“Yang tersisa dari peringatan kemerdekaan Malaysia, 30 Agustus 2019”
Citizen Reporter: Dr Ali Halidin (Dosen IAIN Parepare)
*Kota administrasi dan kota bisnis
Pada tahun 1999 melalui tangan perdana menteri Dr. Mahathir Muhammad, Ibu kota Negara Malaysia dipindahkan, tepatnya pada tanggal 10 Mei 1999, kompleks perkantoran Perdana Menteri Malaysia mulai dibuka di Putrajaya. Putrajaya berjarak sekitar 30 KM dari kota Kuala Lumpur. Ibu kota baru Negara Malaysia, seluas 4.931 hektare ini dibangun dengan biaya RM.20.5 billion. Nama Putrajaya diambil dari nama perdana menteri pertama Tunku Abdul Rahman Putra dan sudah menjadi wilayah persekutuan Malaysia yang ketiga setelah Kuala Lumpur dan Labuan. Putrajaya memiliki gedung-gedung perkantoran yang megah dan modern, semua kementerian dan badan-badan pemerintahan lengkap di dalamnya.
Pembangunan Putrajaya meliputi sarana dan prasarana dan pelayanan pusat kerajaan Malaysia, serta perumahan pegawai, sosial dan pelayanan ibadah-ibadah keagamaan. Putrajaya dibangun hanya selama 4 tahun, yaitu sejak peletakan batu pertama pada tanggal 16 April 1995. Putrajaya dirancang dengan sangat modern dengan berbasis teknologi tinggi yang dirancang oleh putra bangsa sendiri dengan menyesuaikan budaya lokal. Berbeda dengan Kuala Lumpur yang bangunanya sebagian masih peninggalan penjajah. Putrajaya ini ke depannya diharapkan akan menjadi kota bergengsi setara dengan Tokyo dan Yokohama di Jepang. Ibu kota Negara ini pindah, dikarenakan akibat sesaknya kota Kuala Lumpur dan lajunya tingkat kepadatan penduduk, Putrajaya dimaksudkan sebagai pusat administrasi kerajaan, sementara Kuala Lumpur sebagai pusat bisnis dan perdagangan.
Selain gedung pusat pemerintahan Putrajaya memiliki bangunan masjid besar yang bernama Masjid Putra, menyatu dengan halaman gedung pusat pemerintahan Kerajaan Malaysia, terletak pas dekat dengan danau Putrajaya square. Sangat menarik pemandangan di sekitaran masjid karena berada di sisi selatan danau, yang menjadi tempat favorit para pelancong untuk melihat-lihat atau hanya sekedar foto selfi dengan latar belakang pemandangan masjid dan gedung pusat pemerintahan kerajaan Malaysia.
Pada bagian lantai paling bawah masjid merupakan pasar yang berisi toko-toko yang menjual barang-barang cenderamata dan souvenir khas Malaysia, mulai dari baju, topi sampai gantungan kunci dan bendera Malaysia. Untuk ke bawah fasilitas modern berupa tangga eskalator tersedia dan beroperasi terus menerus.
Ketika perut mulai meminta untuk diisi, selain pasar di bagian bawah juga tersedia aneka stand masakan dan kuliner terletak bagian tepi danau Putrajaya. Menu yang disajikan mulai yang tradisional sampai modern dari berbagai negara di Asia, seperti masakan padang, nasi campur, Thailand tomyang, China food dan berbagai jenis aneka minuman dan juz.
Soal harga tidak perlu khawatir karena dipastikan harga seragam dengan yang di tempat-tempat lain seantero Malaysia, kisaran RM10-13 untuk makan, RM5-9 untuk minum satu porsinya bergantung apa menunya.
Soal harga makanan dan minuman kerajaan Malaysia sangat ketat mengontrol rakyatnya, sehingga trik main harga di Malaysia nyaris tidak ada. Hal inilah yang menjadikan para pelancong rajin datang dan betah berlama-lama di Malaysia, pendatang dan bumi putra semua diperlakukan sama oleh pedagang.
Putrajaya bukan hanya sebuah kota baru yang modern bercirikan budaya lokal, namun lebih dari itu, mengusung konsep kota peradaban yang memiliki visi dan misi jelas untuk masa depan anak bangsa di Malaysia. Menjadi area yang bersih sejuk dan mempesona, sebagai destinasi rekreasi, pendidikan dan tentunya penelitian (penyelidikan).
*Ibu kota RI pindah, mengaca Putrajaya
Rencana presiden Jokowi memindahkan ibu kota Negara ke pulau Kalimantan, ditanggapi beragam oleh masyarakat, ada yang setuju dan tidak sedikit yang mencerca. Setidaknya isu yang pemindahan ibu kota baru Indonesia dapat belajar dari Negara tetangga Malaysia. Pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia, Wicaksono Adi yang diberitakan oleh harian Kompas, pemindahan ibu kota dapat belajar dari Malaysia. Perpindahan itu berhasil menekan tingkat kemacetan di Kuala Lumpur, yang saat itu sedang menjadi pusat pertumbuhan infrastruktur. Pemindahan ibu Jakarta ke Kalimantan diperlukan persiapan yang matang mulai dari infrastruktur dasar yang cukup, jaringan jalan yang representatif, kesiapan air bersih dan pasokan listrik yang memadai.
Sementara air bersih adalah persoalan yang paling mendasar di Kalimantan, semua persoalan-persoalan setidaknya harus dikaji terlebih dahulu detail dan matang. Putrajaya memiliki kesediaan air yang cukup dan boleh dikatakan berlebihan dengan instalasi air tradisional berupa sumur bor serta pengelolaan air modern, berupa pengelolaan air limbah, air hujan, maupun air sungai menjadi air baku. Selain itu kondisi tanah yang akan diletakan bangunan-bangunan besar di atasnya mutlak harus dicermati konstruksi tanahnya, sehingga perhitungan matang tentang bangunan jelas dan mendukung serta tidak akan terjadi sesuatu nantinya. Kota Putrajaya Malaysia memiliki instalasi modern pembangkit Listrik (power plant) berkekuatan ribuan megawatt.
Pemindahan ibu kota Negara RI tidak bisa sepenuhnya berkaca ke Putrajaya Malaysia. Posisi Putrajaya sebelumnya merupakan lahan gambut dan perkebunan kelapa sawit letaknya tidak jauh dari Malaysia bisa ditempuh melalaui jalur darat dengan jalan tol yang lebar kurang lebih hanya 1 jam dari Kuala Lumpur, bisa langsung mengakses Bandara Udara Klia2 Kuala Lumpur hanya dengan 2 jam berkendara mobil.
Kondisi ini akan berbeeda dengan ibu kota RI kalau jadi pindah ke Pulai Kalimantan. Perhitungan strategis transportasi termasuk kesediaan para provider komunikasi dan operator transportasi untuk memberikan pelayanan bepergian dan kepulangan dari Ibu kota, dengan jumlah kuantitas penerbangan yang tidak akan seramai ketika masih di Jakarta.
Di sisi lain Jakarta akan mengurangi tingkat kebisingan dan kesesakan penduduknya, urusan-urusan yang tidak lagi bercampur antara bisnis perdagangan dan administrasi pemerintahan, semua akan berjalan pada koridor-koridor bidang masing-masing, persoalan teknis kenegaraan bisa lebih fokus, sementara politik menjadi lebih terarah tidak bersih dari intrik-intrik penyalah gunaan wewenang. Di ibu kota Negara yang baru ini, pemerintah bisa lebih prestisius memiliki wewenang yang jelas, produk kerja yang dihasilkan akan lebih profesional, tanpa gangguan intrik-intrik kenegaraan lainnya.
Setidaknya begitulah gambaran kota Putrajaya Malaysia yang jauh dari hiruk pikuk dan lalu lalang masyarakat, setidaknya pemindahan ibu kota baru RI ada manis-manis asamnya. (*)