Azmi Sirajuddin
PALU, PIJARNEWS.COM–Penetapan zona merah kawasan rawan bencana di Sulawesi Tengah tidak boleh melanggar hak asasi manusia. Hal ini disampaikan oleh Azmi Sirajuddin, peneliti dari Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (EKONESIA) dan juga penggiat lingkungan dari WALHI, Selasa (3/12/2019).
Menurut Azmi, pemerintah tidak boleh tunduk terhadap selera kepentingan institusi pemberi donor, hibah dan hutang internasional.
“Pemerintah mesti punya kajian mendalam terhadap kawasan rawan bencana yang terpisah dari kajian lembaga pemberi donor, hibah maupun hutang internasional,” ujar Azmi.
Dari hasil kajian yang dilakukan oleh EKONESIA di beberapa titik kawasan rawan bencana Sulawesi Tengah, ditemukan fakta empirik bahwa masyarakat setempat justru memiliki pengetahuan kebencanaan yang sangat baik, sehingga ketika terjadi kerentanan alam, mereka sudah punya mitigasi secara kolektif.
Contohnya, di Desa Loli Saluran, Kabupaten Donggala, masyarakat setempat punya pengetahuan lokal tentang kerentanan alam seperti gempa dan tsunami. Ketika terjadi gempa bumi, masyarakat setempat sudah tahu bahwa mereka mesti segera meninggalkan garis pantai menuju areal perbukitan di kampung tersebut.
Dalam ingatan kolektif masyarakat Loli Saluran, dalam kurun waktu satu abad terakhir, mereka sudah menyaksikan dan merasakan peristiwa alam seperti tsunami sebanyak tiga kali menghantam kampung mereka. Dari tiga kali kejadian tsunami tersebut, risiko bencana di kampung itu dapat diminimalkan, berdasarkan pengetahuan lokal yang mereka miliki.
Oleh sebab itu, kata Azmi, sebaiknya pemerintah mendorong pembentukan tim kajian sendiri, dengan pendanaan yang bersumber dari negara, sehingga menghindari konflik kepentingan dengan lembaga-lembaga pemberi donor internasional.
Jika sudah terbentuk tim kajian sendiri, maka ada baiknya melakukan redefinisi ulang terhadap zona rawan bencana, terutama kriteria dan indikator kategori zona merah (ZRB IV).
Sebab, daerah seperti Loli Saluran pada Peta Zona Rawan Bencana yang telah dikeluarkan sebelumnya dimasukan ke dalam kategori zona merah atau ZRB IV. Sehingga pemerintah meminta warga di wilayah pesisir di kampung tersebut mesti direlokasi.
Sementara, ada daerah lainnya yang dalam Peta ZRB juga masuk kategori ZRB IV tapi masih terdapat aktivitas bisnis yang sedang berjalan. Sehingga tampak pemberlakuan zona merah seperti tebang pilih, hanya menyasar kepada masyarakat menengah ke bawah.
“Karena fakta-fakta itulah, kami dari EKONESIA meminta penetapan zona merah harus diberlakukan adil untuk seluruh komponen masyarakat, sehingga tidak melanggar HAM nantinya, tapi jika masih tebang pilih maka itu pasti melanggar HAM,” jelas Azmi. (*)
Citizen Reporter: Yahya Afrianto
Editor: Dian Muhtadiah Hamna