Tulus Wulan Juni
(Pustakawan Dinas Perpustakaan Kota Makassar)
Faktor anggaran masih menjadi masalah klasik di perpustakaan padahal syarat pendirian sebuah perpustakaan berdasarkan UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 15 ayat 3 adalah memiliki sumber pendanaan selain memiliki koleksi, tenaga perpustakaan, sarana dan prasarana perpustakaan dan memberitahukan keberadaan perpustakaannya ke Perpustakaan Nasional melalui pendaftaran Nomor Pokok Perpustakaan (NPP).
Di Indonesia, ada lima jenis perpustakaan yang diakui oleh UU No. 43 tahun 2017 tentang Perpustakaan yakni Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Umum, Perpustakaan Universitas, Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan Khusus. Dari lima jenis perpustakaan tersebut, rata-rata Perpustakaan Umum baik di Provinsi, Kabupaten/ Kota, Kecamatan, Kelurahan/ Desa, Komunitas dan Perpustakaan Sekolah mulai jenjang TK sampai dengan SMA mengeluhkan ketersediaan anggaran.
Memang ironis jika kita melihat perpustakaan umum yang mempunyai tanggung jawab lebih besar apalagi sebagai pembina berbagai jenis perpustakaan di daerahnya seperti Perpustakaan Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang diberikan porsi anggaran sedikit, bahkan ada daerah yang jumlah penduduknya ratusan ribu jiwa hanya diberikan anggaran di bawah Rp1 Miliar atau bahkan ada ratusan juta. Sebuah angka yang sebenarnya bikin “malu” ketika ada salah satu universitas dengan jumlah mahasiswanya hanya sekitar 20 ribuan mendapatkan anggaran perpustakaan lebih Rp4 Miliar. Bagaimana mau membina seluruh jenis 0erpustakaan jika amunisi yang diberikan jauh dari sasaran yang dibina.
Begitu halnya dengan perpustakaan eekolah yang mempunyai peran strategis meletakkan dasar kegemaran membaca sejak dini hanya diberikan anggaran sedikit. Padahal amanah UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 23 ayat 6 menjelaskan bahwa sekolah/ madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5 persen dari belanja operasional sekolah untuk pengembangan perpustakaan. Sehingga bisa dilihat masih banyak sekolah yang belum maksimal menyelenggarakan perpustakaannya. Bagaimana budaya baca mau tumbuh dan kuat di masyarakat jika perhatian kepada perpustakaan khususnya perpustakaan umum dan sekolah masih rendah.
Tenaga perpustakaan di semua jenis perpustakaan telah bekerja dan berupaya maksimal dengan keterbatasan anggaran. Bahkan ada perpustakaan yang mampu berprestasi dengan anggaran dan prasarana yang sangat terbatas. Namun apa iya, mereka terus dibiarkan berjuang dengan keterbatasan padahal perpustakaan adalah sebuah institusi yang ikut mencerdaskan bangsa dan tempat belajar masyarakat sepanjang hayat. (*)