JAKARTA, PIJARNEWS.COM–Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) akan meninjau langsung prosedur pengecekan kualitas bahan bakar minyak yang dikelola oleh PT Pertamina sebagai tindak lanjut dugaan pengoplosan Pertamax dengan Pertalite. BKPN menyampaikan rencana itu usai mengantongi klarifikasi PT Pertamina yang menyangkal semua tuduhan Kejaksaan Agung.
“Menurut Pertamina, proses yang selama ini dilaksanakan selalu sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah”, kata Ketua Komisi Advokasi BPKN Fitrah Bukhari dalam keterangan resmi pada Jumat (28/2/2025) dikutip dari Tempo.co.
Fitrah menyatakan kesimpulan itu usai mendengar klarifikasi jajaran pejabat PT Pertamina secara komprehensif di hari yang sama.
Adapun proses klarifikasi yang diminta BPKN berawal dari keresahan konsumen Pertamina yang meragukan keaslian BBM RON 92 yang diduga dicampur dengan RON 90. BPKN mengklaim akan memastikan konsumen menerima jenis BBM yang sesuai dengan harga dan kondisi yang dijanjikan PT Pertamina.
Fitrah menyebut tindakan itu sebagai implementasi perlindungan hak konsumen yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Sehingga dalam waktu dekat BPKN bakal menjadwalkan inspeksi ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
“BPKN akan melakukan pengecekan prosedur pengujian hingga pengecekan bahan bakar ke SPBU. Ini untuk mendapatkan data lapangan terkait penjelasan yang disampaikan Pertamina. Oleh karenanya kami akan melihat secara langsung kondisi di lapangan,” ujar dia.
Sebelumnya Ketua BPKN Mufti Mubarok mengatakan pengguna bahan BBM PT Pertamina berhak menuntut ganti rugi atas dugaan pengoplosan Pertamax dan Pertalite. “Konsumen atau masyarakat berhak untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pertamina melalui mekanisme gugatan yang telah diatur dalam UU. Salah satunya dapat secara bersama-sama (class action) karena mengalami kerugian yang sama,” kata Mufti dalam keterangan resmi pada Rabu (26/2/2025).
Dalam kasus ini, Mufti menganggap konsumen telah memperoleh informasi yang palsu dan menyesatkan karena label RON 92 pertamax yang dibayarkan tetapi mendapatkan timbal balik berupa RON 90 Pertalite yang kualitasnya lebih rendah.
Adapun Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka kasus impor minyak. Usai meringkus tiga Direktur Utama Sub Holding PT Pertamina dan empat orang lainnya, Kejagung menetapkan dua bos PT Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka baru kasus ini. Mereka adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
Sementara itu, tersangka dari subholding PT Pertamina meliputi Direktur Utama Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.
Para tersangka korupsi Pertamina ini diduga melakukan blending atau mengoplos BBM jenis Pertamax dengan Pertalite. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan yang ditetapkan sebagai salah satu tersangka diduga membeli RON 90 atau lebih rendah, namun mengaku membeli RON 92. Kemudian RON 90 itu dioplos atau blending di storage atau depo untuk menjadi RON 92.
Pelaksana tugas harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, membantah soal Pertamax oplosan seperti yang ditudingkan Kejaksaan Agung. Ega menjelaskan BBM yang diterima Pertamina Patra Niaga berasal dari dua sumber utama, yakni kilang dalam negeri dan pengadaan dari luar negeri. Produk tersebut sudah memiliki nilai RON yang sesuai sebelum didistribusikan.
“Baik yang dari luar negeri maupun yang dari dalam negeri, itu kita sudah menerima dalam bentuk RON 92. Yang membedakan adalah, meskipun sudah dalam RON 90 maupun RON 92, itu sifatnya masih base fuel, artinya belum ada aditif. Jadi Pertamina Patra Niaga itu mengelola dari terminal sampai ke SPBU,” ujar Mars Ega, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, pada Rabu (216/2/2025). (*)
Sumber: Tempo.co