OPINI — Penularan coronavirus disease 2019 (Covid-19) hingga kini masih terjadi di Indonesia. Penyebarannya pun sudah menjangkau 34 provinsi. Data dari laman covid19.go.id diakses jam 23.10 wita, Senin (13/4/2020) menuliskan, warga Indonesia yang positif terjangkit Covid-19 sebanyak 4.557, sembuh 380 dan meninggal dunia 399. Data ini berbeda saat dibuka pada Ahad (12/4/2020) jam 20.30 yang tertulis jumlah kasus positif covid-19 di Indonesia 4.241, sembuh 359 dan meninggal dunia 373 orang. Dari data tersebut berarti, jumlah warga yang meninggal dunia dalam waktu sehari sebanyak 26 orang.
***
Pengelola media mainstream seperti media cetak, televisi, radio dan media siber sangat hati-hati mempublikasikan data dan identitas warga yang diduga terpapar virus corona. Diawali dari pengumuman resmi Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo. Saat itu, presiden menyebut dua warga Depok, Jawa Barat positif terinfeksi Virus Corona awal Maret 2020. Dua warga tersebut pernah kontak dengan warga negara Jepang yang lebih dulu terinfeksi positif corona.
Sejumlah media saat itu berhati-hati memberitakan identitas lengkap kedua pasien. Bahkan, warga yang tinggal di perumahan dua pasien tersebut sempat memboikot dan menutup akses buat peliputan media. Terutama siaran langsung dari sejumlah stasiun televisi.
Identitas pasien corona tersebut justru tersebar masif di group medsos seperti Facebook, Whatsapp, Instagram dll. Bahkan mereka sempat menyebutkan detail nama kompleks dua pasien itu. Termasuk rumah sakit tempat mereka dirawat. Netizen pun melalui media sosial atau aplikasi pesan secara gamblang mempublikasikan foto dan identitas lengkap dua Warga Negara Indonesia (WNI) tersebut.
Dikutip dari cnnindonesia.com, Pemerintah Indonesia saat itu menyiapkan sanksi bagi penyebar identitas lengkap seseorang yang dinyatakan terjangkit virus corona. Sebab hal tersebut dinilai melanggar hukum dan etika.
Sebelumnya, identitas dua warga Depok, Jawa Barat yang dinyatakan positif menyebar di media sosial (medsos) secara masif. Penyebaran tersebut membuat Juru Bicara Pemerintah terkait Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto memberi pernyataan ancaman. “Tolong dipegang. Ada rahasia medis yang tidak boleh mengekspose nama pasien. Kalau (data) itu bisa keluar bukan dari kami,” ungkap Achmad Yurianto kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (3/3/2020) lalu.
Menurut Yurianto, penanganan publikasi pasien corona di negara lain cukup ketat. Ia mengatakan, riwayat kasus pasien terinfeksi tak pernah diungkap ke publik. Bahkan, lokasi perawatan pasien pun dirahasiakan. Misalnya saja, penaganan kru Kapal Diamond Princess yang terinfeksi corona di Jepang.
Yurianto memastikan bakal ada sanksi hukum bagi siapa pun yang menyebarkan identitas pasien corona.
Ia malah menyebut, Kemenkumham dan Kominfo telah berkoordinasi mengenal hal tersebut. Informasi itu juga sudah dilaporkan ke presiden bahwa akan ada law enforcenment atau penegakan hukum terhadap pelanggar yang menyebar identitas pasien corona.
Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP), Arif A Kuswardono dalam keterangan persnya mengatakan, pengungkapan identitas pribadi pasien positif corona melanggar Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Ia mengatakan, ketentuan tersebut tertuang dalam pasal 17 huruf h dan i UU 14/2008, dimana informasi pribadi dikecualikan bila terkait dengan riwayat, kondisi anggota keluarga, perawatan kesehatan fisik dan psikis seseorang.
Karenanya, lanjut Arif, publik dan petugas diimbau agar menghormati hak tersebut dan tidak membagi, menyebarkan atau men-share informasi pribadi pasien yang bersangkutan di media sosial atau tempat lain. Ia juga meminta media massa memberitakan secara bijaksana atas kejadian yang menimpa ibu dan anak asal Depok Jawa Barat tersebut. Pemerintah saat itu dan hingga kini hanya memberi kode angka pada setiap pasien positif corona.
*Penyebar Identitas PDP Covid-19 Diancam Penjara 2 Tahun
Polri juga telah memperingatkan masyarakat agar tidak sembarang menyebar identitas pasien Corona di ruang publik. Setiap orang yang melakukan itu bisa diancam hukuman penjara. “Persoalan membuka identitas seseorang pada ruang publik yang tidak berdasarkan izin dari yang bersangkutan, tentunya berpotensi melanggar hukum. Oleh karenanya, perundang-undangan sudah mengatur tentang ini semua,” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2020) seperti dilansir detik.com.
Asep menjelaskan hal itu diatur dalam UU Nomor 44 Tahun 2019 tentang Rumah Sakit dan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam UU itu, setiap orang yang menyebarkan informasi soal data pasien bisa dipenjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta.
Penyebaran informasi data seseorang juga diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman dalam UU ITE bahkan lebih berat, yakni 4 tahun penjara. Hal itu diatur dalam Undang-Undang ITE, khususnya Pasal 26 dan 28 b. “Sama esensinya, bahwa orang tidak boleh sembarangan membeberkan data pribadi ke publik tanpa izin. Kalau terbukti dapat terancam hukuman 4 tahun penjara atau denda Rp 750 juta,” ujar Asep.
***