Oleh : Ratih Ramadani, S.P
(Praktisi Pendidikan)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mencatat sedikitnya 6.000 orang dari sejumlah daerah di provinsi tersebut mengungsi akibat rumah, lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir sejak beberapa pekan terakhir ini.
“Mereka yang mengungsi berasal dari Kabupaten Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan Kota Dumai. Sedangkan warga dari kabupaten dan kota lain yang terdampak banjir belum tercatat ada yang mengungsi,” kata Kepala BPBD Riau M. Edy Afrizal dalam keterangannya di Pekanbaru, seperti dikutip Antara, Sabtu (13/1/2024).
Edya Afrizal mengatakan jumlah korban banjir di Provinsi Riau terus bertambah. Pihaknya mencatat jumlah warga provinsi itu yang mengungsi akibat banjir sudah mencapai 6.467 jiwa.
BPBD mencatat jumlah pengungsi terbanyak adalah warga Kabupaten Rokan Hilir, yakni 3.992 orang lantaran rumah mereka terendam banjir.
Bencana banjir yang terjadi awal 2024 ini merupakan kejadian berulang. Lagi-lagi banjir setiap musim hujan datang. Bahkan, ada wilayah-wilayah tertentu yang mendapatkan julukan “langganan banjir” karena tiap tahun selalu mengalami banjir.
Kerusakan Alam Bersifat Sistematis ?
Berdasarkan pengkajian mendalam tersebut, akan didapati bahwa bencana banjir bahkan bencana lainnya adalah hasil dari kerusakan alam yang bersifat sistemis dan harus diberi solusi sistemis. Faktor cuaca ekstrem yang menyebabkan tidak menentunya musim misalnya, ternyata terkait dengan isu perubahan iklim yang dipicu perilaku manusia yang semakin sesuka hati terhadap lingkungan, termasuk akibat kebijakan pembangunan kapitalistik yang eksploitatif dan tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan.
Inilah model pembangunan yang dibangun atas asas kapitalisme yang hanya mengutamakaan keuntungan dan abai atas dampak terhadap lingkungan termasuk tata kota secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, Pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan pariwisata dan sebagainya.
Pembangunan fasilitas publik, seperti sekolah, rumah sakit, jalan, pasar, masjid, dll akan diatur dengan memperhatikan lokasi permukiman sehingga warga mudah mengakses fasilitas publik. Adapun industri dan pertambangan akan dijauhkan dari permukiman sehingga tidak membahayakan warga.
Hasil hutan juga boleh saja dimanfaatkan, baik berupa kayu maupun tambang, tetapi laju pengambilan hasil hutan harus sesuai dengan hasil pengkajian para ahli sehingga tidak merusak alam. Cara penambangan juga harus memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan sehingga tidak menghasilkan kerusakan dan limbah yang mengganggu kesehatan rakyat.
Pembangunan dalam Islam ?
Paradigma pembangunan Islam yang berdasarkan syariat dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat ini telah diterapkan selama berabad-abad oleh sistem Islam. Tidak hanya tertata dengan baik hingga menghasilkan kenyamanan bagi warga, tata kotanya bahkan menjadi simbol peradaban Islam. Sebagian kota menjelma menjadi pusat politik dan pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan pusat studi agama.
Sistem Islam menerapkan konsep hima, yaitu kawasan yang dilindungi. Ada kawasan yang tidak dibolehkan untuk diambil hasilnya, apa pun itu, demi menjaga kelestarian lingkungan. Inilah hutan lindung dalam konteks hari ini. Dengan demikian, tidak hanya pesat, pembangunan dalam sistem Islam juga memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, terwujudlah keamanan bagi warga.
Inilah kebijakan pembangunan dalam Islam mempertimbangkan kemaslahatan Masyarakat dan menjaga lingkungan agar tetap dalam keharmonisannya. Pembangunan dilaksanakan untuk kepentingan umat dan memudahkaan kehidupan umat. Penguasa menjalankan kebijakan berdasarkan aturan Allah dan RasulNya
Walllahu’alam Bisshowab