Beliau juga mengutip Perjanjian Lama, Kitab Imamat 23;24 dikatakan: “Katakanlah kepada orang-orang Isra’el, begini: Dalam bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, kamu harus mengadakan hari cuti penuh yang diperingati dengan meniup terompet, yakni hari pertemuan kudus” (Imamat 23:24).
Beliau juga menuliskan riwayat petasan sebagai tradisi masyarakat Tiongkok/Cina. Tujuan menciptakan petasan dalam masyarakat Tiongkok/Cina adalah untuk mengusir roh jahat. Dentuman yang keras tidak disenangi para roh jahat, dan dentuman berkali-kali disertai sinar berwarna membuat roh jahat lari terbirit-birit.
Dalam perayaan tahun baru, terompet dan petasan menjadi alat populer di kalangan penyambut awal tahun pada semua kalangan. Tapi sayangnya, alat ritual agama Yahudi, Nasrani atau pun Cina tersebut hanya menjadi penghibur belaka.
Bagi umat Islam, perayaan tahun baru masehi kontroversial. Tidak ditemukan keterangan dalam dalil naqli, baik Al-Quran maupun hadis dan keterangan sahabat. Meski demikian, umat Islam seluruh dunia ikut bereuforia pergantian tahun baru masehi.
Bolehkah umat Islam merayakannya? Allahu ‘alam, tidak ada keterangan yang jelas atas keharaman dan kehalalannya. Para ulama lebih mengharamkan dengan dalih menyerupai kaum Yahudi atau Nasrani yang menyambut tahun baru masehi dengan ritual agama mereka. Sebagian ulama lainnya, mengharamkan perayaan tahun baru masehi yang berbau maksiat dan hura-hura.
Bagi umat Islam di Indonesia, khususnya dari kalangan Nahdiyyin mulai mentradisikan budaya baru dengan menyambut tahun baru dengan berbagai kegiatan keagamaan. Misalnya menggelar pengajian, diskusi, zikiran atau istighozah. Tradisi baru Nahdiyyin ini harus dijalarkan ke segenap umat Islam, bukan saja di Indonesia tetapi seluruh dunia.
Langkah umat Islam di Indonesia patut diapresiasi. Meski tidak ada keterangan dalil tentang perayaan tahun baru, tetapi dengan mengisinya dengan kegiatan bernuansa Islami akan menggeser budaya hedonis yang mulai melekat dalam tahun baru masehi.
Ciptakan perayaan tahun masehi dengan tradisi keagamaan agar masyarakat tidak terjebak pada perilaku maksiat. Hal itu jauh lebih baik daripada meributkan halal haramnya, sementara hedonistik dan maksiat tak terhalangi.
Bagaimana pun, tahun masehi merupakan sistem penanggalan yang berlaku universal dan digunakan umat Islam seluruh dunia. Keberadaannya sama dengan penanggalan tahun Hijriyah yang ditetapkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab.
Tahun masehi didasarkan pada putaran matahari (syamsiyyah) sementara tahun hijriyah berdasarkan bulan (qamariyah). Kedua penanggalan ini tetap relevan dengan ketetapan Allah Swt tentang masa yaitu 12 bulan, baca QS. At Taubah ayat 36. Allahu a’lam bissawab.
Penulis : Suherman Syach
Direktur RED Institute dan Civitas Akademika IAIN Parepare