Selain itu, Covid-19 ini juga seharusnya memberikan pelajaran bagi kita untuk menciptakan suatu sistem yang dapat menjamin ketahanan UMKM jika terjadi krisis. Perlu diketahui dalam literatur ekonomi, krisis ekonomi selalu terjadi dalam suatu siklus yang pendek (10 Tahunan), sementara dalam literatur kesehatan krisis berupa pandemik biasanya terjadi dalam siklus 100 tahunan. Jadi kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari ancaman krisis, karena itu sistem ketahanan UMKM atau kita dapat menyebutnya protokol perlindungan UMKM dari krisis perlu dikonstruksi dan diimplementasikan.
Big Data
Saya teringat dengan tesis yang dikemukakan oleh Prof Noah Hariri. Beliau mengatakan bahwa dimasa depan pemenang ekonomi adalah mereka yang mampu mengolah sejumlah besar data dan menerjemahkannya ke dalam keputusan strategis yang efektif. Tesis ini kemudian saya sandingkan dengan tulisan Dahlan Iskan (Mantan Menteri BUMN), beliau mengatakan bahwa keberhasilan Tiongkok memenangkan perang dengan Covid-19 ini adalah dengan menggunakan big data sebagai senjata utama. Dengan big data tersebut, setiap orang dipantau kondisi kesehatannya dan big data setiap saat mengirimkan informasi tentang apa yang harus dikonsumsi dan dilakukan oleh setiap orang. Tidak hanya itu, big data ini juga menentukan apakah seorang di Wuhan dapat keluar rumah atau tidak. Setiap sudut jalan-jalan di Wuhan terdapat petugas yang akan memeriksa ponsel pintar setiap orang yang ada di jalan, jika status orang tersebut kuning atau merah yang terbaca dari ponsel pintar maka orang itu akan langsung digelandang ketempat karantina.
Sejak Indonesia Merdeka sampai saat ini, data selalu menjadi persoalaan yang tidak ada habisnya. Lihat saja ketika menjelang pemilihan umum, kehidupan kita ramai dengan perdebatan masalah data pemilih. Bayangkan jika data pemilih saja yang setiap 5 tahun diperbarui tidak akurat, bagaimana dengan data UMKM yang nyaris tidak pernah terdengar publik.
Pemerintah kota misalnya dapat menggunakan kewenangannya untuk melakukan pendataan terhadap seluruh pelaku UMKM di kota tersebut, mulai dari nama usaha, jenis usaha, alamat sampai pada pendapatan harian dan perbulan usaha tersebut, dan kemudian dikumpulkan dalam suatu server pusat yang menjadi big data pemerintah kota. Tentu saja data ini secara praktis dapat digunakan untuk menyalurkan bantuan dengan tepat sasaran dengan bekerja sama dengan perbankan yang menyalurkan dana KUR. Kedepannya, big data ini dapat digunakan untuk menyambungkan secara langsung UMKM dengan konsumennya sehingga sektor UMKM tidak kehilangan pembelinya hanya karena tidak bisa diakses secara virtual oleh pembeli.
Ada banyak hal yang dapat dielaborasi dari penggunaan big data ini. Akan tetapi, tentu saja untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan political will dari pemerintah. Karena apa, big data membutuhkan sumber daya. Baik finansial maupun SDM yang tidak sedikit, sehingga penerapannya masih sulit. Tapi bukan berarti pemerintah abai sama sekali terhadap hal itu. Covid-19 ini seharusnya sudah menjadi pelajaran bagi semua pengelola negara, bahwa kekacauan yang terjadi lebih banyak disebabkan karena keputusan yang tidak tepat sasaran yang timbul karena kurangnya data yang dimiliki oleh pemerintah. (*)
*Penulis adalah Dosen IAIN Parepare dan Pemerhati Sosial Ekonomi.