Oleh : Ratih Ramadani, S.P.
( Praktisi Pendidikan)
Sidang pembacaan vonis terhadap J, anak bawah umur yang didakwa membunuh lima orang dalam satu keluarga di Dusun Lima, RT 018, Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Penajam Paser Utara (PPU) sekira pukul 01.30 Wita, Selasa (6/2/2024) dinihari digelar sekira pukul 09.00 Wita, Rabu (13/3/2024). Keluarga korban berencana mengerahkan massa dalam jumlah lebih besar dibandingkan hari biasanya untuk mengawal sidang kali ini.
Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Penajam Kelas II Fauzan mengatakan bahwa pada sidang terakhir majelis hakim menunda sidang ke hari Rabu, 13 Maret 2024, dengan agenda pembacaan putusan.
“Konfirmasi pada saat sidang terakhir, rencananya jam 09-10 Wita, namun nanti tetap menyesuaikan dari majelis hakim dan dengan kehadiran pihak yang datang (jaksa, tahanan, pengacara, pendamping, dan lain-lain),” ujar Fauzan, Selasa (12/3/2024) lalu.
Fauzan menambahkan bahwa terkait pengamanan sidang, pimpinan PN sudah berkoordinasi dengan Polres PPU untuk bantuan pengamanan dan mitigasi risiko.
”Direncanakan tim petugas keamanan dari Polres sudah standby di kantor PN, sehingga sebelum sidang dimulai sudah dilakukan simulasi dan sterilisasi titik-titik rawan,” jelas Fauzan. Koordinasi juga dilakukan dengan kejaksaan.
Kasus pembunuhan lima orang dalam satu keluarga ini menggemparkan masyarakat PPU. J, yang saat kejadian berusia 17 tahun, dan genap 18 tahun pada 27 Februari 2024 itu didakwa membunuh tetangganya sendiri dengan menggunakan senjata tajam.
Mereka yang tewas di tangan siswa kelas 3 sebuah SMK di PPU itu, yaitu WL (34) sebagai kepala rumah tangga, SW (34) selaku ibu rumah tangga atau istri WL, serta tiga buah hati pasangan ini. Yakni, RJ (15), VD (12), dan ZA (2,5).
Setelah terjadi pembunuhan, berdasarkan keterangan, pelaku juga diduga tega melakukan perundungan seksual terhadap korban SW dan RJ yang sudah tak bernyawa.
Zaenuri, juru bicara keluarga korban, Selasa (12/3/2024) mengatakan, keluarga korban berencana membawa massa dalam jumlah besar untuk mengawal sidang ke delapan di PN Penajam, hari ini. Selain itu, kata dia, keluarga korban juga membuat surat terbuka ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Mahkamah Agung (MA), Komnas HAM, Polri, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dewan Perancang dan Pembuat UU, Dewan Adat, media, dan seluruh rakyat Indonesia, agar turut mengawal kasus ini. “Kami keluarga korban menuntut keadilan.
Jika tersangka dilindungi oleh UU perlindungan anak, maka korban pun harus dilindungi, karena yang menjadi korban ada tiga nyawa yang hilang masih di bawah umur,” katanya.
Dengan berlandaskan berperikemanusiaan yang adil dan beradab, katanya, jika terdakwa dilindungi UU perlindungan anak dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara, ia mempertanyakan, apakah itu adil dengan menghilangkan lima nyawa termasuk anak di bawah umur. “Dalam hal ini KPAI harus adil dalam memberi perlindungan. Dewan perancang dan pembuat UU harus ikut bertanggung jawab atas hal tersebut, karena dilihat dari cara tersangka menghabisi korbannya tidak bisa digolongkan kepada kejahatan anak,” ujarnya.
Mengapa Hal Ini Terjadi ?
Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja ini merupakan salah satu potret buram pendidikan Indonesia yang gagal mewujudkan peserta didik yang berkepribadian terpuji. Remaja yang seharusnya menjadi penerus cita-cita peradaban bangsa, kini malah terjerumus ke dalam tindakan kriminal yang keji dan sadis.
Kasus-kasus seperti ini tentu mengundang pertanyaan besar tentang apa yang salah dengan sistem pendidikan dan pembinaan karakter remaja di Indonesia. Mengapa remaja yang seharusnya berada di masa penuh semangat dan kreativitas, malah terjerumus ke dalam tindakan kriminal
yang keji dan sadis.
Para pakar remaja menyebutkan, ada banyak faktor X yang cenderung mempengaruhi pembentukan karakter remaja, diantaranya datang dari dalam keluarga. Lingkungan keluarga yang tidak harmonis, remaja yang tumbuh dalam keluarga yang penuh kekerasan, pertengkaran, atau broken home, lebih rentang terpengaruh untuk melakukan tindakan kriminal.
Kecenderungan perilaku seseorang juga terbentuk dari teman, lingkungan masyarakat yang abai dan terkesan cuek serta paparan media yang tidak sehat, remaja yang sering menonton film atau video game yang penuh kekerasan dan syarat tindakan kriminal akan lebih mudah terpengaruh untuk melakukan tindakan serupa.
Kemudian kondisi sosial ekonomi yang rendah, remaja yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang rendah, dan memiliki akses yang terbatas terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan, lebih rentan terhadap perilaku kriminal. Juga lemahnya sistem sanksi, sehingga tidak mampu mencegah individu melakukan kejahatan.
Hukum saat ini tidak memberikan efek jera pada pelaku atau orang lain, karena kondisinya sistem sanksi ini terbentuk dari kesepakatan manusia tanpa melibatkan aturan Allah. Penerapan hukumnya secara umum berlaku keras terhadap orang-orang bawah dan tumpul kepada orang atau kelompok kuat yang bermodal.
Di sisi lain, lemahnya sistem sanksi dalam masyarakat akan berefek pada mudahnya seseorang bermaksiat seperti melakukan seks bebas, konsumsi obat terlarang, dan minuman keras. Dapat disimpulkan, akar dari semua permasalahan ini adalah karena penerapan sistem sekuler liberal. Sistem yang memisahkan urusan agama dengan kehidupan.
Generasi Tangguh dalam Sistem Islam
Kondisi yang berbeda dalam penerapan sistem Islam yang memiliki sistem kehidupan terbaik dan berasaskan akidah Islam. Diantaranya adalah sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkualitas dan berkepribadian baik. Sistem pendidikan Islam mampu mencetak remaja yang sadar dan memahami tujuan hidup yang benar.
Dalam sistem Islam juga diberlakukan sistem sanksi yang diterapkan secara adil dan sepenuhnya didasarkan pada aturan Allah. Allah swt. berfirman:
“Menetapkan hukum itu adalah hak Allah.” (QS. Al-An’am:57).
Setiap kemaksiatan merupakan kejahatan yang harus disanksi, tanpa melihat apakah pelakunya masih dalam status pelajar atau bukan. Sistem sanksi diberlakukan kepada semua individu mukallaf yang melakukan pelanggaran yakni orang yang sudah akil (berakal), baligh (dewasa) dan mukhtar (melakukan perbuatan atas pilihan secara sadar).
Sistem Islam jelas memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak kejahatan, termasuk pengharaman khamar yang merupakan induk kejahatan. Kemaksiatan meminum khamr akan dikenai sanksi cambuk 80 kali ditempat umum.
Selanjutnya sanksi pembunuhan adalah qishash (hukuman mati) dan membayar diyat, dengan memberikan 100 ekor unta, 40 diantaranya dalam keadaan hamil.
Kemudian untuk kasus pemerkosaan akan dijatuhi sanksi cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun bagi pelaku yang belum menikah. Sedangkan untuk pencurian disanksi dengan potong tangan atau ta’zir.
Dengan demikian, penerapan sanksi Islam bersifat jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah) agar masyarakat tidak melakukan kemaksiatan yang serupa. Begitu mulia kehidupan masyarakat yang diatur dengan sistem Islam dalam bingkai Daulah Sitem Pemerintahan Islam (Khilafah) .
Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi remaja, membentuk generasi muda yang tangguh dan berprestasi serta memiliki kepribadian Islami.
Wallahualam Bishawab.