Hal lain yang kian menguras kepercayaan publik terhadap penegakkan hukum, setiap perkara Novel muncul kepermukaan, selalu diiringi dengan perkara “sarang burung walet tahun 2004”. Pertanyaan mendasar yang mesti dijawab dengan jujur, bila terdapat cukup bukti Novel terlibat dalam penganiayaan perkara sarang burung walet, mengapa pada saat itu tidak diproses hukum sebagai mana mestinya, namun justru dipromosikan menjadi penyidik KPK yang handal dan berintegritas tinggi.
Tapi bila Novel tidak cukup bukti terlibat dalam penganiayaan perkara sarang burung walet, justru mengapa mesti dipaksakan sebagai pihak yang mesti bertanggungjawab. Bukankan realisasi seperti ini adalah dapat menimbulkan dugaan masyarakat “hukum mana suka keadilan dalam gerhana”.
Bila korban kejahatan sekelas Novel Baswedan yang tugas dan tanggung jawabnya begitu besar untuk memberantas perkara korupsi yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, proses hukum pelakunya/terdakwanya kurang mencerminkan keadilan masyarakat. Maka akan timbul pertanyaan mendasar bagaimana bila korban kejahatan itu hanya masyarakat miskin yang tidak memiliki rupiah yang jumlahnya miliaran, terlebih lagi jauh dari pengaruh kekuasaan, apakah mungkin akan mendapatkan keadilan yang sepatutnya. Bila dunia hukum menampakan wajah buruk, maka hal itu menjadi pertanda wibawa negara bersujud. Bukankah diantara kewajiban negara memberikan perlindungan dan rasa keadilan kepada seluruh rakyat bangsa ini dan bukan tugas dan tanggungjawab penegakkan hukum itu adalah tugas negara yang begitu mulia. (Bersambung)
*Penulis adalah Ketua LBH NU dan Ketua YLBH Sunan Parepare