Oleh:
M Nasir Dollo, SH, MH
(Ketua YLBH Sunan Parepare)
Slogan yang kian lama membumi bahwa hukum adalah panglima yang harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh esok hari, sungguh adalah ungkapan yang begitu indah, bahkan menjadi harapan akan terwujudnya penegakan hukum yang adil, jujur dan transparan serta tidak memihak .
Komitmen bangsa dan negara ini adalah memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya secara cepat dan tepat. Hal ini tertuang secara gamblang, terang dan jelas dalam peraturan perundang-undangan.
1. UU No.31 Tahun 1999 JO UU No.20 Tahun 2001 Pasal 25 “Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya”.
2. Instruksi presiden RI Nomor 5 Tahun 2004 point sebelas angka (9) huruf (a)
“Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan uang negara”.
3. UU No. 30 Tahun 2002 pasal 52 “Penuntut umum setelah menerima berkas perkara dari penyidik paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepangadilan…”.
Bila kita merujuk ataukah berpedoman pada ketentuan hukum tersebut, maka tentu kita merasa bingung dan prihatin dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di Parepare, bahkan dapat menimbulkan pertanyaan yang penuh teka-teki yang misteri. Ada apa sebenarnya pemberantasan tindak pidana korupsi di Parepare ?
Pemberantasan tindak pidana korupsi di Parepare terasa lamban dan tak tuntas hingga ke akar-akarnya. Akibatnya gelombang unjuk rasa baik dari aktivis, LSM maupun komunitas terus bergulir tanpa henti. Antara lain tindak pidana korupsi yang bergulir perkaranya tetapi terkesan lamban :
1. Dana Dinkes yang menimbulkan kerugian negara Rp6,3 miliar tetapi pelakunya dengan leluasa melenggang terasa tanpa beban, seolah- olah bersih dari perbuatan salah dan dosa. Sebenarnya LSM dan masyarakat berulang kali melakukan unjuk rasa agar penyidik Polresta Parepare, pelakunya ditetapkan tersangka dan ditahan. Terlebih lagi pelaku yang menjadi kunci utama dalam perkara ini telah mengakui perbuatannya dan berani membeberkan siapa-siapa yang terlibat dalam perkara ini, termasuk untuk apa penggunaan dan siapa penerima dana tersebut.
2. Dana pengadaan obat /alkes di RSUD Andi Makkasau Parepare yang juga menimbulkan kerugian negara yang jumlahnya miliaran rupiah. LSM/ masyarakat sebenarnya sudah lama mendesak pihak Kejari Parepare agar melakukan tindakan penahanan terhadap tersangka dan segera menyerahkan perkaranya ke pengadilan Tipikor. Mengingat tersangkanya juga diduga menjadi kunci utama dalam perkara raibnya dana Dinkes tersebut. Berarti secara hukum , tidak dilakukannya penahanan terhadap tersangka adalah merupakan bentuk penyimpangan hukum yang diatur dalam KUHAP bahwa tersangka dapat ditahan karena memenuhi syarat subjektif yaitu , menghilangkan barang bukti, dikhawatirkan mengulangi perbuatannya dan melarikan diri.
Kenyataannya sekarang, tersangkanya mengulangi perbuatannya bahkan telah melarikan diri (DPO).
Jadi bukanlah tanpa alasan LSM, mahasiswa dan masyarakat mendesak pihak aparat untuk melakukan tindakan hukum yang cepat dan tepat dalam penyelesaian perkara ini. Mahasiswa, LSM dan masyarakat semakin curiga bahwa perkara ini dapat saja berarkhir tanpa penyelesaian yang tuntas sampai ke akar-akarnya. Betapa tidak, sedangkan tersangkanya masih saja berada di tempat, tetapi penanganan perkaranya berjalan terseok-seok (lamban), apalagi saat ini tersangka yang menjadi kunci utama dalam perkara dana pengadaan obat/alkes dan dana Dinkes telah melarikan diri entah kemana.
Saat ini berkembang berbagai spekulasi, apakah tersangka itu melarikan diri, ataukah mendapat kesempatan yang baik untuk melarikan diri ataukah ada hal lain yang mungkin sulit diduga ataukah memang ada kepentingan tertentu. Akar perkara ini tidak semakin melebar terbuka sehingga penyelesaiannya tidak sampai kepada akar-akarnya. Mengingat pelaku yang menjadi kunci utama untuk membuka perkara seterang-terangnya telah menyeret beberapa nama, termasuk pejabat penting di Parepare.
3. Perkara OTT Unit Pelayanan Lelang sudah lebih setahun tapi sampai hari ini tidak jelas penyelesaian perkaranya, apakah sudah berakhir tanpa penyelesaian ataukah begitu-begitu saja tanpa ada kepastian hukum yang jelas.
4. Perkara yang sudah hilang dalam ingatan publik tentang adanya hasil kejahatan korupsi yang mengalir ke pejabat tertentu sampai hari ini, belum jelas ujung pangkalnya. Padahal pihak kejari Parepare saat itu telah membuka ke publik melalui media bahwa diduga ada aliran dana korupsi (tindak pidana pencucian uang) yang mengalir ke pejabat tertentu yang jumlahnya miliaran rupiah melalui rekening di bank tertentu.
Berdasarkan realita tersebut maka sungguh sangat diharapkan tindakan nyata dari pihak Kapolri dan Jaksa Agung menerapkan politik hukum membuat jera pelaku korupsi dan mengevaluasi kinerja Polres dan kejari dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.