Oleh: Hasniati (Menteri Pemberdayaan Perempuan IAIN Parepare)
Pendidikan ialah salah satu kunci dalam proses kemajuan dari suatu bangsa, dan menjadi hal yang selalu menarik untuk dibahas. Pendidikan yang berkualitas menggambarkan betapa sebuah negara kuat dari aspek sumber daya manusianya. Para pendahulu bangsa telah sadar betul akan hal ini, tertuang pada UUD 1945 dengan intisari bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar juga terencana yang dilakukan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang sedemikian rupa agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dalam dirinya secara aktif dan memiliki pengendalian diri, keterampilan dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan memiliki kekuatan spiritual yang baik juga berkepribadian dan memiliki akhlak yang mulia.
Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua (no one left behind) merupakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Hal ini menekankan agar pemerintah mengusahakan proses pendidikan sehingga bisa dijangkau oleh semua elemen penduduk.
Selain pemerintah, institusi dalam hal ini kampus sangat berperan penting untuk mengusahakan segala bentuk proses pendidikan dirasakan oleh semua mahasiswa tanpa adanya kesenjangan. Namun realitanya, dalam penentuan UKT masih saja menjadi Ironi. “Kenapa bisa penentuan UKT tidak sesuai dengan perekonomian mahasiswa?” Padahal sudah jelas tertuang dalam PMA No 7 tahun 2018 bahwa “UKT ditetapkan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya”
Status ekonomi menjadi salah satu penyebab signifikan kesenjangan pendidikan di Indonesia. Rumah tangga dengan status ekonomi yang rendah umumnya akan berpikir seratus kali untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan biaya untuk lanjut ke perguruan tinggi sangatlah mahal untuk mereka yang menyandang kelas ekonomi bawah. Lantas bagaimana nasib anak bangsa tersebut? Mereka dipaksa menerima kenyataan pahit untuk tidak melanjutkan perkuliahan.
Inilah cerminan nyata dunia pendidikan di IAIN Parepare. Untuk belajar saja kita harus memenuhi keinginan pemangku kekuasaan dengan aturan yang mereka buat. Padahal kemerdekaan belajar dengan fasilitas terjamin adalah hak seluruh mahasiswa. Sistem kapitalisme yang diemban telah jelas menyengsarakan mahasiswa. Kebijakan yang diterapkan abai, karena tujuan mereka adalah keuntungan dan keamanan kedudukan dalam kekuasaan.
Maka pihak yang berwajib haruslah menjamin hak berpendidikan mahasiswanya tak terkecuali. Karena setiap individu berhak mendapat pendidikan dengan fasilitas yang terjamin tanpa membebani dengan syarat-syarat yang menyulitkan untuk mendapat layanan terbaik. Seluruh biaya pendidikan haruslah ditanggung berdasarkan perhitungan dan penentuan UKT yang diatur dalam PMA Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri. Sehingga tidak ada lagi anak bangsa yang tidak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, khususnya anak bangsa yang menyandang nama mahasiswa di Kampus hijau tosca IAIN Parepare.
Apresiasi yang sebesar-besarnya kepada mahasiswa yang telah memperjuangkan haknya di hari Jumat, 26 Agustus 2022 dengan mengatasnamakan Aliansi Peduli Mahasiswa IAIN Parepare (APMI). Gerakan ini tidak akan demi menyuarakan keadilan. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan