Selasa (17/3/2020) lalu, penulis pertama kali mendapat informasi bahwa ada pasien perempuan berstatus PDP Corona asal RSUD Polman, Sulbar akan di rujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau Parepare. Penulis yang juga nyambi jadi editor di salah satu media siber menyampaikan kepada reporter untuk mencari informasi mengenai rencana kedatangan pasien tersebut. Tentunya dengan protokol kesehatan seperti memakai masker dan pengambilan foto serta rekaman dari jarak jauh. Juga tak boleh memperlihatkan wajah sang pasien. Ini menandakan bahwa standar pengambilan gambar khusus konten vidio juga sudah diabaikan demi menjaga martabat pasien. Sebab tak ada close up wajah dari objek.
Padahal idealnya seperti buku Dasar-Dasar Produksi Televisi karya Andi Fachruddin (Kencana; 2012 : 148), ukuran gambar vidio tersebut ada sembilan. Yang paling utama menurut penulis adalah ukuran gambar longshot, medium shot, close up dan big close up. Khusus close up termasuk memperlihatkan lebih jelas suatu objek. Namun aturan pengambilan gambar itu tak dilakukan secara sempurna. Itu semata-mata menjaga agar wajah pasien tidak terekspose.
Sejumlah wartawan media cetak, televisi dan online sempat menunggu berjam-jam kedatangan pasien di luar ruang Bugenvile RSUD Andi Makkasau saat itu. Ruangan tersebut memang menjadi ruang isolasi bagi pasien covid-19. Tujuannya untuk memberikan informasi yang akurat kepada publik.
Usai liputan, wartawan dan editor pun sangat berhati-hati menuliskan berita tersebut. Jangankan nama dan alamat detail pasien, inisial dan usia pasien saja tak dituliskan. Ini demi menjaga agar identitas pasien tidak terpublikasi. Karena khawatir keluarganya di kampung juga nantinya akan dikucilkan.
Setelah mendapat perawatan selama lebih dua pekan, pasien pertama asal Polman tersebut ternyata negatif covid-19 dan dinyatakan sembuh. Perlakuan penulisan ala jurnalistik serupa juga dilakukan kepada tiga pasien PDP yang pernah dirawat di Bugenvil.
Terlebih lagi, saat dua diantara pasien tersebut yakni berasal dari Pinrang dan Sidrap dinyatakan positif corona. Itu dari hasil pemeriksaan swab laboratorium Kemenkes di Jakarta. Namun atas berkat rahmat Allah SWT dan kerja keras tenaga medis, akhirnya dua pasien positif covid-19 dinyatakan sembuh setelah dirawat hampir tiga pekan. Hasil swab kembali diperiksa dan hasilnya dinyatakan negatif. Kini warga tersebut sudah berkumpul kembali dengan keluarganya. Tapi tentu dengan pengawasan Petugas Dinas Kesehatan setempat.
***
Guna memutus mata rantai penyebaran virus covid-19 ini, pemerintah pun memberlakukan sejumlah kebijakan. Seperti Social Distancing, Physical Distancing, penggunaan masker, cuci tangan pakai sabun dan kini sedang digodok Pembatasan Sosial Berskala Kecil (PSBK). Tak hanya itu, sedang dibahas juga apakah perlu dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bahkan wacana lockdown sempat santer diungkapkan oleh para pakar. Namun hingga kini Pemerintah RI tak punya rencana melakukan lockdown tersebut dengan beragam pertimbangan.
Dinukil dari laman detik.com, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kini telah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Jumat (10/4/2020) lalu sampai 14 hari ke depan. Itu setelah diterbitkan Peraturan Gubernur nomor 33 tahun 2020 yang mengatur PSBB di Jakarta. Tujuannya untuk memutus mata rantai covid-19 dan menekan laju peningkatan pasien positif covid-19 di Jakarta.
Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah seperti dikutip pijarnews.com pernah mengungkap, melakukan isolasi diri merupakan jalan terbaik agar terhindar dari virus covid-19 ini. Bagi yang sudah terjangkit virus corona agar tidak menganggap covid-19 ini sebagai aib keluarga atau pribadi.
“Isolasi mandiri itu jauh lebih baik. Jadi saya minta sekali lagi, korban meninggal disebabkan oleh covid-19 itu bukan aib dan virus juga tidak menyebar kalau mereka sudah dikuburkan,” terang mantan Bupati Bantaeng dua periode itu di Posko covid-19, Rabu 1 April 2020 dikutip dari pijarnews.com.
Kesedihan itu diungkapkan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah lantaran ada sejumlah kasus jenazah covid-19 ditolak untuk dikebumikan di tempat pemakaman umum. Padahal, jenazah tersebut telah dikemas oleh tim medis penanganan covid-19 sehingga diyakini tidak menularkan virus corona.
Dilansir detik.com, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo juga meminta maaf terkait peristiwa penolakan pemakaman jenazah perawat terpapar Corona di Kabupaten Semarang. Dia juga meminta warganya agar mengedepankan rasa kemanusiaan di masa pandemi ini.
Ganjar menyatakan permintaan maafnya lewat video yang juga dia unggah di akun media sosial miliknya. Ia mengaku terkejut ketika dilapori soal penolakan jenazah perawat.
“Saya mendapatkan laporan yang mengejutkan, peristiwa yang membuat tatu ati (sakit hati). Sekelompok warga Ungaran menolak pemakaman pasien COVID-19. Ini kejadian kesekian kali. Dan saya mohon maaf, saya ingin kembali mengajak bapak ibu untuk ngrogoh rasa kamanungsan (memakai rasa kemanusiaan) yang kita miliki,” kata Ganjar, Jumat (10/4/2020).
***