, atau gerakan politik. Ketika diterapkan pada media sosial, branding politik menjadi semakin penting karena platform-platform ini memungkinkan interaksi langsung dengan pemilih dan memberikan ruang untuk membangun narasi dan identitas politik.
Prabowo Subianto adalah seorang politikus Indonesia yang telah aktif dalam bidang militer dan politik. Dia mencalonkan diri sebagai calon presiden pada pemilihan presiden tahun 2014 dan 2019. Branding politik Prabowo sering kali terkait dengan kepemimpinan yang kuat dan karismatik. Dia membangun imej sebagai pemimpin yang memiliki latar belakang militer dan menonjolkan ketegasannya dalam menjaga keamanan dan stabilitas.
Eksistensi personal branding “gemoy” Prabowo juga menunjukkan bahwa dalam era digital ini, keberadaan media sosial telah menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam membangun citra dan reputasi seorang tokoh politik.
Gemoy merupakan plesetan kata dari kata gemas. Sebuah istilah gaul di kalangan remaja yang bermakna lucu, menggemaskan namun dalam konteks positif. Strategi “gemoy” Prabowo mulai dikenal ketika video atau foto-foto yang menampilkan sisi lebih santai dan lucu dari Prabowo Subianto mulai muncul di media sosial. Ini merupakan perubahan dari citra sebelumnya yang lebih serius dan tegas. Video atau foto-foto tersebut kemudian menjadi viral di media sosial, menarik perhatian publik dan membantu membangun citra yang lebih akrab dan dekat dengan masyarakat.
Busana yang dipakai Prabowo ketika melakukan kampanye bersama Gibran pada Pemilihan Presiden 2024 terlihat memiliki perbedaan dengan busana yang dikenakannya pada tiga Pemilihan Presiden sebelumnya. Saat terlibat dalam kampanye bersama Gibran, terlihat dalam foto resmi surat suara untuk pasangan calon nomor urut 2 bahwa Prabowo dan Gibran mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru polos. Hal ini menjadi bagian dari identitas dan branding politik mereka, serta merupakan pesan simbolik kepada publik bahwa Prabowo, yang sebelumnya dikenal sebagai sosok formal dan kaku ala militer, telah bertransformasi menjadi bagian dari generasi muda.
Selain branding “gemoy” Prabowo, cawapres Gibran juga membangun citra brandingnya dengan memanfaatkan platform sosial medianya. Seperti pada akun Twitternya, Gibran aktif membalas komentar dengan balasan lelucon. Berbeda dengan saat ditemui wartawan, kerapkali hanya menjawab secara singkat dan padat.
Gibran membalikkan situasi tersebut melalui media sosial. Beberapa isu politik yang kontroversial menjadi materi bagi Gibran, yang kemudian diresponsnya dengan mengikuti arah pemikiran negatif, dan jika merespon, hanya dilakukan dengan simbol atau ucapan singkat. Malah, semakin banyak pemberitaan negatif tentangnya, Gibran semakin mengikuti alur narasi tersebut dengan memperkuat dengan humorisasi simbolisasi. Gibran tidak menegaskan secara terbuka dirinya, sehingga tidak ada ruang untuk adu pendapat atau perdebatan di media sosial. Dampaknya adalah memperkuat personifikasi Gibran sebagai “anak muda” yang autentik dan tidak terlibat dalam pertengkaran dan kritik terbuka.
Pasangan calon nomor urut 02 dengan cerdas menggunakan platform digital dengan efektif, berhasil membentuk narasi yang mengukuhkan identitas politik mereka dan menyampaikan pesan-pesan mereka kepada khalayak yang lebih luas. Ini menegaskan bahwa dalam politik saat ini, kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif melalui media sosial menjadi salah satu faktor kunci untuk berhasil membangun personal branding yang kuat.
Namun, untuk memahami secara menyeluruh tentang eksistensi personal branding “gemoy” Prabowo, penting untuk mengakui bahwa pendekatan politik yang diambil oleh Prabowo tidak selalu menuai dukungan sepenuhnya. Kontroversi yang sering kali menyertai gerakan “gemoy” Prabowo menunjukkan bahwa dalam politik, tidak ada pendekatan yang sempurna. Terlebih lagi, dalam konteks Indonesia yang pluralistik, penting untuk memastikan bahwa segala bentuk dukungan politik didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, toleransi, dan penghormatan terhadap perbedaan. (*)