Oleh Multazam (Mahasiswa IAIN Parepare)
Jalan keluar terhadap permasalahan kemanusiaan dewasa menjadi perhatian banyak pihak. Isu kemiskinan, kerusakan lingkungan, permasalahan kesehatan, kelangkaan pangan dan energi, hingga isu perang dan terorisme senantiasa dikaji guna menemukan satu formula pemecahan masalah yang paripurna. Banyak ahli hukum yang kemudian mengkaji berbagai produk hukum sebagai ikhtiar kemanusiaan.
Salah satunya dengan penerapan hukum syariat Islam. Proses formalisasi hukum syariat menggunakan Alquran dan Hadis sebagai landasan hukum, sehingga hal ini dianggap penting memiliki peranan yang penting dalam menghadapi perubahan zaman. Perlu diingat bahwa proses formalisasi hukum syariat Islam memerlukan proses pengkajian yang mendalam. Hal tersebut menjadi keharusan terhadap penafsiran dn penyesuaian kondisi masyarakat. Berbagai kontroversi bisa membayangi manakala proses pengkajian yang dilakukan tidak intens serta mengesampingkan aspek kemanusiaan dan hak asasi manusia.
Dalam melihat konteks keberagaman Indonesia, ada segelintir kelompok yang kembali berusaha untuk merusak integritas bangsa dengan menyerang Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara lahir atas prakarsa para founding father’s, melihat pentingnya pluralitas untuk dirawat dan dilestarikan. Maka dari itu, Pancasila kemudian menjadi solusi dalam menjawab keberagaman tersebut. Hiruk-pikuk yang telah terjadi belakangan ini, beberapa dari kalangan termasuk santri abangan ini menganggap Pancasila gagal sebagai solusi. Sehingga Khilafah menurutnya adalah ketetapan dari Tuhan yang mesti diterapkan termasuk di Indonesia. Benarkah demikian?
Secara historis, Islam sebagai ideologi memang pernah memperlihatkan eksistensinya. dimulai pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW. hingga berakhir pada tahun 3 Maret 1924 ketika Turki sebagai representasi negara Islam berakhir menjadi negara sekuler di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Attaturk. Melihat dari kacamata sejarah perebutan tampuk kekuasaan menggunakan dalih agama membawa malapetaka. Dalam rekam jejak sejarah Islam, sejak kematian Rasullullah SAW, umat Islam pada saat itu bingung mengenai tokoh yang bisa menggantikan posisi beliau. Puncaknya terjadi pada Perang Siffin, ketika pihak Mu’awiyah menuntut Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk memberikan hukuman terhadap pelaku pembunuhan Khalifah Usman bin Affan. Dari peristiwa tersebut muncul huru-hara di internal umat Islam dengan terpecahnya beberapa sekte. Sekte yang paling ekstrem yakni Khawarij. Sekte ini berpendapat bahwa muslim yang bukan bagian dari sekte ini adalah kafir sehingga nyawanya halal untuk dibunuh.
Hingga saat ini, suara-suara minoritas terus mengumandangkan penerapan syariat Islam secara kaffah di suatu negara masih menggema. Menurutnya penerapan hukum syariat Islam bertujuan melindungi hak asasi manusia, ideologi yang ada di berbagai negara adalah toghut hingga menentang keras pengaruh barat di dunia muslim dan menganggap barat sebagai musuh utama. Telah banyak diberitakan di stasiun-stasiun televisi mengenai kekerasan-kekerasan bahkan bom buruh diri yang dilakukan oleh kelompok konservatif. Jaringan kelompok ini bernama Al-Qaeda. Al-Qaeda merupakan Gerakan ekstremis Islam yang didirikan pada tahun 1988 oleh Osama bin Laden. Peristiwa pengeboman WTC (World Trade Center) di New York pada tahun 2021 merupakan ulah Al-Qaeda. Meskipun Al-Qaeda masih memiliki beberapa kesatuan yang aktif di seluruh dunia, namun gerakan ini mengalami kemunduran setelah pemimpin-pemimpinnya ditangkap atau dibunuh oleh pasukan koalisi sejak perang melawa terorisme sejak tahun 2001.
Pada tahun 2006 ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) didirikan di Irak sebagai cabang Al-Qaeda. Awalnya, gerakan ini dikenal dengan nama Al-Qaida in Iraq (AQI). Hingga pada tahun 2010, Abu Bakr al-Baghdadi mengambil alih kepemimpinan dan mengubah namanya menjadi Islamic State of Iraq (ISI). Pada tahun 2011, gerakan ini mulai mengekspansi ke Suriah saat perang saudara mulai pecah. Hingga tahun 2013, gerakan ini mengubah Namanya menjadi Islamic State of Iraq Syria (ISIS) sebagai cerminan terhadap gerakan ekspansi geografis yang dilakukan. Untuk mencapai tujuannya, ISIS melakukan berbagai tindakan kekerasan dan brutal seperti pembunuhan massal, penculikan, pemerkosaan, perbudakan dan pembakaran gereja. Gerakan ini memperjuangkan pembuatan negara Islam di wilayah yang dikuasainya dengan penerapan hukum syariat Islam yang keras. Pada tahun 2014, ISIS mengklaim telah membuat wilayah yang diakui sebagai negara Islam Caliphate di Irak dan Suriah. Namun, setelah berbagai operasi militer, wilayah control ISIS di Irak dan Suriah telah berkurang. Pada tahun 2019, ISIS diakui hampir hancur akan tetapi sejumlah kelompok mengklaim diri sebagai bagian ISIS dan beropersi di beberapa wilayah dunia.
Sejarah kelam terhadap upaya pendirian negara Islam yang terjadi beberapa tahun belakangan malah memberikan legitimasi terhadap citra Islam sebagai agama pedang. Sehingga Islam sebagai agama yang membawa rahmat atas seluruh alam semesta tidak mendapatkan tempatnya. Substasnsi Islam menurut Prof Sayyed Hussen Nasr ada dua, yakni The Islam dan An Islam. Beliau berpendapat bahwa The Islam terkait sistem nilai yang bersifat universal seperti al-ikha (menjunjung tinggi persaudaraan dan kemanusiaan), al-musawa (menjunjung tinggi persamaan), al-tasamuh (sikap toleransi), al-musyawarah (mengedepankan demokrasi), al-mu’awanah (tolong menolong) dan sebainya yang harus terimplementasi di setiap sendi kehidupan. Di sisi lain An Islam mencakup sistem nilai yang bersifat formal, seperti yang ada pada rukun Iman dan Islam. Rekam jejak dakwah yang persuasif pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. menarik simpati penduduk Kota Mekkah dan Madinah untuk memeluk agama Islam. Piagam Madinah dan peristiwa Fathu Mekkah adalah sekian banyak contoh yang pernah dilakukan oleh beliau.
Ayat Alquran yang sering digunakan pengasong khilafah yaitu surah Al-Maidah ayat 44 “barang siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang telah diturunkan Allah. maka mereka itulah orang-orang kafir”. Perlu digaris bawahi bahwa ayat ini termasuk ayat kategori ayat mutasyabihat, artinya ayat yang masih samar-samar sehingga memerlukan metodologi untuk menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya. Sementara, kategori ayat yang sudah jelas maknanya adalah ayat muhkamat. Sehingga memahami ayat secara literer tanpa kemampuan khusus bisa berdampak terhadap pola perilaku. Anehnya tokoh yang mengumandangkan perlunya khilafah didirikan dengan penerapan syariat Islam justru menebarkan ujaran kebenciaan dan takfiri. Bahkan Rasulullah SAW. pernah bersabda “Sesungguhnya Aku diutus di muka bumi hanya untuk menyempurnakan akhlak”, (H.R Bukhari).
Perlu diketahui bahwa salah satu organisasi yang ingin mengembalikan kedaulatan Islam dengan mendirikan Khilafah yakni Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir adalah organisasi politik yang didirikan pada tahun 1953 oleh Taqiuddin an-Nabhani, seorang pensiunan tantara. Hizbut Tahrir mengusung ideologi pan-Islamisme yang berfokus pada persatuan umat Islam seluruh dunia. An-Nabhani berpendapat bahwa kemunduran umat Islam saat ini disebabkan oleh pemisahan antara wilayah-wilayah negara muslim serta adanya dominasi dari Barat. Oleh karena itu, Hizbut Tahrir berusaha mengembalikan kedaulatan Islam dengan pembentukan negara Khilafah dengan penerapan hukum syariat Islam. Sejak berdirinya, Hizbut Tahrir mengalami hambatan dari pemerintahan Mesir yang melarang aktivitas organisasi ini. Setelah kejatuhan rezim Nasser 1970, Hizbut Tahrir beroperasi kembali, bahkan berkembang di negara-negara muslim termasuk Asia Tenggara.
Pendirian negara Islam atau Khilafah dalam konteks negara Indonesia sangat tidak mendapatkan tempatnya. Indonesia sebagai negara dengan tingkat pluralitas yang tinggi menjunjung tinggi prinsip musyawarah dan sistem demokrasi. Sistem demokrasi meniscayakan kekuasaan berada di tangan rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Maka rakyat dalam hal punya hak untuk menentukan pilihannya. Sedangkan negara Khilafah diusung dengan sistem pemerintahan yang ditentukan oleh sekelompok elite ulama. Jika dalih yang digunakan adalah mayoritas penduduk Indonesia memeluk Islam, maka hal tersebut menjadi wajar saja. Bagaimana dengan hak dari kelompok minoritas? Apakah wajar jika mengabaikannya? Perlu diingat bahwa keberagaman merupakan salah satu syarat berdirinya suatu negara termasuk Indonesia.
Maka dari itu, pendirian negara Islam adalah hal yang kurang tepat dan bukan solusi dalam menjawab masalah kemanusiaan. Umat Islam seharusnya menjadi inisiator terhadap segala perubahan positif dengan cara merealisasikan lima jaminan hak dasar manusia dalam Islam, yakni hifdhud nafs wal ‘irdh (keselamatan jiwa dan fisik), hifdhun din (keselamatan beragama), hifdhul ‘aql (keselamatan berekspresi dan berpendapat), hifdhun nasl (keselamatan keturunan dan keluarga), hifdhul mal (keselamatan harta benda dan profesi). Masyarakat yang tenggang rasa dan toleransi menjadi indikator yang penting masyarakat ideal. Dengan banyaknya jumlah penduduk yang beragama Islam seharusnya mampu menjadi payung terhadap kelompok minoritas yang mendapat perlakuan diskriminasi.
Resolusi yang hadir pada awal tahun 2023 adalah semangat menghidupkan literasi. Literasi harus bisa menjadi habitus sebagai refleksi terhadap kejayaan peradaban Islam. Pada masa Dinasti Abbasiyah pemerintahan Al-Ma’mun, beliau pernah bermimpi bertemu Aristoteles dan berpesan agar karya para filsuf diterjemahkan terutama karya Aristoteles. Sehingga beliau memerintahkan pelajar-pelajar Islam saat itu ke Byzantium untuk mencari dan menerjemahkan karya para filsuf terutama Aristoteles serta mengembangkan perpustakaann pribadi milik ayahnya Harun Ar-Rasyid yakni Darul Hikmah menjadi pusat kajian. Sehingga dari peradaban literasi ini, melahirkan banyak ilmuan terkemuka seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Al-Kindi, Ibnu Rusyd dan masih banyak lagi. Bahkan karya-karyanya dijadikan rujukan sampai saat ini. Serta Barat yang pernah mengalami masa paling suram pun yakni Dark Age, secara tidak langsung Islam berkontribusi terhadap pembebasan Barat dari masa tersebut. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.