“Akan terus menurun, kan dia (gempa) mencari suatu kestabilan baru karena gempa Sulbar terjadi akibat dislokasi, yakni pergeseran bidang-bidang atau lapisan-lapisan batuan (sesar),” jelas Musri saat dihubungi wartawan via seluler, Jumat (22/1/2021).
Pada dasarnya, lanjut Musri, di zona gempa sebetulnya hampir tidak pernah berhenti getaran. Namun getaran yang dihasilkan sangat kecil yakni berada di kisaran 0,0 sekian dan seterusnya. Untuk mencapai kestabilan itu tentu akan ada getaran yang terus menurun sampai mencapai titik stabilitas.
“Saya kira sekarang sudah mulai menurun dan itu tidak akan berpotensi lagi adanya gempa yang lebih besar,” lanjutnya.
Meski sudah menurun, Musri mengatakan, hal yang perlu diwaspadai adalah dampak-dampak bencana geologi lainnya setelah gempa, seperti longsor. Karena biasanya, pada daerah-daerah jalur gempa, batuan, lereng, bukit maupun tanah tidak stabil.
Daerah ketinggian yang rawan longsor sebaiknya dihindari. Sebab, meski sudah tidak ada lagi getaran yang terekam dalam sesmograf, tetapi lapisan tanah dan batuan di permukaan akan retak sehingga berpotensi longsor apalagi di musim hujan seperti sekarang ini.
“Baik di jalur jalan, pemukiman, pertanian itu sebaiknya dihindari,” tuturnya.
Berdasarkan data Pemprov Sulbar, Kamis (21/1/2021), korban gempa Sulbar dirinci, 91 orang meninggal dunia, tiga orang hilang, 253 orang luka berat, 240 orang luka sedang. Sedangkan luka ringan sebanyak 679 orang dan 9.910 orang pengungsi serta 20.448 orang terdampak.
Penulis : Misbah Sabaruddin
Editor : Muhammad Tohir