….Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman…
OPINI, PIJARNEWS.COM — Itulah sepenggal lagu Koes Plus yang melegenda dan menggambarkan wajah Indonesia begitu subur nan kaya akan sumber daya alamnya. Bahwa negeri ini pernah melakukan swasembada beras memang banyak negara mengakui. Seperti akhir tahun kemarin, Indonesia mengekspor jagung sebanyak 372.990 ton ke Filipina dan Malaysia.
Disebutkan bahwa Indonesia sering mengekspor jagung, pertama menurut pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas mengatakan bahwa ekspor jagung itu sudah hal yang sangat rutin. Ekspor tersebut bahkan sudah terjadi belasan tahun lalu dan biasa dilakukan ketika harga pasar jagung domestik sudah terjun ke bawah US$200 per ton.
Rata-rata tiap tahunnya Indonesia terbiasa mengekspor jagung di kisaran angka 50 ribu ton. Kedua, Kementerian Pertanian merilis pada 2018 menunjukkan adanya tren kenaikan, baik produksi maupun konsumsi jagung hingga 2021 mendatang. Surplus jagung pun dipastikan tetap terjadi hingga tahun 2021.
Namun menurutnya, kebijakan ekspor jagung oleh kementerian pertanian akhir tahun lalu tidak tepat dan bukan hal yang patut dibanggakan. Apalagi, hingga saat ini pun kebutuhan dalam negeri untuk jagung masih mengalami defisit (Tribunnews.com).
Diketahui, kementerian perdagangan memastikan Indonesia akan kedatangan 60 ribu ton jagung impor hingga Maret 2019. Jumlah ini diperoleh setelah pemerintah memutuskan menambah impor jagung untuk kebutuhan pakan ternak sebanyak 30 ribu ton, Februari mendatang (Tirto.id).
Suatu hal yang mengecewakan petani tentunya, disaat mendekati panen raya justru pemerintah mengimpor komoditas yang sama. “Kalau jagung bisa disuplai dari dalam negeri, kenapa harus impor?” Ketua Asosiasi Hortikultura Nasional Anton Muslim Arbi menampik bila Indonesia tengah membutuhkan impor jagung.
Namun mengapa Indonesia kemudian justeru mengekspor hingga 50 ribu ton jagung? Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengatakan bahwa yang terjadi di lapangan ialah jatah pakan ayam untuk peternak kecil diambil oleh perusahaan besar dan mereka memberi makan ayam ternaknya dengan pakan campuran gandum dan jagung.
Gandum merupakan komoditas impor karena itulah harga gandum saat ini cukup tinggi karena dipengaruhi nilai tukar terhadap dolar. Perusahaan besar tak mau lagi menggunakan impor gandum, padahal Kementan telah memberi rekomendasi impor gandum 200 ribu ton (Detik.com).
Bagaimana dapat mewujudkan kedaulatan pangan bila impor pangan selalu terjadi. Yang konon pemerintahan saat ini memasukkan kedaulatan pangan ke dalam satu diantara sembilan cita-cita politik yang harus dilaksanakan.
SELANJUTNYA..