Pengadilan Negeri Parepare tgl 20 Juli 2017 yang menjatuhkan vonis bersalah (pidana) terhadap DARMAWATI salah seorang guru SAMN 3 Parepare, hal ini merupakan batu sandungan bagi guru dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dalam membentuk dan membinana karakter/ kepribadian bangsa dan negara. Kenyataan ini, sekaligus menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan dan PGRI.
Perkara ini terkesan dipaksakan untuk dilanjutkan ditingkat proses peradilan. Sebagai akademisi hukum, saya merasa heran, bagaimana mungkin perkara ini bisa P21 sedangkan unsur MELAWAN HUKUM yg tertuang pada padal 1 ayat 15 UU NO. 35 TH 2014 yang merupakan bestendeel deelict dalam perkara ini tidak terpenuhi. Bahkan dalam perkara ini unsur melawan hukum yang dimaksud tersebut sengaja dikesampingkan atau diabaikan begitu saja.
Guru berhadapan dengan perkara hukum dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sudah sering terjadi diParepare. Tetapi hanya perkara ini yang berlanjut kepengadilan. Sekalipun di Parepare sering kali guru berhadapan dengan perkara hukum , tapi sampai hari ini PGRI
Parepare tidak pernah melakukan tindakan nyata untuk memperjuangkan kepentingan guru.
Seharusnya dana yang dipungut sejak dulu dari guru (iuran PGRI) setiap bulan itu, disisihkan sebahagian untuk kepentingan guru yang terjerat dengan kasus hukum ( biaya penasehat hukum yg sifatnya permanen). Bahkan pemerintah daerah sepatutnya menyiapkan penasehat hukum bagi guru.
Jangan nanti menjelang pilkada baru guru dieluk- elukkan dan diseret kedalam kepentingan politik karena jumlahnya besar.
Saya harap PGRI jangan dijadikan sebatas simbol belaka atau kepentingan tertentu yang tidak jelas peruntukannya. Semoga kedepan orang yang tampil menjadi pemimpin atau pengurus PGRI adalah orang yang memiliki jiwa patriot, jujur, adil dan memiliki rasa solidaritasnya tinggi.
PGRI Parapare, dimana solidaritasmu?, dimana jiwa senasib dan seperjuanganmu?, jangan kubur dibalik nama besarmu?
M. Nasir Dollo
Ketua Koordinat Perjuangan Rakyat (Kopera) Kota Parepare
Dosen FH Umpar