OPINI — Allah dalam Alquran menyatakan bahwa wa yakhluqu mâ lâ ta’lamûn (Dia mencipta apa yang kalian tidak ketahui). Ayat ini terdapat dalam Alquran surah an-Nahl, surah ke-16 ayat 8. Melalui ayat ini, Allah hendak mengingatkan manusia bahwa ada banyak makhluk yang diciptakan oleh Allah di luar pengetahuan manusia sebelumnya, termasuk virus.
Di awal tahun 2020 ini, masyarakat Indonesia khususnya, dan masyarakat dunia umumnya dikejutkan dan dihebohkan oleh mewabahnya virus berbahaya dan mematikan yang telah menelan korban meninggal ratusan orang.
Virus itu bernama corona. Corona merupakan virus yang sangat berbahaya dan mematikan karena membuat orang yang terjangkiti menderita penyakit pneumonia yaitu infeksi yang menyerang jaringan dan kantung udara di paru-paru dan menempel di saluran pernapasan, dan kecepatan mutasinya sangat tinggi.
Virus ini merebak di Tiongkok yang diduga berasal dari pasar seafood yang menjajakan sup kelelawar dan juga kodok atau katak, yang termasuk hewan liar. Virus corona menurut definisi WHO termasuk dalam PHEIC (Public Health Emergency of International Concern) atau kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia.
Dalam Islam, telah menjadi keyakinan kuat kita bahwa Allah seringkali merahasiakan anugerah-Nya dalam musibah. Ibarat permen yang berbungkus, saat ditawarkan kepada orang lain tentu yang bersangkutan akan dengan ikhlas menerima tawaran itu karena merasa terhormat ketimbang ditawarkan permen tak berbungkus.
Virus corona pun demikian. Ia bisa menjadi “bencana”, tapi juga bisa menjadi “anugerah”. Hal yang sama terjadi saat “anugerah” asap menimpa Indonesia yang ujung-ujungnya melahirkan sikap ‘kepasrahan tingkat dewa’ dalam diri anak-anak bangsa untuk mengetuk pintu langit dengan shalat istisqa’ atau shalat minta hujan. Dengan kejadian ini, seolah-olah Allah hendak memperkenalkan diri-Nya melalui shalat istisqa’ itu. “Bencana” berubah menjadi “anugerah”.
Alquran mengilustrasikan setan yang merayu dan menjerumuskan manusia dipersamakan dengan virus. Sebagaimana rayuan setan sangat sulit terdeteksi, virus pun demikian. Setan tidak akan pernah berhenti merayu manusia sampai yang dirayu bersifat dan bersikap seperti setan atau sudah menjadi setan melalui sel darah. Virus pun demikian, ia menyelinap ke sel, lalu sel tersebut memproduksi virus-virus baru, tanpa disadari oleh manusia.
Patut disyukuri, terhadap wabah virus corona yang menggemparkan dunia, terlepas dari apakah virus itu mushanna’ah, by design atau hasil rekayasa tangan-tangan manusia atau tidak; karena faktor kepentingan politik atau pertarungan ekonomi atau faktor penyebab lainnya, yang jelas hal itu telah membuat kita tidak kehilangan sandaran, terutama sandaran vertikal kepada Allah. Dan itu anugerah. Ya sebuah anugerah.
Mengapa demikian? Betapa tidak, dengan kejadian itu, kesadaran kita sebagai makhluk terbatas dan serba butuh kepada-Nya kembali di-refresh. Sikap istirjâ’ (mengembalikan) segala sesuatunya kepada Sang Mahaagung tiba-tiba mengkristal. Tingkat keyakinan kita akan kebenaran firman Allah semakin menguat.
Kekuatan literasi kita terhadap makanan yang tidak halal semakin bertambah. Kehati-hatian kita dalam memilah dan memilih untuk tidak mengonsumsi kuliner ekstrem dipastikan “on”. Bahkan berbagai langkah yang bersifat antisipatif untuk menutup penyebaran virus mematikan itu dilakukan dengan cermat dan serba hati-hati. Publik semakin tercerahkan, bukan saja informasi terkait dengan virus itu, tapi hal-hal yang bersinggungan dengannya juga menjadi terang benderang, misalnya, cara penggunaan masker dan waktu paling lama memakai masker juga terungkap.
Doa-doa kita agar terhindar dari berbagai macam penyakit mematikan yang mewabah kembali dihapal dan semakin kencang kita pintakan secara tulus, yang berefek menghasilkan daya tahan (imunitas) tubuh terhadap serangan virus yang setiap detik mengintai dan bertebaran di sekitar kita tanpa bisa terlihat dengan kasat mata. Pengembangan keilmuan di dunia per-virus-an untuk menemukan vaksin yang cocok dengan virus corona ditemukan.
Pendeknya, Allah menciptakan virus untuk mengingatkan kita semua tentang kehadiran dan kuasa-Nya agar sikap tafwîdh (penyerahan diri atas segala sesuatu yang dapat membahayakan jiwa manusia) kepada Sang Yang Mahakuasa dan Mahaperkasa semakin kuat. Semua yang disebutkan itu merupakan “anugerah”. Ya… begitulah virus dengan teologi musibah yang menyertainya:“Musibah itu anugerah”. (*)
HP/WA Budiman Sulaiman : 0852-5502-8555
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.