- Jasa Ojol/Kurir (Delivery)
Kita hidup di era yang begitu dimanja dengan pelbagai macam kemudahan. Diantaranya dengan menjamurnya layanan berbasis online, seperti ojek online dan jasa pengantaran (delivery). Banyak keperluan yang bisa selesai hanya dengan memainkan gadget dari ruang kamar. Pesan makan dan minum bisa online. Antar jemput dan kirim barang juga demikian. Beberapa kita mungkin lebih fokus pada aspek kemudahan yang diberikan oleh layanan-layanan ini, sehingga kurang peduli pada beban keuangan yang ditimbulkan. Mungkin karena sudah terlalu nyaman jadi lupa bahwa pelayanan yang dinikmati selama ini selalu berbayar. Jika kebiasaan ini tidak terkontrol maka berpotensi menjadi latte factor yang berdaya melumpuhkan keuangan kita. Anggaplah dalam sehari kita menggunakan jasa layanan ini sebanyak 3 kali, rata-rata sekali transaksi sebesar Rp. 10.000, berarti total cash out dalam sehari sebanyak Rp. 30.000, yang artinya dalam sebulan bisa mencapai Rp. 900.000. Mungkin angka ini masih setimpal untuk yang tidak punya penopang dan alternatif sama sekali. Hitung-hitungan efisiensinya masih bisa dinalar. Misalkan bagi yang tidak punya kendaraan sendiri, maka memilih ojol atau jasa delivery masih bisa dianggap “murah” daripada harus beli kendaraan baru. Tapi yang tidak sedikit terjadi, ada orang yang sebenarnya punya kendaraan sendiri namun memilih jasa berbayar untuk menunjang mobilitas dan keperluannya setiap hari. Bergerak sedikit saja langsung pesan ojol, ada keperluan disekitar rumah pun harus delivery. Silahkan saja, asal tetap ada pertimbangan yang matang dan juga tidak kagetan jika cashflow anda selalu tidak sanggup bertahan sampai di akhir bulan.
- Produk fashion dan aksesoris
Pakaian bisa dianggap kebutuhan primer. Berbeda pembahasannya kalau sudah berbicara tentang fashion dan segala aksesorisnya, maka itu sudah masuk rana kebutuhan sekunder. Preferensinya bukan lagi soal fungsi, tapi lebih pada aspek kenyamanan, desain, model, dan gaya. Jika seseorang sangat fokus pada aspek penampilan luar maka harus siap dengan anggaran yang tidak kecil. Latte factor berkaitan dengan ini bukan tentang produk fashion atau aksesoris bermerek (branded) yang sudah pasti mahal. Tapi kita lebih khusus membahas tentang kebiasaan membeli produk fashion seperti tas, sepatu, kosmetik, gamis, jilbab dan sejenisnya, ataukah aksesoris penunjang seperti kacamata, ikat pinggang, syal, cashing hp, tas kosmetik, aksesoris kendaraan (sepeda, motor, dan mobil) dan sejenisnya, yang mesti harganya tidak terlalu mahal tapi dibeli secara rutin dan berlebihan. Kadang-kadang produk-produk tersebut dibeli hanya untuk disimpan dan menjadi koleksi. Jika ini menjadi kebiasaan, tentu akan menjadi beban keuangan yang jumlahnya akan cukup mengagetkan juga. Sehingga ada baiknya untuk keperluan ini dikontrol juga dengan baik. Jika ingin dipenuhi, maka tidak menjadi pengeluaran yang spontan, tapi dianggarkan secara berkala dengan intensitas yang tidak terlalu sering.