OPINI, PIJARNEWS.COM— Sebagian orang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa surat keterangan (Suket) kependudukan tidak sah digunakan untuk memilih di TPS bagi pemilih yang tidak terdaftar di DPT pada Pilkada serentak tahun 2018. Hal ini disebabkan karena pemahaman hukumnya yang terkungkung terhadap UU NO.1 TAHUN 2015 maupun UU NO. 8 TAHUN 2010 PERUBAHAN, dan mengabaikan UU NO 10 TAHUN 2016 PERUBAHAN KEDUA pasal 61 ayat (1).
SUKET hubungannya dengan pilkada ada dua:
1). SUKET DINAS DUKCAPIL :
a). SUKET bagi pemilih yang kehilangan atau tercecer E-KTPnya adalah sah digunakan untuk memilih.
b). SUKET bagi pemilih yang masih dalam tahap proses untuk mendapatkan E-KTP adalah tidak sah digunakan untuk memilih di TPS. (UU NO 10 TAHUN 2016 pasal 61 (1).
2). SUKET PPS atau KPU kab/ kota sesuai
PKPU NO 8 TAHUN 2018 ayat 2 dan 6
dan tenggang waktunya paling lambat
3 hari sebelum pencoblosan di TPS harus
melapor ke- KPU untuk mendapatkan
model A.5-KWK .
SUKET dari PPS asal atau KPU adalah berlaku bagi pemilih pindahan bagi yang memenuhi kriteria yang tertuang pada PKPU NO. 8 TAHUN 2018 pasal 8 ayat 2. Tentu timbul pertanyaan bagaimana dengan pemilih yang menggunakan hak pilihnya tidak sesuai dengan ketentuan tersebut maupun pemilih pindahan yang menggunakan SUKET DINAS DUKCAPIL untuk pindah memilih di TPS lain. Kedua tindakan/ perbuatan hukum pemilih tersebut adalah tidak sah atau batal demi hukum karena bertentangan dengan hukum.
Penòmena lain yang yang timbul karena penggunaan SUKET untuk memilih adalah menurut sumber yang kami peroleh , data data pemilih pengguna SUKET tidak terdata atau tidak tercatat sesuai sistem administrasi yang baik di TPS tempat memilih. Bila hal itu benar terjadi maka patut diduga sebagai modus kecurangan untuk mengaburkan atau menghilangkan jejak pengguna SUKET terlarang tersebut. Tentu hal tersebut bertentangan UU NO. 10 TAHUN 2016 pasal 135A. (pelanggaran administerasi/pidana).
Bila pengguna SUKET tidak tercatat dalam daftar pemilih, baik pemilih tambahan yang harus tercatat dalam DPPh dan pemilih yang tidak tercatat dalam DPT harus tercatat dalam DPTb maupun dalam model A.Tb-KWK (PKPU NO. 8 TAHUN 2018 pasal 5 ayat (1) huruf (m). Maka hasil penggunaan hak pilihnya adalah tidak sah atau batal demi hukum. Hal tersebut diatur secara tegas dalam UU NO 10 TAHUN 2016 pasal 57 ayat 4 ” … yang tidak terdaftar dalam pemilih… tidak dapat menggunakan hak pilihnya, dan PKPU NO 8 TAHUN 2018 pasal 6 tentang pemilih yang berhak menggunakan hak pilihnya adalah terdaftar sebagai pemilih di DPT (MODEL A.3-KWK), Pemilih yang terdaftar diDPPh (MODEL A.4-KWK) dan pemilih yang tidak terdaftar di DPT tetapi berhak menggunakan hak pilihnya maka harus didaftar dalam MODEL A.Tb-KWK.
Penggunaan SUKET dalam pilkada Parepare yang jumlahnya sangat fantastis menuai aksi protes keras (aksi turun jalan) dari PASLON NO 2 karena menduga adanya kecurangan yang terjadi sehubungan terbitnya SUKET dari DINAS DUKCAPIL yang jumlahnya kurang lebih tiga ribu pemilih . Hal ini tentu sangat besar pengaruhnya dengan perolehan hasil suara yang selisih sekitar 1.858 suara.
Modus kecurangan klasik dengan SUKET dalam pilkada sebenarnya telah ditutup rapat sehubungan dengan terbitnya UU NO. 10 TAHUN 2016 khususnya pasal 61 ayat 1 yang hanya membolehkan pemilik E-KTP untuk menggunakan hak pilihnya di TPS, bagi pemilih yang tidak terdaftar di DPT, sedangkan pemilih yang mengantongi SUKET yang masih dalam tahapan proses untuk mendapatkan E-KTP adalah terlarang atau tidak dibenarkan.
Intinya sekarang adalah apakah Tim Hukum paslon nomor 2 Parepare mampu meyakinkan majelis hakim Mahkamah Konstitusi bahwa penggunaan SUKET bagi pemilih yang tidak terdaftar di DPT adalah tidak sah atau batal demi hukum dan penggunaan SUKET yang jumlahnya kurang lebih 3.000 pemilih sangat mempengaruhi bahkan sangat menentukan perolehan hasil suara yang selisihnya sekitar 1.800 suara . Hal lain yang mendasar adalah apakah Tim Hukum paslon no.urut 2 mampu menyakinkan majelis hakim MK untuk menelusuri/ membongkar modus pembuatan/penerbitan SUKET DINAS DUKCAPIL PAREPARE yang jumlahnya sangat fantastis itu, dan apakah sesuai dengan prosudur peraturan perundang- undangan yang berlaku ataukah bertentangan dengan ketentuan perudang- undangan. (Bersambung)
Penulis : M. Nasir Dollo, SH, MH (Ketua YLBH Sunan), Parepare 9 Juli 2018