Oleh : Novitasari
(Mahasiswi Program studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
IAIN Parepare)
INDONESIA adalah negara majemuk negara yang memiliki beragam ciri khas, agama, tradisi, dan kebudayaan. Kebudayaan adalah perwujudan dari sebuah renungan, kerja keras dan kearifan masyarakat dalam mengarungi dunianya.
Budaya mengandung arti yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Meskipun saat ini ada beberapa kalangan masyarakat yang menganggap kebudayaan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang lain dianggap bertentangan dengan agama. Perlu diketahui bahwa agama bersumber dari Allah, bersumber dari manusia, akan tetapi tidak berarti keduanya tidak berhubungan sama sekali melainkan memiliki hubungan yang erat.
Kebudayaan setiap daerah terkadang memiliki pemaknaan yang sama namun pelaksanaanya yang berbeda. Pola-pola unik yang diciptakan masyarakat menjadi daya tarik sendiri dalam menjalankan budaya yang diwariskan nenek moyang sehingga berbeda dengan daerah lain.
Bugis adalah salah satu suku yang dikenal dengan kekentalan budaya dan adat istiadatnya. Sebagian besar masyarakatnya masih tetap melestarikan budaya leluhurnya hingga saat ini. Budaya tersebut berupa kesenian, bahasa, sistem kemasyarakatan, serta budaya-budaya lokal lainnya yang mempunyai nama tersendiri di tiap daerah yang ada di Sulawei Selatan.
Tradisi yang menjadi kebudayaan yang turun temurun masyarakat yang ada di Suku Bugis khususnya di Desa Salipolo kabupaten Pinrang yaitu tradisi ma’baca baca. Baca-baca berarti membacakan doa dihadapan hidangan makanan yang menjadi sebuah tradisi masyarakat Bugis khususnya di Desa Salipolo Yang masih dilestarikan hingga kini. Masyarakat Bugis di Desa Salipolo begitu gigih dalam menjaga dan mempertahankan adat-istiadatnya. Secara umum tradisi ma’baca-baca pada masyarakat di Desa Salipolo masih terlihat dan dilaksanakan sampai sekarang. Sehingga tidak heran jika adat ini ada yang menganggapnya sah saja, dan sekedar mengikuti.
Ma’baca-baca umumnya dilakukan masyarakat saat Lebaran maupun dalam rangkaian acara ritual adat Bugis, baik itu pernikahan, akikah, sunatan, hingga ketika ingin memasuki rumah baru. Secara umum Mabbaca-baca hanya dilaksanakan pada saat-saat tertentu saja, yakni ketika seseorang dianggap mampu secara materi sehingga dapat menyajikan menu-menu baca-baca.
Ritual Ma’Baca-baca ini biasanya dilakukan oleh orang yang dianggap sesepuh atau tokoh masyarakat atau Imam Masjid dalam sebuah kampung atau orang yang dituakan dalam sebuah keluarga.
Dimana, dihadapan sesepuh akan dihidangkan makanan yang telah ditata dalam sebuah nampan yang orang Bugis menyebutnya ‘Bakik’, di depan orang sesepuh itu dengan berbagai macam lauk pauk dan tak lupa beras ketan yang orang bugis katakan adalah sokko, dilengkapi dengan tungku kecil yang disebut ‘dupa-dupa’ yang berisikan kemenyan dan bara api.Nantinya bara api tersebut akan ditaburi bubuk berwarna merah sehingga menghasilkan asap yang berbau menyengat. Disitulah sesepuh memulai Ma’baca-baca. Yang berisikan salawat kepada nabi dan membaca ayat-ayat Alquran, orang bugis melaksanakan ritual ini adalah suatu bentuk dari rasa syukur yang kemudian di implementasikan dengan aksi nyata, disamping itu juga ritual ini bertujuan unyuk mempererat tali silaturahim dengan para tetangga.
Adapun beberapa jenis-jenis ma’baca-baca pada masyarakat di Desa Salipolo yaitu, ma’baca doang ketika menjelang puasa, baca doang salama’, baca doang bariala, baca doang untuk keselamatan rumah, baca-baca pabbilang penni, dan baca doang ketika akan pindah ke rumah yang baru.
Adapun makna yang terdapat dari tradisi ma’baca-baca ini adalah amanah yang diwariskan kepada penerusnya.
Berdasarkan tanggapan salah satu narasumber yaitu imam mesjid atau orang yang dipercaya melakukan tradisi ma’baca-baca ini mengatakan bahwa “tradisi Ma’baca-baca ini bukan hanya semata-mata sebagai ungkapan rasa syukur, melainkan juga sebagai bentuk mempererat silaturahmi antar warga dan keluarga” (ujarnya dalam bahasa Bugis).
Ritual ini sangat sulit dihentikan karena berasal dari nenek moyang mereka yang dianggap keramat. Dalam pelaksanaannya, mereka hanya mengubah doa-doa yang sebelumnya bercorak animisme (kepercayaan nenek moyang) dan bernuansa kepercayaan lokal diganti dengan doa yang sesuai tuntunan Alquran dan Hadits, Doa-doa tolak bala, kalimat-kalimat kesyukuran, dan doa untuk orang mati versi sebelumnya diubah dengan versi yang bernuansa Islam sehingga menurut orang bugis itu sendiri yang dilakukan ini bukanlah suatu kesyirikan.
Akan tetapi jangan sampai sebuah kepercayaan dan tradisi menggiring pada kesyirikan terhadap Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (q.s An nisa : 48)
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa ayat tersebut membawakan hikmah yaitu menyeruh kepada manusia untuk membedakan yang haq dan yang bathil, sehingga dalam pelaksanaan ritual ini budaya tradisi Bugis dengan budaya Islam dikolaborasikan menjadi satu bagian yang utuh yang tidak bisa dipisahkan dalam adat Bugis. Dalam tradisi ma’baca baca ini terdapat unsur kepercayaan kepada Tuhan. Pada proses pelaksanaannya tradisi Mabbaca maca masih terdapat praktik-praktik budaya pra-Islam, yaitu budaya lokal masyarakat yang telah disandingkan dengan budaya Islam. karena hal tersebut disebabkan Islam masuk, tidak serta-merta menghapus budaya lokal masyarakat pada umumya yang sudah menjadi tradisi mereka, Namun islam menyesuaikan dengan keadaan masyarakat tersebut sehingga budaya lokal ke dalam budaya Islam terdapat penyesuaian dalam pelaksanaannya.
Bagi masyarakat diharapkan agar tetap menjaga, melestarikan kebudayaan nya dan tetap memperkaya khasanah kebudayaan lokal sesuai dengan tuntunan ajaran islam agar tidak ada unsur kemusyrikan dan hal-hal yang menyimpan dari ajaran islam yang sesungguhnya. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.