![Ainaini](https://www.pijarnews.com/wp-content/uploads/2020/06/aini-penulis-e1592413885904-678x381.jpg)
Properti merupakan sektor yang memiliki kenaikan inflasi cukup tinggi setiap tahunnya. Artinya, harga suatu rumah saat ini dengan sepuluh tahun yang akan datang dapat naik berlipat-lipat. Pertanyaan lain menyeruak, apakah Tapera mampu mengakomodasi laju inflasi tersebut?
Kita tidak bisa menutup mata, melihat kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang saat ini masih jauh dari kata sejahtera. Upah kerja yang diterima pegawai, baik swasta maupun negeri sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer. Kebutuhan seperti sandang dan pangan. Di satu sisi, para pekerja dibebankan kewajiban membayar berbagai iuran dari upah kerja, artinya akan memangkas alokasi dana untuk kebutuhan pokok keluarganya. Penambahan beban iuran, tanpa disertai jaminan kesejahteraan akan semakin memberatkan masyarakat.
Seluruh keresahan yang disampaikan oleh masyarakat dan para ahli adalah buah dari tidak terlaksananya peran negara dalam menjamin kebutuhan primer rakyatnya. Pengadaan kebutuhan seperti sandang, pangan, dan papan adalah tanggung jawab negara. Sudah seharusnya negara menyediakan seluruh hal tersebut, tanpa embel-embel iuran. Karena sejatinya, masyarakat berhak mendapatkan kebutuhan pokok tanpa mengeluarkan biaya.
Hal ini, sangat berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Islam akan menjawab secara jelas permasalahan masyarakat, termasuk di dalamnya permasalahan pemenuhan kebutuhan rumah. Islam menetapkan pemimpin sebagai pelayan yang akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Penyebab backlog selain karena keuangan, juga karena manajemen lokalisasi perumahan yang kurang baik. Dalam Islam, kedua hal tersebut akan dikelola dengan baik oleh negara.
Masalah dari sisi keuangan akan diselesaikan melalui kas negara yang disebut Baitul Mal, bukan dari utang dan pajak seperti yang dianut oleh sistem kapitalis saat ini. Baitul Mal memiliki 3 pos pemasukan utama, yaitu pos pemasukan negara, pos pemasukan kepemilikan umum, dan pos sedekah. Setiap pos tersebut telah dialokasikan dengan mengacu pada perintah syariat tentang kemana dana itu harus didistribusikan.
Pos pemasukan negara didapat dari ghanimah (rampasan perang), fai, kharaj, tanah Unwah, tanah Ushuriyah. Adapun, pos kepemilikan umum diambil dari hasil sumber daya alam seperti batu bara, listrik, air, tambang, sungai, laut, dan hutan. Sementara, pos sedekah didapat dari infak dan juga zakat, baik itu zakat mal, zakat pertanian, maupun zakat peternakan.
Oleh karenanya, kebutuhan membayar upah bagi aparatur negara akan diambil dari pos pemasukan negara, tanpa perlu membawa embel-embel potongan iuran. Karena seluruh kebutuhan pokok akan dijamin oleh negara melalui pos kepemilikan umum. Negara menjadi fasilitator untuk membuka sebesar-besarnya lapangan pekerjaan, dan menjadikan para kepala keluarga bekerja bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, melainkan untuk menunaikan kewajiban mencari nafkah sebagai kepala keluarga.