OPINI–Muktamar Ke-48 Muhammadiyah yang dipusatkan di Solo, Jawa Tengah merupakan momentum kebangkitan kembali setelah pandemi Covid-19 yang menghentikan sebagian besar aktivitas ekonomi masyarakat. Puluhan ribu orang dari pelosok negeri berkumpul di Solo, kehadiran mereka telah menggerakkan ekonomi masyarakat Solo dan sekitarnya, khusussnya Yogyakarta.
Uang yang berputar di sekitar Solo dan Yogyakarta sangat besar.
Yogyakarta disebut, karena faktanya banyak penggembira yang menginap maupun yang bergerak ke Yogyakarta pada hari ketiga Muktamar. Kehadiran penggembira ini membawa dampak langsung bagi pedagang kecil (penjual makanan, minuman, dan oleh-oleh khas Muktamar maupun khas Jawa), alat transportasi, hotel, jasa penginapan dan lainnya.
Muktamar Ke-48 Muhammadiyah menunjukkan fenomena unik; Pertama, para penggembira yang luar biasa antusias, jumlahnya jauh lebih besar dari jumlah Peserta Muktamar. Tentu bagi saya, ini merupakan kebahagiaan tersendiri menyaksikan begitu banyak orang yang bergembira-bahagia dan bersedia berkorban (waktu, tenaga, biaya) untuk menghadiri dan menggembirakan Muktamar Muhammadiyah. Mereka hadir bersama anak, cucu, kerabat, teman, sanak keluarga dan dengan berseragam lengkap batik khasnya.
Para sesepuh dari berbagai daerah ikut serta memeriahkan Muktamar, tujuan mereka hadir agar Muhammadiyah tetap istiqamah dalam perjuangan dakwah untuk mencerahkan, membebaskan dan memajukan umat, bangsa dan negara.
Pada setiap perhelatan Muktamar Muhammadiyah, saya selalu memohon kepada Pimpinan Muhammadiyah agar dapat menjadi peninjau, alasannya karena saya termasuk cukup konsen menulis tentang Muhammadiyah. Sebagai peneliti Muhammadiyah seperti ada yang kurang atau bahkan hilang jika tidak mengikuti perhelatan akbar lima tahunan ini secara langsung dari arena, namun untuk Muktamar kali ini saya ikut dalam barisan para penggembira untuk memeriahkan perhelatan lima tahunan ini.
Meskipun Muktamar ini tertunda dua tahun dari jadwal yang seharusnya tahun 2020, karena pandemi Covid-19 namun spirit warga Muhammadiyah mengikutinya sangat tinggi. Sebagai penggembira, kita berdoa agar para pimpinan Muhammadiyah yang terpilih adalah mereka yang memiliki ketulusan, keikhlasan dan daya juang tinggi dalam mengemban amanah, sebagaimana daya juang para penggembira dengan penuh ketulusan dan keikhlasan mereka hadir memeriahkan Muktamar agar Muhammadiyah tetap terus berjuang untuk memajukan umat, bangsa dan Negara.
Muktamar telah menghasilkan konfigurasi elite kepemimpinan yang kombinasinya cukup menarik. Banyak akademisi dengan gelar profesor, ulama, aktivis dan tentu ada wajah baru yang dapat berkontribusi bagi kemajuan Muhammadiyah, bangsa dan Negara di masa depan. Muktamar menghasilkan figur yang dapat dikelompokkan dalam tiga perspektif:
Pertama, figur lama yang telah mewarnai perkembangan Muhammadiyah selama ini, mereka tetap diharapkan oleh Muktamirin mewarnai perjalanan Muhammadiyah ke depan, beberapa nama dapat disebut seperti Prof. Haedar Nasir, Prof. Abdul Mu’ti, Dr. Anwar Abbas, Dr. M. Busyro Muqaddas, Prof. Muhadjir Effendi, Prof. Syafiq Mugni, Prof. Dadang Kahmad dan Dr. Dahlan Rais, mereka adalah para elite Muhammadiyah periode sebelumnya yang cukup terkenal di kalangan Muhammadiyah dan umat Islam.
Kedua, muncul wajah baru sebagai bagian dari kemajemukan warga Muhammadiyah, wilayah dan juga tuntutan agar ada figur muda. Dalam hal ini, kehadiran tiga nama ini menarik dengan tiga sebab, yakni:
(1). Munculnya nama Prof. Dr. Syamsul Anwar seorang akademisi, ulama dan tokoh yang cukup berperan dalam perkembangan pemikiran Muhammadiyah, beliau telah memimpin Majelis Tarjih dan Tajdid lebih dari 20 tahun, tentu fatwa fatwa keagamaan Muhammadiyah dalam kurun waktu tersebut lahir dari beliau beserta timnya. Prof. Syamsul Anwar dalam beberapa kali Muktamar menurut informasi tidak bersedia menjadi calon anggota Pimpimam Pusat Muhammadiyah (PPM), namun Alhamdulillah Muktamar kali ini beliau bersedia menjadi calon dan langsung terpilih. Kehadiran beliau bisa menjadi kekuatan bagi kepemimpinan 13 Anggota PPM, karena keulamaan beliau diperlukan dalam konteks perubahan dewasa ini.
(2). Munculnya nama Prof. Dr. Irwan Akib pada urutan 13 dalam komposisi calon terpilih mengejutkan sekaligus menggembirakan. Mengejutkan, karena Prof. Irwan bukan sosok yang diperhitungkan dalam perhelatan Muktamar karena berasal dari luar Jawa atau Timur Indonesia, beliau berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Keadaan itu menyebabkan posisi Prof. Irwan tidak diperhitungkan, dalam beberapa Muktamar selalu gagal masuk formatur 13 PPM. Menggembirakan karena Muhammadiyah mampu menjadi kekuatan yang menyatukan dengan mengakomodir semua tokoh potensial untuk menjadi pimpinan.
Terpilihnya Prof. Irwan Akib menunjukkan watak Muhammadiyah yang menasional, Prof. Irwan, selaku mantan Rektor Unismuh Makassar, Sekretaris PWM Sulsel dan juga Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PPM Periode 2015-2020 merupakan kejutan tersendiri, ini belum pernah terjadi dari wilayah Timur Indonesia terpilih sebagai anggota PP Muhammadiyah.
(3). Terpilihnya Prof. Dr. Hilman Latief yang langsung masuk dalam urutan kelima merupakan sebuah kegembiraan. Hilman yang kini menjadi Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama RI serta mantan Ketua Lazismu PPM ini merupakan representasi kalangan muda dalam struktur kepemimpinan Muhammadiyah Periode 2022-2027. Hilman, seorang intelektual yang memberi perhatian pada praktek filantropi di Indonesia dengan spesifik kajian praktek filantropi pada persyarikatan Muhammadiyah, ketika memimpin Lazismu banyak terobosan yang dilakukan Hilman dalam menggalang dana umat.
Ketiga, perolehan suara terbanyak PP Muhammadiyah yakni Prof. Haedar Nasir dan perolehan suara terbayak PP Aisyiyah Dr. Norjannah Djohantini, merupakan kombinasi yang kira-kira keduanya mengulangi sejarah kepemimpinan K.H. Dahlan dan Nyai Dahlan, untuk kedua kalinya Prof. Haedar dan Dr. Norjannah memperoleh suara terbanyak dalam sebuah perhelatan Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Pada Muktamar Ke-47 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Makassar tahun 2015 lalu, Prof. Haedar dan Dr. Norjannah juga meraup suara tertinggi.
Perhelatan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Solo telah menghasilan dan menetapkan nahkoda baru sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum. Masing-masing, Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. sebagai Ketua Umum dan Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed. sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Masa Bakti 2022-2027. Terpilihnya kembali pasangan Prof. Haedar dan Prof. Mu’ti merupakan periode kedua kalinya mereka berpasangan setelah pada 2015-2020 menduduki jabatan yang sama. Sedangkan untuk nahkoda baru Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, masing-masing Dr.apt. Salmah Orbaniyah, M.Kes. sebagai Ketua Umum dan Dr. Tri Hastuti Nur Rochimah, M.Si. sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Masa Bakti 2022-2027. Meskipun hasil pemilihan 13 Anggota PP ‘Aisyiyah, perolehan suara terbanyak adalah Dr. Norjannah Djohantini namun tidak lagi memenuhi syarat untuk menduduki jabatan Ketua Umum karena selama dua periode sebelumnya telah menjabat sebagai Ketua Umum. Namun Dr. Norjannah tetap masuk sebagai Anggota Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Masa Bakti 2022-2027 dengan posisi yang berbeda.
Semoga terpilihnya 13 Anggota PP Muhammadiyah dan 13 Anggota PP ‘Aisyah dapat Memajukan Indonesia dan Mencerahkan Semesta sebagai mana tema Muktamar Ke-48 Muhammadiyah. (*)