Oleh: Muhammad Zaldy Febry
(Presiden Mahasiswa IAIN Parepare)
WACANA kenaikan harga bahan bakar minyak jenis Pertalite telah disampaikan secara langsung oleh Presiden RI Joko Widodo melalui akun sosial media beliau, secara tersirat menyatakan bahwa “Pemerintah bakal memberikan sejumlah bansos dengan total anggaran sebesar Rp 24,17 triliun. Bansos tersebut disalurkan sebagai sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM. Presiden Joko Widodo berharap, penyaluran bansos ini nantinya akan meringankan beban masyarakat akibat kenaikan harga sebagai dampak dinaikkannya harga BBM”.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan pemakaian pertalite saat ini mencapai 70% dari keseluruhan presentasi masyarakat Indonesia yang dimana pemakai bahan bakar jenis pertalite ini adalah masyarakat menengah kebawah.
Sinyal kenaikan bahan bakar jenis pertalite yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo secara gamblang telah mengisyaratkan bahwa kenaikan harga bahan bakar yakni jenis pertalite akan dinaikkan dalam waktu dekat ini. Gerakan aksi 11 April 2022 pada kesempatan penulis telah melakukan pengkajian secara mendalam dengan seluruh tim pengkaji saat itu dengan sebuah hasil yang di temukan bahwa kenaikan harga bahan bakar pertamax pada waktu itu naik dari sebelumnya Rp 9.000/Rp 9.400 per liter naik menjadi Rp 11.000/Rp.12.000. Dengan adanya kenaikan selisih harga Rp.2.000 tersebut membuat masyarakat sangat menjerit.
Lalu bagaiamana dengan kenaikan harga pertalite saat ini? Sinyal kenaikan pertalite hari ini pula sudah disadari semenjak kenaikan bahan bakar minyak jenis pertamax pada bulan Maret, alokasi subsidi yang seharusnya diberikan pada masyarakat menengah kebawah masih belum menemukan kemerataan hingga sampai saat ini masih dikonsumsi oleh masyarakat kalangan atas. Tampaknya sila dasar Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”belum menemukan maknaya di negara ini.
Bantuan sosial (Bansos)? Yah solusi tersebut adalah kebijakan yang dinilai ideal bagi pemerintah untuk kemaslahatan masyarakat saat ini.
Apakah kami harus menutup mata atas kasus korupsi Menteri sosial Idrus Marham menerima kasus suap Rp2,25 Miliar? Atau kasus korupsi bansos Menteri Sosial Juliari batubara senilai Rp 32 Miliar ? perlu pembaca mengetahui bahwa kedua menteri tersebut merupakan kabinet kerja dari presiden Joko Widodo dan apakah hidup kami harus di gantungkan pada hal yang sama? Ataukah program ini akan menjadi program yang akan dinilai sebagai jilid II bagi panjangnya sejarah catatan korupsi selanjutnya.
Mari kita kembali sejenak pada sebuah kajian kenaikan harga BBM saat ini yang masih dipicu oleh beberapa konflik antara negara. Bermuara pada pemutusan hubungan diplomatis antar negara dan anjloknya harga minyak mentah dunia ini dipicu karena adanya kekhawatiran resesi global. Di mana bank sentral menaikkan tingkat suku bunga acuan yang berakibat pada penjualan harga bahan bakar minyak mentah dunia, sehingga pada hari ini harga bahan bakar minyak dunia masih tertahan pada US 97,52 per barrel. Permintaan atas kebutuhan masyarakat bahan bakar minyak saaat ini masih mencapai 85% di Indonesia dengan intensitas pekerjaan yang memakai bahan bakar minyak khususnya pertalite setiap harinya sangat tinggi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyampaikan bahwa ketersediaan anggaran subsisdi BBM senilai Rp 502 triliun dan membutuhkan tambahan anggaran Rp198 Triliun sehingga pemerintah tidak mempunyai pilihan lain selain menaikkan harga BBM subsidi untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan beban subsidi dan kompensasi membengkak yang telah membebani APBN. Namun sepertinya pemerintah belum bisa melihat dampak dan risiko yang lebih berat akan di tanggung oleh masyarakat Indonesia sehingga kenaikan pertalite menjadi sebuah babak baru bagi beratnya perekonomian negara. Sebab BBM menjadi kebutuhan primer dan komponen utama bagi seluruh perekonomian negara seperti kenaikan harga bahan pokok, jasa transportasi.
Selain kenaikan harga bahan bakar jenis pertalite yang saat ini mencekik masyarakat, hal ini juga di ikuti kelangkaan bahan bakar pertalite yang membuat semakin sulitnya masyarakat dalam melakukan aktivitas sehingga berimplikasi pada roda perputaran ekonomi.
Solusi bansos untuk mengurangi tekanan dan pengeluaran pendapatan masyarakat yang di umumkan oleh presiden Joko Widodo merupakan program yang nantinya akan dikelolah oleh Kementerian Sosial namun track record pelaksanaan dan realisasi program bansos sebelumnya mengalami record kecacatan yang buruk.
Pemerintah harusnya mampu melakukan sebuah mitigasi krisis ekonomi dengan mempelajari lonjakan kenaikan harga bahan bakar minyak mentah pada periode kenaikan sebelumnya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya lebih awal mencium akan adanya kenaikan BBM tampaknya bukanlah sebuah keresahan bagi perwakilan rakyat, representasi rakyat Indonesia dan penyambung lidah bagi mereka yang menitipkan harapan dan cita-citanya, sense of crisis sepertinya tidak berlaku bagi mereka yang berada di puncak strata masyarakat sehingga berangkat dari permasalahan tersebut.
Maka dari itu mahasiswa sebagai pemegang ikrar kebenaran akan membawa bendera pandjinya, parlementer jalanan sekali lagi akan menemuinya dan rakyatnya akan kembali melihat dan menyambangi rumahnya. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.