Oleh : Asniati, S. Pd.I
(Aktivis Pendidikan)
Ketua DPD PGSI Kabupaten Demak, Ng. Noor Salim menyampaikan ada sebanyak 12.000 atau 30% dari 40.000-an siswa (SD/MI, MTs/SMP, MA/SMA) di Demak yang terdampak gim daring yang disponsori oleh judi online. Tidak hanya itu, ungkapnya kepada Kompas (23-10-2023) bahwa lima persen dari jumlah itu, yaitu sekitar 2.000 siswa sudah mengakses judi online.
Pengamat keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, mengatakan pemerintah mesti menyeriusi persoalan ini karena target judi online bukan lagi orang dewasa, tapi generasi muda.
Laporan terbaru PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online – sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar – dengan penghasilan di bawah Rp100.000.
Data ini hanya fenomena gunung es, data yang sebenarnya tentu lebih besar lagi. Alhasil kita akan mengurut dada akibat sedemikian maraknya kasus judi online yang menimpa generasi muda kita di seantero negeri ini.
Maraknya Judi Online
Kemajuan teknologi dalam kehidupan kapitalisme terbukti membawa banyak dampak negatif, terutama bagi anak-anak yang masih belum dewasa dan belum mampu menggunakan teknologi secara bertanggung jawab.
Ponsel yang seharusnya digunakan untuk mempermudah komunikasi dan media pembelajaran bagi pelajar, pada zaman sekarang ini justru banyak digunakan untuk judi online, seperti yang dilakukan oleh para pelajar yang terlibat aktivitas haram tersebut.
Anak terjerat judi online merupakan masalah besar yang wajib mendapat perhatian serius dari semua pihak, terutama negara. Jika kita simpulkan, ada tiga faktor besar yang bertanggung jawab atas fakta miris ini.
Pertama, faktor keluarga. Peran orang tua dalam mendidik hari ini mendapat tantangan yang sangat berat. Anak-anak diberi sarana dan fasilitas yang memudahkan mereka berselancar di internet tanpa pendampingan orang tua.
Kedua, faktor lingkungan atau masyarakat. Masyarakat yang terbentuk dalam sistem kapitalisme cenderung individualistis. Rasa peduli yang rendah membuat masyarakat tidak mau terlalu mencampuri urusan orang lain. Dalam sistem sekuler, tidak ada pembiasaan menyerukan kebaikan dan mencegah kerusakan.
Ketiga, faktor negara. Jika judi online sudah menyasar anak-anak, ini adalah tamparan keras bagi negara dalam melakukan fungsinya sebagai pelindung generasi. Meski Kemkominfo sudah melakukan upaya pemblokiran situs hingga rekening pelaku, nyatanya hal tersebut belum cukup mampu memberangus banyaknya judi online. Komitmen negara tampak masih kurang dalam memberantas segala hal yang merusak generasi. Bahkan, beberapa artis malah menjadi influencer judi online.
Artinya, perangkat hukum di negeri ini belum memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. Dalam sistem sekuler, sebagian masyarakat menganggap judi online sah-sah saja, bukan perilaku yang harus dijauhi. Mirisnya lagi, judi online dianggap sebagai solusi masalah keuangan. Mereka memilih jalan pintas demi hasil instan.
Islam adalah Solusi
Haramnya judi telah jelas dalam banyak dalil. Keharamannya bukan sekadar karena mendatangkan dampak buruk bagi para pelakunya. Allah Swt. bahkan menyejajarkan judi dan miras dengan penyembahan berhala, lalu menggolongkannya sebagai perbuatan setan.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
Dalam kehidupan sekuler saat ini, bisa jadi banyak para pelajar yang tidak paham keharaman judi. Mereka yang sudah tahu pun cenderung abai karena tidak ada penjagaan serius bagi generasi dari segala perbuatan haram. Oleh karena itu, mengatasi maraknya judi online di kalangan pelajar tidak cukup dengan nasihat dan ceramah kepada mereka. Perlu ada solusi mendasar dan komprehensif.
Pertama, harus ada peran orang tua dalam mendidik putra-putrinya agar menjadi anak saleh-salihah, juga agar tidak mudah terjerumus ke dalam aktivitas buruk, apalagi melanggar hukum. Keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga menjadi kunci terbentuknya putra-putri yang taat pada Allah.
Kedua, penerapan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam akan membentuk pola pikir dan pola sikap pelajar sesuai arahan Islam. Pelajar akan memiliki standar dalam memilih aktivitasnya, bukan sekadar untuk kesenangan materi.
Ketiga, peran masyarakat yang mendukung terwujudnya pelajar yang cinta ilmu dan dekat dengan kebaikan. Masyarakat tidak boleh abai terhadap suasana kemaksiatan di sekitarnya, apalagi di lingkungan generasi muda.
Keempat, peran negara dalam mewujudkan sistem yang mendukung terbentuknya kesalehan generasi. Mudah bagi negara—sebagai institusi yang memiliki kekuasaan—untuk menutup akses judi online bagi segenap masyarakat, termasuk pelajar. Begitu juga konten-konten media yang nonedukatif lainnya.
Tentu saja, semua itu akan sulit diwujudkan selama sistem kehidupan yang menaungi kita masih sistem sekuler kapitalisme. Harus terbentuk kesadaran dan keinginan bersama untuk menganulir sistem yang ada hari ini yang terbukti tidak kondusif bagi pelajar maupun seluruh manusia secara umum.
Sebagai gantinya, diperlukan sistem Islam yang akan menjadi solusi jitu dan membawa solusi terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Wallahu a’lam bisshawab
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.