OPINI — Isu penyebaran virus corona yang memenuhi pemberitaan hampir semua media ternyata memiliki pengaruh signifikan terhadap para pejuang leterasi bangsa. Munculnya ragam opini dengan perspektif keilmuan berbeda membuktikan bahwa mereka turut berkontribusi menyikapi problematika bangsa. Awalnya, hanya terkait dengan medis, lambat laun merembes pada kajian, agama, ekonomi, antropologi, sosial, hukum, komunikasi, politik dan beberapa disiplin ilmu lain.
Asumsi sederhananya, mungkin mereka hanya bermaksud mengisi kevakuman setelah adanya himbauan social distance, atau karena rasa tanggung jawab ilmiah yang mesti diberikan untuk bangsanya. Apapun motifnya, karya mereka turut mengambil peran pada evolusi literasi di tengah merebaknya virus covid 19.
Budaya literasi ini sebenarnya secara tidak sadar terkonstruk sejak masing-masing sudah masuk bergabung dengan grup komunikasi chat, yang acapkali menulis, membaca dan menyampaikan. Kemampuan ini ternyata sudah dimiliki oleh hampir semua pengguna facebook, whatsapp, twitter dll.
Dokumentasi sederhana hari ini bukan berarti tidak bermanfaat buat generasi berikutnya, catatan dan tulisan pendek tentang hari dan tanggal kejadian, suatu ketika akan bermanfaat. Tidak mustahil catatan ini menjadi data untuk tulisan selanjutnya, minimal bagi para pengagum teori siklus dalam sejarah. Seperti dalam HR. Al Dailami Rasulullah pernah bersabda.
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لِكُلِّ قَرْنٍ مِنْ أُمَّتِي سَابِقُون، أخرجه الديلمي
Artinya.
Dari Ibnu Umar, dari Nabi saw bersabda. Setiap satu qarn dari umatku akan lahir pembaharu.
Satu qarn dalam teks hadis di atas adalah seratus tahun (مِئَةُ سَنَة) atau satu abad, yang didalamnya akan muncul tokoh-tokoh pembaharu dalam melakukan kebaikan (مُتَقدِّمونَ سابِقون فِي الخيراتِ،). Pembaharuan inilah oleh sebagian ormas keagamaan di Indonesia disimbolkan dengan terminologi Nahdhah (kebangkitan) dan tajdid (pembaharuan). Detailnya karakter pembaharu ini cukup jelas dalam QS. Al Waqi’ah: 11 Allah berfirman.
أُولَـٰئِكَ الْمُقَربون
Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah).
Terkonstruknya budaya literasi di tengah merebaknya virus covid 19, menjadi awal kebangkitan sebuah peradaban baru. Hal ini, memberikan jawaban terhadap hasil penelitian Samuel P. Huntington, seorang profesor Ilmu Pemerintahan bahwa “akan terjadi konflik dengan benturan peradaban pasca runtuhnya tembok berlin”. Mungkinkah budaya literasi ini menjadi indikator kemajuan dari suatu bangsa?.
Jawabannya menjadi anti tesa dari penelitian tersebut. Teori siklus merebaknya virus mematikan konon dalam hitungan seratus tahun (قرن) atau satu abad. Artinya benturan peradaban akan melahirkan integrasi, akulturasi atau asimilasi budaya corak baru dengan tokoh baru.
Akankah pembauran kebudayaan itu berasimilasi dengan hilangnya ciri khas kebudayaan masing-masing sehingga membentuk kebudayaan baru, atau sebaliknya berakulturasi dengan bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli?
Kalimat retoris di atas cukup untuk dijawab oleh masing-masing pembaca agar membangun motivasi untuk berkontribusi dalam budaya literasi bangsa. (*)