OPINI — Pandemi virus corona (covid-19) tiba-tiba mengubah keseharian individu dan aktivitas masyarakat, yang membawa dampak perubahan luar biasa untuk semua kelompok masyarakat. Baik kalangan kelas atas maupun kalangan bawah. Demikian juga seluruh aspek kehidupan ikut terpuruk akibat kondisi tersebut, salah satunya bidang pendidikan, sehingga belajar dari rumah merupakan keniscayaan yang harus diterima pelajar dan tenaga pengajar. Hal ini mengakibatkan mahasiswa dan siswa dasar serta menengah dipaksa melakukan pembelajaran di rumah dikarenakan kampus dan sekolah ditutup pemerintah untuk sementara.
Berbagai ragam kepanikan timbul akibat Pandemi virus Covid-19 dalam masyarakat. Pemerintah pusat berupaya secara beruntun menyikapi dengan berbagai tindakan seperti penetapan status siaga sampai dengan status darurat. Tak heran jika kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai diberlakukan diberbagai tempat demi memutus penyebaran covid 19. Masyarakat terus dihujani dengan pemberitaan covid 19. Hal ini menyebabkan kekhawatiran masyarakat untuk keluar rumah.
Akibat dari pembatasan kegiatan masyarakat di luar rumah, membuat penawaran pemanfaatan teknologi menjadi sebuah keniscayaan. Teknologi berperan penting dengan melihat disrupsi akibat pandemi, termasuk disrupsi dunia pendidikan.
Pembelajaran tatap muka yang dilakukan 100 % di sekolah tiba-tiba mengalami perubahan yang sangat drastis. Semua kegiatan pembelajaran dilakukan dari rumah. Proses tatap muka menjadi proses jarak jauh yang difasilitasi media virtual. Hal ini dialami seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pembelajaran dari rumah benar-benar dirasakan berat bagi pelajar maupun tenaga pengajar, bahkan orang tua. Semua lini masyarakat dipaksa untuk bertransformasi dan beradaptasi pada kondisi pandemi ini. Masyarakat diharap mampu beradaptasi secara ekonomi untuk berpindah ke strategi pembelajaran online. Meskipun, dalam kenyataannya, akan banyak tantangan yang dihadapi.
Pembelajaran online menyisakan berbagai problematika. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah di atas 50 % pelajar dan mahasiswa berasal dari kelompok masyarakat menegah dan bawah. Mereka tumbuh dari keluarga berpenghasilan sedang dan rendah yang tentunya mengalami keterbatasan fasilitas sehingga sedikit terganggu dalam kegiatan belajarnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh pelajar daerah yang masih menempuh pendidikan di kota, kini harus bersaing dengan kondisi serba keterbatasan. Fasilitas kampus tidak lagi bisa dipergunakan, jaringan tidak mudah lagi terkoneksi dengan teknologi pendukung seadanya. Tak punya alasan, pelajar daerah harus tetap aktif dalam perkuliahan daring (online) demi memenuhi standar penilaian yang telah ditetapkan.
Kebanyakan pelajar daerah harus menempuh perjalanan beberapa kilometer untuk koneksi internet, bahkan ada yang harus masuk warnet demi untuk mendapatkan peralatan komunikasi dan koneksi jaringan. Tidak pikir panjang, ada beberapa dari mereka yang menginap dan mendirikan tenda di hutan sebagai tempat belajar bersama sekaligus pelindung dari sinar matahari dan hujan.
Jika pelaku dunia pendidikan tidak bertindak cepat dan tepat, maka sepanjang itu pula kesenjangan akan terus terjadi.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyuarakan aspirasi demi sebuah solusi, mulai dari protes ocehan, melakukan komunikasi di media sosial untuk sekedar mendapatkan jawaban dari pemangku kebijakan atau pelaku pendidikan sampai dengan meminta kebijakan guru atau dosen untuk tidak terlalu membebani tugas dan jangka waktu pengumpulan tugas serta alternatif yang tidak terlalu menyusahkan.
Sebenarnya, model pembelajaran di rumah dan di sekolah bisa dikatakan relatif sama kualitas dan tujuannya kalau dalam keadaan normal. Mungkin yang membedakan adalah sarana dan prasarana yang digunakan.
Memang diakui strategi pembelajaran jarak jauh (online) adalah salah satu sarana yang dapat dipilih pada masa-masa sekarang, setidaknya untuk mengurangi dampak di bidang pendidikan. Namun secara kualitas dan pencapaian target belajar belum tentu sama hasilnya antara pelajar.
Dalam situasi darurat, ketika masyarakat (termasuk pelajar dan tenaga pengajar) masih dibayangi wabah mematikan covid-19, seharusnya desain dan proses pembelajaran yang diterapkan berbeda sebab belajar tidak lagi bisa dianggap sebagai hal seperti biasanya (kondisi darurat). Walaupun demikian, kebijakan belajar di rumah yang ditetapkan dengan tujuan untuk menghambat penyebaran virus dalam praktiknya tetap harus mengacu pada kurikulum nasional yang digunakan.
Belum seragamnya proses pembelajaran, baik itu terkait standar maupun kualitas capaian pembelajaran yang diinginkan hingga saat ini masih menjadi sebuah problematika besar di kalangan pelajar daerah. Ketidaksetaraan fasilitas pembelajaran berupa koneksi internet dan peralatan komunikasi seperti laptop atau smartphone akan mengakibatkan kesenjangan yang semakin tajam.
Begitulah kira-kira info yang didapatkan. Patut diapresiasi semua yang telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan agar pembelajaran tidak terhenti. Harapan besar kepada pelaku pendidikan agar mencari alternatif lain khusus bagi pembelajaran jarak jauh yang tidak terjangkau akses internet untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami pelajar daerah terutama daerah yang berada di pegunungan.
Jadi, sambil menunggu kebijakan atau solusi yang akan diberikan pemerintah mengenai pendidikan, para orang tua harus mengambil peran dalam pembelajaran di rumah. Mengontrol serta belajar mandiri, terutama yang berorientasi kepada minat bakat anak.
Kemudian, inilah waktu yang tepat bagi pelajar agar memelihara kembali literasi dengan memperbanyak membaca. Pendemi covid-19 bukan alasan untuk bersantai dan bermalas-malasan di rumah tanpa berbuat sesuatu yang bermanfaat. Banyak yang bisa dilakukan dari rumah, seperti membaca buku, belajar tata cara beribadah, benyanyi, berpuisi dan sebagainya. Bukan tidak mungkin ketika wabah ini telah berakhir akan muncul bakat dan potensi baru dari pelajar dan mahasiswa. (*)
(Tulisan ini dikembangkan dari Mata Kuliah Kurikulum dan Buku Teks)
*Penulis adalah Mahasiswa TIPS IAIN Parepare Pengurus HMPS TIPS, HMI Parepare.