Oleh: Nunung (Mahasiswi Prodi Hukum Pidana Islam IAIN Parepare)
BEBERAPA bulan ini, media sosial tengah dihebohkan oleh sebuah artikel yang membahas tentang wacana ancaman pidana bagi pasangan belum nikah yang menginap di hotel. Hal tersebut banyak yang memperdebatkan,tidak sedikit publik yang merespons hal ini hingga mempertanyakan apakah pasangan yang chek-in di hotel akan dipenjara? Hal tersebut dibanjiri kritik dari masyarakat, bahkan beberapa bulan terakhir ini pemerintah pusat jadi perbincangan banyak warganet, karena hendak merancang kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) yang memuat perihal pasal tentang sanksi pidana bagi pasangan tidak resmi melakukan chek-in di hotel.
Dilansir dari harian Haluan.com – bukan hanya masyarakat yang mengkritik bahkan pengusaha perhotelan yang ada di Indonesia menjadi momok pembahasan. Selain kontra yang ada di masyarakat adanya wacana pasal tersebut banyak juga yang setuju (pro) akan pembahasan ini karena memang dalam agama di larang. Namun pengusaha hotel masih mengupayakan agar diadakan ruang untuk berdialog membahas wacana rancangan undang – undang (RUU) (RKUHP) Rancangan kitab undang – undang hukum pidana, yang berkaitan dengan rancangan pasal perzinahan, karena ternyata hal ini dapat merugikan bahkan membawa pengaruh negatif pada sektor pariwisata dan perhotelan.
Tidak main-main, perselingkuhan diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak kelas II atau paling banyak Rp 10 juta. Saya mengutip KUHP yang diusulkan, Bagian 415, yang menyatakan bahwa siapa pun yang melakukan hubungan seksual dengan siapa pun yang bukan suami atau istrinya akan dituduh melakukan perzinahan dan dihukum hingga satu tahun penjara atau denda.
Meskipun ayat 2 juga menyatakan bahwa delik-delik tersebut di atas tidak dapat dituntut kecuali dalam hal pengaduan oleh suami atau isteri dari orang yang mempunyai hubungan perkawinan, orang tua atau anak di luar nikah.
Pasal 416 Undang-undang itu juga menyatakan: “Siapa pun yang hidup di luar perkawinan sebagai pasangan diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Kelas II”.
Namun, tidak ada tuntutan yang diajukan, kecuali pengaduan dari orang yang sudah menikah, orang tua atau anak yang belum menikah, suami atau istri.
Bahkan salah satu kekhawatiran para pengusaha hotel adalah jumlah wisatawan akan ogah berkunjung ke Indonesia, dan berpindah wisata, inilah yang membuat pengusaha perhotelan dibuat ketar-ketir oleh wacana tersebut .
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Mauliana Yusran menjelaskan, RKUHP tersebut hanya akan menghalangi jumlah wisatawan mancanegara dan domestik. Dia meyakini bahwa bila pasal pidana tersebut disahkan menjadi regulasi baru, maka akan menurunkan jumlah kunjungan wisatawan di Tanah Air.
Menurutnya, pasangan yang belum resmi dan melakukan chek-in di hotel tidak harus diatur secara serius dalam undang undang pidana. Dia menerangkan bahwa semua itu merupakan ranah privasi dan masuk dalam aspek moril.
Kekhawatiran terbesar selain merugikan perusahaan perhotelan apabila aturan pidan ini disahkan, juga sangat besar dampak dan ketidakkondusifnya perhotelan karena apparat hukum akan dengan sangat mudahnya melakukan razia ke dalam hotel dan jelas saja hotel tidak akan menjadi ramah bahkan tidak lagi digelari sebagai rumah kedua yang membuat nyaman. Juga apabila kita berdasarkan asas territorial membuat orang asing jugs terkena dampak ini. Artinya turis asing yang tidak terikat dalam hubungan pernikahan juga bisa saja dijerat dengan pidana ini.
Bahkan para ketua PHRI yang ada di berbagai provinsi memiliki tanggapan yang sangat kecewa jika peraturan pidan ini di sahkan, dan memiliki alasan yang sama yaitu akan merugikan industri perhotelan.
Ketua PHRI Sulsel Anggiat Sinaga menyayangkan jika terbitnya aturan ini menyangkut privasi hotel.
Ketua PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono, menjelaskan jika pasal ini disahkan wisatawan asing akan berpikir dua kali untuk ke Indonesia karena larangan untuk sekamar pada ruangan hotel bagi pasangan yang belum menikah akan terpampang website negara lain.
Wakil Ketua PHRI Jateng Bembang Mintosih mengatakan pihaknya menunggu perkembangan terlebih dahulu.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa tengah, Bambang mintosih , mengungkapkan, soal chek-in hotel tanpa status pernikahan bisa dipidana itu hanyalah sebua wacana. Pihaknya yakin aturan itu sebatas wacana dan sulit untuk diterapkan.
Namun mungkinkah ini hanya wacana belaka? Ataukah setelah mendengar tanggapan dari para PHRI tanpa mengadakan forum dialog sudah memberikan jawaban bahwa ini sangat merugikan?
Juru bicara RKUHP menyatakan bahwa ancaman pidana untuk mendaftarkan pasangan yang belum menikah adalah kesalah pahaman. Sepasang suami istri yang belum menikah yang menginap (check in) di sebuah hotel akan masuk penjara jika RKUHP nantinya menjadi undang-undang, itu adalah kesalahpahaman.
Juru Bicara Tim Sosialisasi RUU Pidana Albert Aries menyatakan, cerita viral itu mengacu pada Pasal 415 KUHP: zina dan kumpul kebo di Pasal 416 KUHP. Suami istri di luar nikah/kohabitasi (kohabitasi) ) Hotel tidak dapat dimasuki tanpa keluhan.
Dan apa jadinya jika peraturan ancaman pidan ini disahkan apakah betul akan merugikan instansi perhotelan? (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.