OPINI — Sebentar lagi bulan suci ramadhan akan pamit, tinggal menghitung jam dari tiap detik, kaum muslim akan merayakan Hari Raya Idul Fitri. Hari yang dinanti-nanti oleh jutaan muslim sedunia setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan ramadhan.
Idul Fitri di Indonesia juga seringkali disebut hari lebaran, yang dikaitkan dengan kata kemenangan. Ada banyak penjelasan mengenai kemenangan Idul Fitri, khususnya di kalangan para ulama umumnya mereka mengatakan bahwa pada tanggal 1 Syawal, setelah satu bulan penuh berpuasa, menekan hawa nafsu, kaum muslim tak ubahnya bayi yang baru lahir polos dan suci. Sering juga dimaknai perumpamaan ulat yang bertransformasi menjadi kupu-kupu setelah sekian lama berpuasa di dalam kepompong. Sang ulat yang rakus dan buruk rupa, menjelma hewan yang cantik dan mempesona. Begitulah gambaran kaum muslim saat memperoleh kemenangan.
Pengertian di atas secara ruhiah individual bisa jadi benar meraih kemenangan. Namun dengan kondisi riil yang dihadapi kaum muslimin saat ini masih banyak yang menjerit karena kesulitan ekonomi, terlilit utang, tentu kemenangan yang sesungguhnya, adalah bagi mereka yang bisa menjaga kesucian diri (tazkiyah al-Nafs) yang terisolasi dengan problem material dan ancaman kesehatan akibat pandemi Covid-19.
Kebijakan pemerintah atas wabah covid 19 sejak bulan rajab sebulan sebelum ramadhan tiba, pemerintah sudah megeluarkan himbauan dan larangan berinteraksi dengan orang lain atau social distancing, stay at home, bahkan pemberlakuan PSBB di beberapa daerah yang tergolong zona merah demi memutus mata rantai penyebaran virus corona. Dari beberapa imbauan, larangan “shalat berjamaah dan shalat jumat di mesjid” paling banyak menuai protes dan perdebatan di kalangan kaum muslimin, dengan alasan masih banyak objek vital dan tempat umum yang terbuka ramai aktivitas seperti pasar dan mall, sementara shalat di mesjid hanya beberapa menit, tapi dilarang.
Pada tahun ini suasana ramadhan benar-benar berubah, lebih sunyi karena mesjid-mesjid ditutup. Tapi ini mengajarkan kepada kita tentang hakikat ramadhan untuk lebih berintrospeksi diri (muhasabah). Meski demikian, ummat islam masih telihat semangat solidaritas berbagi dalam situasi pandemi ini, pembagian zakat, infak, dan sedeqah juga lebih terarah dan menyeluruh terutama kepada korban dampak pandemi covid 19, artinya ladang untuk berbagi terbuka lebar.
Kondisi yang sangat kompleks ini, makin membuat ummat islam semakin terisolasi, yang tidak hanya masalah ibadah tapi juga persoalan ekonomi. Begitu banyak rute cobaan yang kita jalani hingga ramadhan ini akan berakhir.
Selanjutnya apakah ummat islam mendapatkan kemenangan di tengah krisis? Meski pertanyaan ini sederhana, tapi susah mendapat jawaban yang kokoh bila dikaitkan dengan persoalan material individual yang dihadapi kaum muslimin saat ini, kemenangan dalam hari raya Idul Fitri, yang harus digapai tidak boleh hanya berhenti pada ranah mental-individual, tapi juga secara material dalam kehidupan nyata pasca ramadhan.
Kemenangan yang hakiki adalah bagi mereka yang telah berjuang, berjihad dengan sungguh-sungguh selama ramadhan menahan hawa nafsu termasuk bersabar menghadapi ujian di tengah krisis dampak Covid-19.
Wallahu a’lam
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم
Semoga Allah menerima puasa dan amal kita semua. Amiin (*)
*Penulis: Sdr. Hamka, penulis adalah pemilik usaha Sinar Agung.