OPINI — Sebentar lagi bulan ramadan akan meninggalkan kita semua. Ada yang senang dan bahagia, ada pula kesedihan mendalam karena harus ditinggalkan bulan ramadan tahun ini. Hari-hari dipenghujung ramadan sudah di depan mata. Apalagi perayaan akbar idul fitri yang ke 1441 H akan dirayakan dalam suasana pandemi covid-19. Perpisahan ini akan menjadi sejarah dalam sepanjang hidup dimuka bumi ini. Belum tentu tahun depan kita akan bertemu dengan bulan ramadan seperti ini lagi. Hanya sang Khalik yang tahu dan memiliki agenda ini.
Dari ramadan ke ramadan berikutnya kita mesti mencatat bahwa, perilaku korupsi masih merajalela di dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Berita penangkapan aktor korupsi terus berulang dengan pejabat yang berbeda dari pusat hingga daerah. Upaya pencegahan dan penangkapan bagi para pelaku korupsi oleh penegak hukum sudah sering dilakukan. Namun, belum dapat dikatakan berhasil karena dianggap masih memiliki pekerjaan rumah yang jauh dari harapan masyarakat. Selain dari aspek penegakan hukum, bagaimana peran dan juga dukungan para tokoh agama dalam ikut serta membantu edukasi dalam rangka pencegahan korupsi patut untuk menjadi catatan tersendiri.
Agama mengajarkan segala kebaikan, kejujuran, menjaga amanah, nilai-nilai luhur yang mestinya dapat diterapkan semua umat manusia. Hal itulah mestinya mampu mencegah perilaku yang korup, yang kini masih dalam pantauan penegak hukum, dan juga masyarakat. Kenyataannya sekarang ini kondisi negeri ini, masih saja belum dapat mengalami peningkatan signifikan dalam mengatasi kejahatan korupsi yang dianggap exstra ordinary ini.
Dalam nilai-nilai agama sudah sangat sering diajarkan, bagaimana memaknai ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Jika hal itu diterapkan, maka keniscayaan dalam rangka mengurangi pelaku korupsi bukanlah hal yang mustahil. Dalam agama juga sudah dituliskan dengan mengajarkan untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi.
Seperti dalam penggalan surat Al Baqarah ayat 11 “waiza qila lahum la tufsidu fil ard” kurang lebih artinya adalah “janganlah kalian membuat kerusakan di bumi ini”. Dalam konteks korupsi adalah satu hal yang juga merusak bumi ini. Merubah tatanan dan banyak melakukan kemudaratan. Lantas apa yang salah jika perilaku korupsi masih saja terjadi dan terus merusak generasi ke generasi ini? Apa yang salah dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran agama? Tentu bukanlah nilai-nilainya, tetapi bagaimana orang mampu memaknai nilai yang terkandung dalam ajaran agama tersebut.
Inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita semua. Para tokoh agama, ulama, ustadz, ustadzah, guru agama, dan semua saja untuk ikut serta melakukan kampanye dengan skala yang lebih besar dalam memerangi korupsi.
Diperlukan gerakan yang lebih aktif dan masif lagi untuk menyampaikan pesan dan makna dalam ajaran agama yang mengandung nilai-nilai kebenaran. Peran tokoh-tokoh tersebut menjadi salah satu harapan kita semua, karena memiliki pengaruh yang besar. Korupsi sangat mengganggu harapan banyak orang, karena korupsi menjadi sesuatu hal yang merusak kehidupan dan tatanan sistem yang sudah ada.
Pemahaman Agama melalui Budaya
Kita sadar negeri ini dihuni dengan mayoritas muslim yang sangat besar, jumlahnya sangat mayoritas ini. Setiap saat kita sering melihat di banyak media ada banyak kegiatan keagamaan dengan program-program yang hampir menghiasi media massa kita. Majelis pengajian, majelis taklim, dan banyaknya lagi kegiatan lain yang dikemas dengan berbagai acara. Kita patut bersyukur karena kegiatan itu menjadi siar dan dakwah yang harus dilakukan. Memang tidak ada yang salah dalam kegiatan itu, bahkan kalau perlu ditingkatkan lagi. Tetapi perlu dicatat bahwa, ada hal pokok yang mesti harus ditekankan. Bagaimana menyampaikan pesan tersebut dapat dipahami secara baik dan benar. Bagaimana memberikan dan mentransfer makna dalam ajaran agama itu diperlukan strategi dan kreatifitas. Dengan harapan mampu dicerna dan dipahami secara benar dan tertancap dalam sanubari khalayak.