Oleh: MN Hamang-Najed
(Dosen IAIN Parepare dan Umpar)
Manajemen umat ialah bagaimana umat hidup dan berkehidupan dalam kesamaan, kebersamaan dan kebersatupaduan. Hal ini diisyaratkan antara lain Q. S. Ali Imran (3): 103 yang terjemahnya:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk (103).
Nabi SAW telah memperlihatkan contoh tentang menajemen umat yang berhasil gilang-gemilang. Penulis sejarah Islam mencatatkan fondasi asasi manajemen umat yang telah dilakukan Nabi SAW yang berhasil gilang-gemilang adalah sebagai berikut:
1. Mengawali pembangunan mental umat melalui masjid. Nabi SAW ketika tiba di Madinah sebagai daerah tujuan hijrahnya dari Mekah, beliau pertama kali membangun masjid (masjid Quba) sebelum beliau dan rombongannya membangun rumah tempat tinggal. Nabi SAW mempunyai konsep bahwa masjid menjadi markas bagi umat, baik untuk beribadah secara berjamaah maupun membicarakan masalah agama dan kehidupan duniawinnya secara umum.
2. Mempersaudarakan kaum Muhajirin (sahabatnya dari Mekah) dengan kaum Anshar (sahabatnya di Madinah) yang dimulai antara tokoh masing-masing yang kemudian serta merta diikuti warga pada umumnya.
3. Membangun mental disiplin, taat dan saling menghargai. Bangsa Arab yang terkenal memiliki mental yang sangat rendah dalam bentuk ketidaktaatan, ketidakdisiplinan, tidak saling menghargai yang dan saling bertumpah darah, dibangun mentalnya menjadi disiplin, taat dan saling menghargai, hingga mematuhi aturan agama Islam secara total.
4. Membangun kehidupan sosial berkarakter kesederajatan (egalitarian). Kabilah-kabilah beserta marga-marga yang ada, dibangunnya menjadi umat yang memiliki ikatan keumatan yang kokoh. Setiap kabilah dan marga kemudian merasa mempunyai hak dan kebebasan yang sama untuk berkehidupan secara layak sebagai manusia dan umat Islam.
5. Membangun tri kerukunan beragama, yaitu kerukunan intern umat Islam, kerukunan antar umat Islam dengan pemerintah dan kerukunan antar umat Islam umat beragama lain (Yahudi dan Nasrani) yang ditandai dengan diterbitkannya Piagam Madinah. Piagam ini dalam perjalanan keberadaannya menjadi landasan konstitusional bagi negara-negara Islam/berpenduduk mayoritas Islam untuk menerapkan kebijakan kehidupan keagamaan dan keberagamaan umat Islam di negaranya.
(Parepare, 19 Muharram 1443 H/27 Agustus 2021 M)