Oleh:
Rusdianto Sudirman,S.H,M.H, C.Me
Dosen IAIN Parepare
Ketua LBH Ansor Kota Parepare
BEBERAPA hari terakhir ini publik kembali memperbincangkan terkait pernyataan Rocky Gerung (RG )yang kontroversial. Ada yang menyebut RG menghina presiden dan ada pula yang menuduh RG menyebarkan berita bohong. Namun tentu apa yang dilontarkan RG bisa dimaknai berbeda oleh setiap orang , bergantung keberpihakan mereka. Karena di Indonesia saat ini sulit untuk berdebat bagi mereka yang sudah berpihak atau sudah menentukan pilihan.
Oleh karena ini, penulis mencoba memberikan pandangan terkait isi pernyataan RG yang oleh banyak kalangan telah mengandung penghinaan terhadap Presiden ataupun menyebarkan berita bohong.
Menurut penulis penyataan RG bukan persoalan kritik, bukan pula terkait dengan UU ITE, akan tetapi RG telah menyebarkan berita bohong dengan menyebut presiden RI menjual negara. Pertanyaannya sekarang kepada siapa negara ini dijual? dan siapa yang membeli?Jadi ini harus dapat di buktikan dengan data dan fakta, jika tidak maka RG menyebarkan berita bohong.
Selanjutnya di kesempatan lain RG juga mengatakan seluruh kebijakan bangsa ini telah dikhianati oleh pimpinan tertinggi bangsanya. Maka RG harus pula membuktikan kebijakan yang mana yang telah mengkhianati pimpinan tertinggi bangsa. Seharusnya jika benar ada yg berkhianat kenapa tidak diproses secara konstitusional. Impeachment misalnya, tapi toh sampai saat ini kondisi negara aman-aman saja.
Kemudian RG juga bercerita yang tentu masih harus diuji kebenarannya tentang Omnibus Law yang terkait dengan kepentingan penindas. Lalu cerita dramatis mengenai petani sawit dari Sumatera yang sekolahkan anak di Jember yang katanya harus menarik dua anaknya yang sekolah di Jember karena janji presiden terkait kebijakan negara yang tidak bisa menjaga pendapatan buruh, tapi yang disalahkan buruhnya, sehingga mimpi buruh tani dibatalkan oleh ketidak konsistenan presiden Jokowi.
Juga cerita tentang manajer-manajer yang akan dapat pensiun satu miliar, ternyata hanya dapat 25 juta karena dirampok oleh kebijakan omnibuslaw. Lalu cerita presiden Jokowi yang tidak pernah peduli permintaan buruh, Jokowi ingin menunda Pemilu karena belum ada kesepakatan dari ketua ketua partai, siapa yg akan melindungi Jokowi setelah dia lengser. Menurutnya Jokowi masih pergi ke China untuk menawarkan IKN, dia mondar- mandir dari koalisi satu ke koalisi yang lain, karena memikirkan nasibnya sendiri, bukan memikirkan nasib kita (rakyat). Benarkah cerita-cerita yang dikatakan oleh RG itu sebagai fakta atau justru kebohongan yang kemudian dijadikan alasan keinginannya di 10 Agustus ini akan membuat kemacetan di jalan tol?
Kalau memang apa yang RG ucapkan dan disiarkan itu adalah pemberitahuan bohong yang dengan sengaja untuk menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, maka apa yang dilakukan RG telah memenuhi unsur perbuatan pidana, yang sanksi hukumannya 10 tahun, sehingga tersangka pelaku bisa langsung ditahan. Ini aturan di UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan tidak ada hubungannya dengan UU ITE, dan bukan pula delik penghinaan, serta bukan delik aduan.
Lupakan ucapan kasar, lupakan penghinaan, atau pencemaran nama baik pada Presiden Jokowi. Lupakan pula pasal-pasal perbuatan melanggar UU ITE, karena sulit atau bahkan tidak bisa pasal-pasal UU ITE dikenakan pada RG. Dalam hal ini pidana berdasar UU ITE tidak bisa meruntuhkan kesombongan perbuatan orang seperti RG.
Namun apabila ucapan-ucapannya yang dapat tepuk tangan itu terbukti berisi kebohongan, kalimat-kalimatnya yang berupa tuduhan-tuduhan itu ternyata tidak benar, alias kabar bohong, atau merupakan pemberitahuan bohong, maka RG ini bisa terkena pasal pidana yang sanksinya malah berat. Yaitu menyiarkan pemberitahuan bohong dengan maksud menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Perbuatan itu diancam sanksi dihukum setinggi tingginya 10 tahun. Tinggal kita lihat saja. Jika benar-benar terjadi keonaran, atau keributan di masyarakat, maka pelanggaran terhadap pasal 14 ayat 1 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana unsur-unsurnya terpenuhi. Pelaku bisa ditahan karena ancaman pidananya di atas 5 tahun.
Tapi jika tidak sampai onar, tetap saja bisa melanggar pasal 14 ayat 2 UU No 1 tahun 1946, ancamannya 3 tahun. Kita tunggu saja polisi akan pakai pasal itu atau tidak. Kita perlu menyaksikan bahwa kesombongan seseorang itu lebih banyak merugikan diri sendiri daripada merugikan orang lain. Orang yang dihina, dinistakan, sebenarnya tidak akan rugi atau terhina, apalagi presiden kalau hanya dituduh oleh orang seperti RG, tidak ada pengaruhnya. Justru pelaku yg akan ternistakan, baik saat hukum ditegakkan, ataupun tidak. Tinggal tunggu saja 15 Agustus nanti benar-benar terjadi keonaran di dunia nyata sebagai hasil provokasinya atau tidak.
Pokoknya kita tunggu apa yang terjadi, jika benar-benar terjadi keonaran maka unsur pidananya kuat, tersangka pelanggaran pasal ini bisa langsung ditahan, oleh penegak hukum. Kalau terjadi, mungkin itu akan jadi contoh pelajaran bagi orang seperti RG.
Terakhir dari penulis, Gerakan Moral Mesti Bermoral, jika mau mengkritik Presiden atau pejabat manapun maka kritiklah kebijakannya, bukan personnya.
Mereka yang mengkritik dan komentar dengan cara kasar dan tidak beradab menunjukkan kepalanya hanya berisi sampah, tidak punya gagasan dan argumen yg berakal sehat. Pada akhirnya RG selalu mengaku berakal sehat, tapi justru membongkar sendiri kedunguannya. (*)