Penulis: Aprianto (Ketua Umum IPMI Sidrap)
PIJAR OPINI — Dalam dinamika kehidupan, pemuda adalah identitas yang sangat unik dan susah ditebak. Meski demikain, fitrah mereka ‘dipaksa’ oleh realitas sosial untuk menjadi lokomotif perubahan. Sejarah telah berbicara, pemuda telah eksis dalam mengawal segala bentuk perubahan, dari masalah politik, ekonomi, hingga budaya.
Dalam lembaran sejarah Indonesia, pemuda bisa dibilang dominan menentukan arah bangsa. Tan Malaka, Sjahrir, Sutomo hingga Kartini dan puluhan tokoh pemuda masa itu menjadi promotor demokrasi. Sekaligus sukses mengangkat derajat dan martabat rakyat Indonesia.
Pada masa itu, para pemuda punya cara pandang yang konsisten dalam mengawal sebuah nilai yang dicita-citakan. Mereka juga memiliki pandangan politik yang cukup tajam. Eksistensi mereka cukup menggambarkan integritas dan semangat pemuda masa lalu.
Bagaimana dengan pemuda saat ini? Peran-peran pemuda pada masa lalu itu mesti dikonsepsi kembali oleh pemuda masa kini. Utamanya nilai integritas dan semangat.
Karena integritas adalah prisip untuk menegaskan bahwa pemuda itu masih memiliki marwah berfikir untuk menopang semangat berapi-api. Integritas adalah modal pemuda dalam mengawal perubahan sosial.
Struktur sosial ,watak budaya,dan arah ekonomi telah berubah dan semangat zaman juga berubah dengan sangat cepat. Memang harus diakaui bersama bahwa tugas pemuda hari ini lebih berat dari pada tugas toko pendahulu kita namun hal tersebut seharunya tidak membuat semangat pemuda yang lahir di zaman ini kendor. Suda saatnya kita berbenah diri dan hal yang perlu dilakukan dewasa ini adalah Ber partisipasi dalam konsuldasi demokrasi dan mendorong secepatnya agar demokrasitisasi berjalan seperti apa yang di amantkan dalam konstitusi bernegara kita. Untuk mendorong agar demokarasi ini bisa berjalan, peran pemuda sangat di butuhkan dalam untuk segera berpartisipasi agar cita-cita yang kita inginkan bersama segera tercapai.
Peran politik yang perlu bersama-sama kita jalankan di era sekarang tidak mudah. Kita berhadapan dengan kepentingan-kepentingan yang menawarkan materi. Kita dihadapkan pada dua pilihan; 1) menempuh jalan pragmatis agar kita memiliki anggaran yang banyak untuk modal politik. 2) tetap berpegang teguh pada nilai integritas yang kita pegang sekarang agar kita bisa independen dalam mendorong perubahan.
Memang dalam fakta politik di Indonesia yang dialami,sangat bertentangan dengan Ensensi politik yang sebenarnya. Sebanarnya cita-cita politik kalau kita berangkat dari definisinya maka istilah politik ini lahir untuk menyelesaikan permasalahan sosial. Jika politik tidak tidak bisa menyelesaikan masalah sosial berarti hakikatnya politik ini dipelintir oleh oleh pelaksan pelaksana politik dan Etos politik yang berwatak manusiawi akan hilang. Jika etos politik ini hilang maka suda pasti segala cara akan di Praktekan oleh pelaku politik dan akan membawa bencana sosial seperti apa yang di katakan oleh Hobes dalam teorinya. homo homini lupus. Manusia akan menjadi musuh bagi manusia yang lain”. dan sudah tentu hal ini akan menyandera masadepan demokrasi kita. (*)
*ket: ilustrasi HSP (foto: getscoop)