Oleh: Andi Affandil Haswat (Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Parepare)
Iure Constituendo!
Kesehatan adalah hal dasar sangat penting bagi manusia, tanpa kesehatan, manusia akan lemah, atau sakit yang akan berdampak pada kegiatan dilakukannya. Amanat, dalam pasal 28 H ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal tersebut menegaskan setiap orang warga negara Indonesia mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan, baik yang mampu ataupun dari kalangan tidak mampu. Kesehatan gratis dan pendidikan gratis, merupakan satu bagian tuntutan massa aksi reformasi 1998, selain penurunan Soeharto, korupsi, cabut dwi fungsi ABRI serta Otonomi Daerah. Pacsa reformasi, pendidikan dan kesehatan gratis pun diteruskan, namun tidak lagi menjadi seruan tuntutan, melainkan visi misi atau janji-janji politik. Hampir di seluruh perhelatan pemilihan umum di negeri ini, baik pemilu ataupun pilkada, kalimat ini selalu menghiasi. Para calon presiden, gubernur, wali kota/bupati tidak luput untuk menjanjikan kata sakti ini kepada masyarakat. Dari banyaknya janji politik, dalam ajang debat kandidat, janji ini yang tidak menjadi perdebatan panjang dan alot, sepertinya semua sepakat dengan pendidikan dan kesehatan gratis. Terjadi tak terkecuali di pilkada Kota Parepare beberapa tahun yang lalu.
Berdasarkan penelitian McKinsey & Company, Bisnis kesehatan adalah bisnis yang menggiurkan, nilai global pasar kesehatan dan kebugaran mencapai lebih dari USD 1,5 triliun dan pertumbuhan tahunan 5-10 persen. Hal wajar jika yang merambah bisnis tersebut adalah pihak swasta, yang notabene untuk kepentingan profit. Namun bagaimana jika itu dilakukan oleh rumah sakit umum daerah, milik pemerintah daerah? Pemerintah daerah yang kepala daerahnya menjanjikan kesehatan gratis di pilkada. Kenyataannya, seperti kebanyakan RSUD daerah lain di Indonesia,di era Pandemi, Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkassau pemberi kontribusi PAD terbesar Parepare 2021, melampaui target dengan capaian 116 persen atau 97 milliar lebih. Atas capaian yang berturut-turut ini, direktur RSUD Andi Makassau diberi reward hadiah televisi, serta dijanjikan akan diberi peniti emas yang akan dipasangkan oleh gubernur Sulawesi Selatan di ulang tahun Kota Parepare, mendatang. Jika kita membaca UU No. 44 tentang Rumah sakit, lalu Peraturan Walikota No 13 tahun 2020 tentang Peraturan Internal
Pada RSUD Andi Makkasau Kota Parepare, tak heran jika capaian ini bisa terjadi, sebab memang diberikan ruang, tidak dilarang untuk melakukan praktIk bisnis. Jelas tercantum di dalam Pasal 1 ayat 14 “Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis”. Sebelumnya di tahun 2017, di Perda No 02 tahun 2017 tentang Perubahan Perda No 02 tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum, sedikitnya hanya ada 2 jenis tarif retribusi yang mengalami perubahan, yaitu Pasal 19 mengenai tarif retribusi pelayanan kesehatan di rumah sakit serta Pasal 32 mengenai retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
Dari 14 jenis retribusi jasa umum menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerahdan Retribusi Daerah.perubahan ini pun, alih-alih mengalami penurunan atau gratis, justru memperbanyak retribusi jasa serta kenaikan tarif. Setelah berubah status menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), pendapatan rumah sakit tidak masuk kedalam kode rekening retribusi jasa umum, melainkan lain lain pendapatan asli daerah yang sah. Apakah hal diatas bisa dianggap sebagai pencapaian sehingga patut untuk diapresiasi, serta di banggakan oleh masyarakat Parepare? Bagi penulis, untuk hal ini masyarakat Parepare sedang celaka. Celaka,masih merasakan antrean panjang rumah sakit karena dokter atau petugas belum datang, menunggu, menghabiskan waktu berjam-berjam demi pemeriksaan yang tak seberapa lamanya, atau menanti lama obatnya jadi.
Memang ironi sebagai Kota Cinta Habibie Ainun serta sebagai kota tujuan, dengan penyumbang terbesar pendapatan asli daerahnya berasal dari orang sakit. Atau mungkin inikah wujud kota industri tanpa cerobong asap, visi misi walikota? Saya tidak percaya, dan semoga tidak. Semoga tidak ada lagi, pejabat yang dijebloskan ke penjara karena kasus korupsi di sektor kesehatan, jika melihat besaran perputaran uang, seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya.
Penulis berharap, Seyogianya pemerintah, baik di kota Parepare maupun di daerah lainnya, mengerahkan seluruh potensi-potensi sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang ada, mengupayakan adanya sumber-sumber pendapatan baru daerah, guna dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pelayanan dasar. Bukan justru sebaliknya, memaksimalkan pendapatan pelayanan jasa umum untuk pembiayaan pembangunan yang belum tentu menjadi kebutuhan mendesak warga, seperti taman, keindahan kota, dll. Lebih kongkretnya, pemerintah daerah agar lebih memfokuskan meningkatkan kinerja badan usaha milik daerah (BUMD) yang ada, kalau perlu menambah unit BUMD yang baru. Hal itu selain untuk menambah pendapatan domestik regional bruto (PDRB) juga penyerapan tenaga kerja.
Selanjutnya, segera membangkitkan aset-aset daerah, terutama, yang terbengkalai agar memberikan kontribusi lebih banyak lagi untuk pendapatan daerah.Yang utama, mendorong perubahan UU tentang rumah sakit, serta sektor kesehatan lainnya, agar sektor kesehatan juga selayaknya sektor pendidikan yang non-profit, demi terwujudnya pendidikan dan kesehatan gratis yang berkualitas, secara inklusif sesuai tuntutan reformasi serta amanat UUD. Terakhir, terlepas keperihatinan akan health policy yang diterapkan di Indonesia juga di Parepare, yang masih memberi ruang for profit dibanding menitiberatkan seutuhnya fungsi sosial, penulis tetap mengapresiasi terobosan hebat pemerintah kota menghadirkan Call Center 112 karena dengan begitu banyak warga yang terbantukan. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.