PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Sejumlah pegiat antikorupsi dan NGO di Kota Parepare sedang hangat-hangatnya membicarakan mengenai utang Pemkot Parepare kepada rekanan. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, disebut mencapai Rp65 miliar. Namun konfirmasi terakhir dari Badan Anggaran, jumlahnya justru mencapai Rp70 miliar.
Aktivis NGO dan pegiat antikorupsi, rata-rata mendengar curhatan dari rekanan proyek fisik. Rekanan mengeluhkan sisa anggaran proyek yang mereka kerjakan belum dibayarkan. Beberapa diantara mereka bahkan mengungkapkan kekesalannya lewat medsos.
Mengenai hal tersebut, anggota Badan Anggaran DPRD Parepare Heri Ahmadi membenarkan adanya utang tersebut. “Jumlahnya justru lebih besar, sekira Rp70 miliar lebih. Diantara yang tertinggal pembayarannya itu anggaran Tonrangeng River Side, RS Tonrangeng, dan pengaspalan jalan,” urai Heri, Sabtu 29/4.
Dia mengatakan, Pemkot tengah mencari jalan keluar masalah itu. Pasalnya, anggaran dari pusat berupa DAK belum bisa dipastikan pencairannya. Heri mengkritik, masalah ini dipicu karena Pemkot terlalu yakin bahwa DAK akan turun 100 persen.
“Pemkot tidak pernah berfikir jika keuangan pusat juga sementara goyang. Sehingga terjadi keterlambatan pembayaran ke kontraktor seharusnya bisa diantisipasi, namun nyatanya tidak. Pembangunan fisik tetap digenjot sementara anggarannya minus,” kritiknya.
Masalah lainnya, dana yang lambat dicairkan semuanya ditarik kembali ke pusat. Selain keterlambatan penyelesaian proyek, juga karena keterlambatan pelaporan yang seharusnya selesai pada bulan 12 lalu. “Tetapi sampai sekarang pelaporannya itu masih ada yang baru sampai 70-80 persen,” beber Heri.
Resiko terbesar bakal ditanggung Pemkot jika memaksa menggunakan APBD yang ada sekarang, untuk menutupi keterlambatan pembayaran. “Bisa saja terjadi defisiti pada keuangan daerah. Kami di Nasdem, juga Hanura sepakat menolak pakai APBD membangun RS Tonrangeng. Tetapi ternyata, dalam anggaran 2017 dipaksakan masuk Rp45 miliar. Ini bahaya untuk keuangan daerah kita,” tandasnya. (mul/ris)