OPINI–Tanggal 3 Januari 1946 secara resmi dibentuk Kementerian Agama Republik Agama dalam Kabinet Sjahrir II melalui Penetapan Pemerintah No 1/S.D yang berbunyi; Presiden Republik Indonesia, Mengingat: usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Kementerian Agama. Kementerian Agama secara strategis menjalankan amanah Undang-Undang Dasar 1945 Bab XI pasa 29, yang menerangkan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”. Hal ini dapat dipahami bahwa Kementerian ini memiliki peran strategis dalam mengurus segala hal yang bersangkut paut dengan agama dalam arti seluas-luasnya.
Tanggal 3 Januari 2022, Kementerian ini telah berusia 76 tahun. Perjalanan panjang dengan segala pengabdian berat telah dilalui dengan baik. Sejak tanggal 3 Januari 1980, hari ulang tahun Kementerian Agama diperingati dengan penyebutan Hari Amal Bhakti (HAB).
Tantangan pandemi juga menjadi perhatian Kementerian Agama agar tetap mampu memberi layanan optimal terutama kepada masyarakat sebagai penerima manfaat langsung. Memahami perubahan yang terjadi, Kementerian Agama mengambil tema HAB tahun 2022 yakni Transformasi Layanan Umat. Tema ini tentu sangat sesuai dengan tantangan yang dihadapi oleh setiap organisasi di masa pandemi. Sebuah keniscayaan bagi organisasi untuk melakukan transformasi.
Transformasi sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perubahan rupa, bisa berupa bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya. Secara sederhana dipahami bahwa transformasi berarti terjadinya perubahan terhadap objek tertentu yang telah ada sebelumnya. Pola perubahan disadari dan secara bersamaan terus dilakukan perbaikan terhadap layanan umat. Tema ini menjadi cerminan komitmen Kementerian Agama dalam memberi akses layanan umat yang mudah, cepat, dan terbuka.
Pandemi telah memaksa tiap organisasi mengubah pola layanan, dari konvensional yang berbasis kertas menjadi digital yang berbasis elektronik terutama jaringan internet sebagaimana konsekuensi dari industri 4.0 yakni internet of things. Digitalisasi adalah pola berkehidupan yang diubah atau restrukturisasi menjadi komunikasi dalam media digital. Model digitalisasi terdiri dari empat langkah utama yakni dimulai dengan memposisikan organisasi pada digitalisasi, menentukan tujuan untuk organisasi, dan kemudian menganalisis keadaan organisasi saat ini sehubungan dengan tujuan dilakukannya digitalisasi. Selanjutnya, peta jalan untuk mencapai tujuan ditetapkan dan diimplementasikan di organisasi. Langkah ini bisa dilakukan secara berulang untuk memastikan keberhasilan proses digitalisasi.
Digitalisasi memiliki peran penting yaitu meningkatkan efisiensi dan daya saing sistem organisasi melalui perubahan. Perubahan yang dibutuhkan tentu adalah perubahan yang mengarah kepada tujuan yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan sasaran kerja dari tataran output atau keluaran menjadi level outcome atau hasil meniscayakan perbaikan pola pekerjaan yang hanya sekedar mengedepankan prinsip kerja menjadi kinerja.
Kinerja meniscayakan kehadiran pemikiran-pemikiran inovatif agar layanan umat bisa direalisasikan. Proses inovasi melalui digitalisasi layanan umat dianggap akan mempermudah proses-proses bisnis Kementerian Agama, missal perizinan pendirian rumah ibadat, konsultasi keluarga sakinah, layanan pada haji dan umroh, madrasah, dan sebagainya.
Prinsip inovasi transformasi setidaknya terdiri dari dua paras pemikiran yakni thinking by analogy dan the principle thinking. Thinking by analogy bahwa pemikiran yang mengarah pada perubahan atas dasar proses peniruan terhadap objek yang telah ada.
Perubahan terjadi, namun mencerminkan objek lama yang dimodifikasi pada elemen-elemen tertentu. Konsep pemikiran ini sering kali dipadankan dengan istilah ATM atau Amati, Tiru, dan Modifikasi. Amati berarti melihat produk orang lain, tiru berarti mengambil sebagian atau seluruhnya produk orang lain, dan modifikasi berarti mengubah dan menambah sebagian produk orang lain. Prinsip ini lebih melihat pengalaman masa lalu dalam menciptakan produk
The Principle Thinking merupakan paras pemikiran yang mengutamakan pemikiran fundamental. Pemikiran yang mengedepankan penemuan alasan kuat mengapa perubahan dibuat. Prinsip ini lebih melihat pertimbangan masa depan dalam menciptakan produk.
Kedua prinsip pemikiran ini tentu bisa menjadi pendekatan dalam menciptakan layanan umat berbasis digital. Namun, pilihan mengedepankan fundamental reasoning menjadi lebih relevan saat ini. Perubahan akan terjadi secara cepat selama satu dekade ke depan, sehingga proyeksi perubahan dan posisi Kementerian Agama harus menjadi pertimbangan utama.
Kita berharap tema HAB tahun 2022 bisa menjadi cerminan usaha produktif yang dilakukan oleh Kementerian Agama baik di tingkat pusat maupun di daerah agar mampu menunjukkan praktik-praktik inovatif dalam menyentuh dan menjawab kebutuhan masyarakat. Tema ini menjadi semangat pendorong insan di Kementerian Agama dalam menciptakan beragam inovasi layanan umat yang mudah, cepat, dan terbuka. Tentu, kita tidak mengharap tema ini hanya menjadi slogan di hari ulang tahun sehingga hanya tersisa pada tulisan di spanduk upacara atau elektronik flyer.