Jika utang yang diwariskan oleh para penjajah dahulu sangat dirasakan sebagai sesuatu yang membebani. Bahkan ingin segera menyudahinya. Namun mengapa aspek pemikiran dan sistem kehidupan yang diwariskan oleh mereka hingga kini masih dianut? Ya, sesungguhnya apa yang terjadi kini bukan hanya disebabkan warisan utang yang menggunung saja. Tapi juga tersebab tidak dienyahkannya prinsip kehidupan yang disebarkan oleh negara penjajah Barat, yakni kapitalisme, sebagai anak kandung demokrasi.
Negara-negara Barat dahulu melakukan kolonialisasi dengan hard war berupa peperangan fisik. Kini upaya soft war-lah yang dipilih. Dengan menyebarkan ide sesat kapitalisme demokrasi agar dipeluk oleh negara ‘jajahan’ mereka. Salah satunya menjadikan debt trap (jebakan utang) sebagai taktik dalam memerangkap negara-negara jajahan mereka hingga tak mampu berkutik, dan akan manut mengikuti setiap dikte mereka.
Namun, tak ada sesuatu yang mustahil di dunia ini. Termasuk terselesaikannya benang kusut permasalahan di negeri ini. Ketika telah diakui bahwa akar permasalahanya itu bersifat sistemik, maka langkah penyelesaiannya pun tentu wajib bersifat sistemik.
Di dunia ini ada tiga sistem kehidupan yang saling berlomba untuk diterapkan. Pertama sosialis komunisme yang beberapa waktu lalu telah musnah karena tidak sesuai dengan fitrahnya manusia. Dengan menafikan sama sekali keberadaan Sang Pencipta. Kedua adalah kapitalisme yang kini telah banyak disadari kerusakannya. Ketiga adalah sistem kehidupan Islam. Dimana pernah berjaya mengurus masyarakat dunia selama berabad lamanya. Bahkan diakui oleh para pemikir Barat yang mau jujur dengan kehebatannya mengatur alam semesta meraih keadilan dan kesejahteraan yang didamba setiap insan.
Satu di antaranya adalah ungkapan jujur Sejarawan Barat Jacques C. Reister, “Selama lima ratus tahun Islam menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan dan peradaban yang tinggi.” (Min Rawa’i Hadhratina, karya Dr. Musthafa as-Siba’i)
Peradaban tinggi yang dimaksud tentu ditopang oleh tingkat kesejahteraan, keamanan dan keadilan yang melingkupi seluruh penjuru negeri. Dimana para sejarawan dunia mengungkapkan bahwa saat itu adalah masa puncak keemasan peradaban Islam. Meski sesungguhnya sepanjang lebih dari 14 abad peradaban Islam mengatur dunia, beragam kebaikan senantiasa didapat oleh masyarakat.
Perkara demikian bukanlah retorika belaka atau isapan jempol. Karena sistem aturannya terpancar dari prinsip agung yakni akidah Islam. Ia berasal dari Zat yang Maha Menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan. Sementara manusia adalah makhluk yang serba terbatas bahkan dalam menentukan standar baik dan buruk yang terjadi atas diri mereka. Maka sudah sewajarnya jika manusia menghendaki kebaikan untuk berpegang hanya pada aturan-Nya.
Islam memiliki satu pandangan khas terkait urusan kesejahteraan dan pengurusan rakyat banyak. Bahwa haram atas kaum muslimin berada di bawah bayang dominasi asing. Sebagaimana dalil berikut,
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS. an-Nisâ’ [4]: 141)
Utang sebagai satu pintu menuju terseoknya negeri ke arah dominasi asing menjadi haram untuk diambil. Terlebih ketika berbasis riba. Jelas batil dan terlarang.
Sementara utang yang tidak mengandung riba juga tak berkonsekuensi perjanjian-perjanjian mengikat yang akan melemahkan posisi kedaulatan negara boleh diambil. Itu pun merupakan pintu terakhir di saat kas Baitulmal (lembaga keuangan negara dalam pandangan Islam) kosong. Sementara kekosongan Baitulmal itu sangat jarang terjadi. Itu karena mekanisme pengelolaan harta kekayaan negara dan umum berdasarkan syariat benar-benar melimpah dan lebih dari cukup untuk mengurus setiap kebutuhan publik. Juga memberi kecukupan dari setiap individu rakyat untuk mengecap hajat asasinya.
Sungguh luar biasa syariat Islam ketika mengurusi setiap permasalahan kehidupan. Tinggal satu pertanyaan tersisa. Maukah kita mengenyahkan warisan utang dan sistem kehidupan dari para penjajah? Untuk segera memilih jalan penyelesaian yang berasal dari Zat yang Maha Tahu Hakikat kebaikan dan keburukan bagi setiap hamba-Nya.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.