Penulis; Nurmal Idrus (Direktur Nurani Strategic)
PIJAR OPINI — Teka teki tentang kemana hati Walikota Makassae Moh. Ramdhan Pomanto (DP) dilabuhkan akhirnya terjawab sudah. Setelah sekian lama menyimpan rahasia hatinya tentang siapa figur pendamping yang akan menjadi calon wakil walikota Makassar memasuki periode keduanya, Dani Pomanto, memberikan sinyal kuat untuk memilih Indira Mulyasari Paramastuti.
Bagi banyak kalangan ini adalah kejutan karena Indira bukanlah sosok yang selama ini banyak disebut. Meski menjabat sebagai salah satu wakil ketua di DPRD Makassar, Indira bukanlah sosok populer. Ia tergolong irit bicara di media.
Namun, pilihan Dani ke Indira bukanlah tanpa sebab dan menurut saya itu pilihan yang sangat strategis terutama jika kita menarik benang merah tentang substansi perebutan suara dalam Pilkada. Pemilihan Indira melahirkan keuntungan-keuntungan politis bgi DP di tengah banyaknya tekanan politis yang datang padanya. Jika misalnya DP memilih salah satu figur populer yang selama ini ikut “mengejarnya”, maka potensi munculnya kekisruhan baru dapat saja terjadi. Pilihannya pada salah satu figur populer tersebut memang akan menguntungkan posisi politisnya di parpol salah satu figur yang dipilihnya tetapi akan menimbulkan resistensi baru pada figur lain yang tak dipilihnya. Indira memang politikus asal Partai Nasdem, tetapi sepak terjang politisnya selama ini yang tak banyak kontroversi membuat Indira dianggap bukanlah ancaman baru yang bakal merugikan parpol lain.
Pada sisi perebutan suara, Indira relatif bisa diandalkan jika disandingkan dengan beberapa figur yang selama ini mengejar Dani. Sama dengan figur lain di DPRD Makassar misalnya, Indira harus diakui sudah punya modal dukungan suara. Pada Pemilu 2014, raihan suaranya yang menembus angka 3000 lebih suara di Dapil 5 Makassar, bisa mengkonfirmasi kekuatannya. Basisnya membentang dari Kecamatan Mamajang, Mariso hingga ke wilayah perbatasan dengan Kabupaten Gowa di Kecamatan Tamalate.
Pilihan DP pada Indira sepertinya memperhitungkan geopolitik itu. Pada Pilkada 2013 lalu, DP dan Ical agak keteteran di Dapil yang populer dengan tagline Mamarita ini. Pun demikian, dalam berbagai simulasi survey, Mamarita masih agak bermasalah dengan DP. Masuknya Indira menambal kelemahan DP di wilayah yang punya potensi suara mencapai 200 ribu itu.
“Boncengan” DP kali ini juga relatif lebih ringan. Pilkada di Makassar terkenal sebagai daerah dengan cost politic yang besar. Itu terkait dengan heterogennya pemilih dan kebutuhan ekonomi yang tinggi. Kabarnya, Indira dibeckingi keluarga besar dengan dana berlimit besar. Artinya, dikampanye nanti DP tak perlu lagi dipusingi kebutuhan finansial Indira.
Dari semua itu, pilihan DP pada Indira sedikit banyak mengubah peta suara di kalangan pemilih perempuan yang selama ini terbuai dengan kehadiran sosok Ketua Nasdem Makassar, Rahmatika Dewi. Pesona keduanya nyaris sama. DP memecah perhatian pemilih perempuan Makassar dengan sodoran wakil yang pro terhadap mereka.
Politik adalah seni dengan banyak kemungkinan. Untuk sementara pilihan DP pada Indira adalah strategi tepat untuk menaikkan elektabilitasnya di mata pemilih. Namun, tetap saja berlaku dua kemungkinan. Pilihan itu tepat atau meleset. (*)