Oleh: Faridatus Sae, S. Sosio
(Aktivis Dakwah Kampus)
Polemik Tapera terus bergulir setelah pemimpin negeri ini resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Sehingga gelombang penolakan yang dilakukan oleh rakyat terus terjadi, lantaran PP tersebut akan mewajibkan perusahaan memotong gaji pekerja swasta. Karyawan swasta akan mendapatkan potongan gaji sebesar 3% sebagai iuran Tapera, dengan rinciannya 2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% menjadi tanggung jawab perusahaan pemberi kerja.
Kewajiban iuran Tapera diyakini bakal menambah beban kelas menengah di Indonesia, lantaran daftar potongan gaji yang diterima karyawan semakin panjang. (SINDOnews.com, 30/5/2024)
Dalam laman yang dimuat (SINDOnews.com, 29/5/2024), disebutkan bahwa tidak hanya buruh, pengusaha pun menolak pemotongan gaji pekerja sebesar 2,5% dan 0,5% dari perusahaan guna membantu pembiayaan pembelian rumah. Sedangkan menurut koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos mengungkapkan Tapera hanya lah beban tambahan dari sepersekian potongan gaji melalui pembiayaan iuran BPJS kesehatan, pensiun hingga jaminan hari tua.
Polemik Tapera sebenarnya sudah bergulir sejak penerbitan PP Tapera pada 2020. Hanya saja, tapera kembali ramai menjadi perbincangan setelah pemerintah mengubah PP No. 25/2020 menjadi PP No. 21/2024. Meski sebagian besar isinya tidak banyak berubah, tetap saja pemotongan 3% gaji pekerja untuk Tapera sangat membebani rakyat secara umum.
Tapera sendiri merupakan singkatan dari Tabungan Perumahan Rakyat. Program yang diluncurkan untuk memenuhi kebutuhan setiap orang yang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Tapera menjadi bukti bahwa negara tidak memiliki politik penyediaan rumah bagi rakyat, dan juga menjadi bukti bahwa Tapera merupakan kebijakan zalim karena memberatkan rakyat dan menyesakkan kehidupan rakyat di tengah kesulitan ekonomi yang dihadapi rakyat. Kehidupan makin sulit, belum untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari rakyat harus jungkir balik. Rakyat mampu makan hari itu saja sudah bersyukur dan tidak mengetahui apakah bisa makan hari esok.
Belum lagi jika rakyat yang bekerja, pekerja negeri maupun swasta harus membayar banyaknya potongan dan pungutan untuk rakyat (macam-macam pajak, iuran BPJS). Yang mana, semua pungutan itu harus dibayar oleh rakyat dan mendapat denda atau tambahan jika tidak dibayar maupun telat dalam pembayaran. Bagi pekerja dengan gaji UMR, potongan 3% untuk Tapera makin memperkecil nominal gaji yang diterima mereka. Bukan hanya Tapera, gaji pekerja sejatinya sudah dipotong dengan beragam program, seperti pajak penghasilan (5—35%), jaminan hari tua (2%+3,7% perusahaan), jaminan pensiun (1%+2% perusahaan), jaminan kematian (0,3%), BPJS kesehatan (1%+4% perusahaan), dan Iuran Tapera (2,5% dan 0,5% oleh pemberi kerja).
Selain itu, Tapera juga bukan solusi untuk kepemilikan rumah bagi rakyat. Justru, Tapera menjadi jalan menguntungkan pihak tertentu. Bahkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan bahwa para pengembang perumahan yang tergabung dalam Apindo siap membantu menyediakan perumahan untuk rakyat. Dengan catatan, selama ada sumber dana yang mencukupi dan bukan dibebankan dari potongan gaji pekerja melalui program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Yang mana tentu, bisnis ataupun pengembang tidak akan mungkin suka rela tergabung dalam program yang itu tidak menguntungkan.
Hal ini, juga akan menguntungkan bagi negara karena tidak kesusahan dalam melayani rakyat dengan menyediakan papan bagi rakyat meskipun rakyat diwajibkan untuk membayar dengan jangka waktu. Sehingga, ini menjadi bukti negara lepas tangan dalam melayani dan menyediakan papan yang layak bagi rakyat.
Sangat berbeda, Islam menjadikan rumah sebagai kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara karena Negara dalam Islam adalah pengurus rakyat, melayani dan menyediakan seluruh kebutuhan rakyat. Sudah semestinya penyelenggara perumahan rakyat sepenuhnya menjadi tanggungan negara, tanpa kompensasi dan tanpa iuran wajib, semua ditanggung negara. Negara bukan pengumpul dana rakyat dan negara bertugas memenuhi kebutuhan rakyat.
Dalam sistem kehidupan Islam, negara bisa memberikan kemudahan pembelian tanah dan bangunan. Selain itu, negara akan membangun perumahan rakyat dengan harga yang sangat terjangkau atau murah. Negara juga akan memenuhi kebutuhan pokok lainnya, seperti sandang dan pangan dengan menetapkan kebijakan pangan yang murah. Para pencari nafkah juga akan mudah dalam mengakses dan mencari pekerjaan sebab negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Sedangkan pendanaannya adalah bersumber dari kepemilikan umum milik rakyat antara lain:
Pertama, Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, yakni sesuatu yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan masyarakat, dan akan menyebabkan persengketaan jika lenyap, seperti air, padang rumput, dan api.
Kedua, Segala sesuatu yang secara alami mencegah untuk dimanfaatkan hanya oleh individu secara perorangan, seperti jalanan, sungai, laut, danau, masjid, sekolah-sekolah negeri, dan lapangan umum.
Ketiga, barang tambang yang depositnya tidak terbatas, yaitu barang tambang yang berjumlah banyak yang depositnya tidak terbatas.
Ketiga jenis ini, haram hukumnya dimiliki individu maupun swasta. Ini merupakan milik rakyat yang dikelola oleh negara dan tidak akan diserahkan kepada asing. Dikelola oleh negara dan hasilnya akan diserahkan kepada pemiliknya yaitu rakyat untuk keperluan dalam pelayanan rakyat oleh negara.
Hanya saja, ini semua akan terwujud jika sistem kehidupan Islam ditegakkan dalam naungan negara, dan akan terwujud kehidupan yang mana Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. (*)
Opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan