Penulis: Andi Dahliani (Mahasiswa PGSD Kampus V UNM Parepare)
PIJAR OPINI – Menyimak realita dan dinamika kehidupan bangsa dan negara saat ini, ada banyak hal yang menjadi sorotan di penghujung tahun 2017. Akhir-akhir ini muncul hal-hal yang menjadi viral di kalangan masyarakat. Mulai dari hadirnya istilah generasi micin, kids jaman now, hingga drama politik Setnov dalam pemerintahan. Belum terhitung pelbagai situasi jelang tahun politik, baik di pusat hingga daerah.
Penulis mengamati, dalam setiap fenomena itu sebagian kita semakin kritis. Sejatinya sikap kritis adalah hal yang sangat baik. Namun perlu diatur agar tak brutal nan anarkis, dalam menyampaikan kritikannya.
Sebagian dari kita mamang hebat dalam berkoar-koar. Entah tua atau muda, berpendapat bahwa pemerintah harus mendengar suara kita. Kita menuntut hak, dengan dalih secara umum memperbaiki bangsa ini.
Ah, bagaimana jika dibalik. Kita yang menjadi pemimpin, dan yang memimpin menjadi masyarakat yang mengkritik ?
Kita memang kerap mengutamakan keinginan dan egoisme sendiri. Padahal belum tentu punya sumbangsih terhadap pemerintah. Penulis sempat berfikir, bangsa Indonesia bukan krisis kepemimpinan, kita ini krisis kerakyatan.
Bagaimanapun pemerintah bekerja, memang akan selalu ada alasan untuk mengkritik. Dalihnya, ‘itu sudah menjadi tanggung jawab pemerintah’.
Idealnya, bagaimana kita bisa turut berpartispasi, bukan sekadar mengkritik? Indonesia butuh tindakan, bukan protes berbalut omong kosong.
Lebih khusus kepada kalangan disekitar penulis. Mahasiswa yang turun kejalan mengatas-namakan rakyat. Katanya menyuarakan perubahan, namun IP-nya jauh dari kata menawan. Bahkan skripsi tak mereka kerjakan karena terlalu sibuk hanya demi sebuah yang katanya gerakan. Jika ingin membuat perubahan, berprestasilah! (*)