oleh: Muh Nasir Dollo
(Ketua Koordinat Perjuangan Rakyat Parepare)
Masih adakah beban hidup yang lebih menyakitkan, bila hidup yang kian lama tersandara ketidak-berdayaan karena kebodohan dan kemiskinan, tiba tiba mendapat secercah harapan yang dapat membantu meringankan beban hidup dslam hal memenuhi kebutuhan dasar (minimal) yang menndesak, tapi siapa sangkah secercah harapan yang di impikan menjadi titian menuju hidup yang lebih layak , justeru menjadi jembatan menuju sengsara yang yang tak berkesudahan, lagi hina dina.
Kisah hidup yang menyedihkan dan mengaharuhkan tersebut, bukanlah dongeng belaka. Kisah nyata yang mengharuhkan yang memiluhkan tersebut adalah menjadi penomena hidup bagi tiga (3) orang terdakwa Kelompok tani dari Parepare . Tiga orang terdakwa tersebut sebenarnya hanyalah SASARAN PERLINDUNGAN, PERBERDAYAAN DAN PEMBINAAN dari pemerintah untuk menerima BANTUAN SOSIAL berupa insentif sapi bunting yang diharapkan dapat membantu meringankan beban hidupnya. Tapi kenyataannya yang terjadi adalah :
1). Masyarakat (terdakwa) bukannya menjadi SASARAN BANTUAN SOSIAL PEMERINTAH yang dapat membantu meringankan beban hidupnya, justeru terdakwa MENYASAR masuk penjara
2). Terdakwa bukan lagi menjadi sasaran PERLINDUNGAN PROGRAM PEMERINTAH berupa bantuan sosial, bahkan hidup terdakwa TANPA PERLINDUNGAN HUKUM seseuai yang diamanatka dalam peraturan perundang undangan Pasal 56 KUHAP dan Yurisprodensi Tetap Mahkamah Agung pada semua tingkatkan pemeriksaan perkaranya, mulai pemeriksaan tingkat penyidikan, hingga pemeriksaan ditingkat persidangan.
3). Terdakwa bukan lagi SASARAN PEMBERDAYAAN DARI PEMERINTAH agar menjadi masyarakat yang mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya yang mendesak, tapi kini terdakwa kian TAK BERDAYA LAGI dan kehilangan gairah hidup
4).Terdakwa bukan lagi SASARAN PEMBINAAN PEMERINTAH dalam hal bantuan sosial, justeru terdakwa kini diambang KEBINASAAN dibalik penjara.
Penanganan perkara bantuan sosial pemerintah berupa insentif sapi bunting, untuk menbantu masyarakat yang berekomi lemah (miskin) dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya, menuai teka teki yang misteri,antara lain :
1). Seperti apa konstruksi hukum yang dibangun JPU sehingga pihak yang sebenarnya menjadi SASARAN BANTU SOSIAL perintah, didakwa dan dinyatankan terbukti MENYALAHGUNAKAN KEWENAGAN, jadi posisi terdakwa disini seolah-olah sebagai pihak PELAKSANA KEGIATAN yang harus bertanggung jawab, terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Sedangkan terdakwa dalam hal ini hanyalah objek SASARAN dari bantuan tersebut. Mengingat kewenangan itu secara hukum adalah kempuan untuk melakukan suatu tindakan hukum yang diformalkan dan sumberhukum sangat jelas diuraikan :
a). Atribusi
b). Delegasi
c). Mandat.
Tapi ironisnya JPU tidak mampu menunjakkan dasar hukum kewenangan terdakwa dan bentuk penyalahgunaan kewenangan yang diperbuat terdakwa. Bagaimana mungkin terdakwa terbukti menyalahgunskn kewenagan, mereka bukan pelaksana kegiataan bantu sodial tersebut, melainkan hanya objek SASARAN PENERIMA BANTUAN SOSIAL .
b). Terdakwa dituntut turut turut serta atau bekerja sama dengan rekorde pendamping menyalahgunakan kewenangan yang merugikan keuangan negara. Dakwaan ini sungguh sungguh membingungkangkan, bagaimana mungkin terdakwa dan rekoder pendamping menyalahgunakan kewenangan sedangkan kedua belah pihak tersebut tidak mendapatkan kewenangan yang disertai tanggungjawab hukum dalam kegiatan bantuan sosial tersebut. Sesungguhnya pihak pihak yang memilki kewenangan dan tanggungjwab hukum adalah pihak pihak kemampuan untuk melakukan tindakan diskresi berdasarkan kewenangannya.
c). SP3 yang dikeluarkan kejari terhadap Kepala Dinas PKPK Parepare
apakah sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan hukum. Sampai hari ini tidsk ada penjelasan hukum pihak kejari yang menyakin, bahwa tindakan SP3 tersebut, suda tepat dan sesuai dgn ketentuan hukum yang berlaku, mudah mudahan tindakan hukum tersebut tidak bertentangan dengan pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999, perubahan UU No.20 Tahun 2001 dan mudah mudahan tidak ada kepentingan lain, selain kepentingan hukum, sehubungan dengan dgn dikeluarkannya SP3 tersebut.
Pihak kejari mengeluarkan SP3 terhadap kepala DINAS PKPK Parepare, tetapi dibalik tindakan kejari tersebut, terdapat upaya lain untuk menarik tersangka baru dalam pusaran perkara tersebut, ironis pihak yang diupayakan menjadi tersangka dalam perkara tersebut, hanya rekokerder pendamping belaka, dan sama sekali tidak memilki kewenangan atau kemampuan untuk melakukan diskresi.
Penegakan hukum pemberantasan korupsi sepaturnya MENCABUT AKAR pusaran korupsi tersebut, bukannya membakar habis RANTING DAN DEDAUN KERING untuk membersihkan batang pohon tersebut (pimpinannya ) seperti terbitnya SP3.
Tuntutan terhadap terdakwa tiga orang kelompok tani tersebut, tidak tanggung tanggung yaitu pidana pejara 3 tahun 6 bulan dan pidana dan pengganti masing masing kurang lebih seratus puluh juta rupiah ( Rp. 150.000.000.;) bila tidak tidak dibayar maka diganti dgn pidana kurungan selama 9 bulan.
Sebenarnya beberapa LSM berupaya keras menghubungi pihak Kejari Parepare untuk mendapatkdn penjalasan hukum atau klarifikasi sehubungan dgn penanganan perkara tersebut, tapi sampai hari ini tidak respon dari pihak kejaApari. Tapi gabungan beberap LSM akan memantau terus perkembangan perkara, termasuk dikeluarkanya SP3 dan upaya menarik pihak lain untuk menjadi tersangka baru. (***)
(Penulis adalah pegiat NGO, pengamat hukum, dan akademisi di salah satu perguruan tinggi di Parepare)