PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Parepare menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), dengan agenda menindaklanjuti aksi penolakan pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel, Senin (9/10/2023).
RDP yang berlangsung di Gedung DPRD Parepare tersebut dihadiri Ketua DPRD Parepare, Kaharuddin Kadir, Wakil Ketua I DPRD Parepare, Tasming Hamid, Wakil Ketua II DPRD Parepare, Rahmat Sjamsu Alam, Ketua Komisi II DPRD, Dinas PU, Dinas Pendidikan, Sekretaris Daerah, TNI Polri, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Yayasan Sekolah Kristen Gamaliel, Kejaksaan, Kementrian Agama, Forum Peduli Umat, sejumlah Masyarakat Soreang, dan Pemerintahan Setempat.
Dalam RPD, Tenaga Ahli Bidang Konstruksi Bangunan Dr Muhammad Nashir menyampaikan surat edaran Nomor 26 tahun 2021 tentang pemberian izin satuan Pendidikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi yang ditandatangani pada 22 Oktober 2021 yang menyatakan, sehubungan dengan telah ditetapkan undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dan peraturan pemerintah nomor 5 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berisiko.
Sementara, Tenaga Ahli Bidang Pemerintahan, Amaluddin, menyampaikan pendidikan untuk semua (Education Forr All), pendidikan tidak dibatasi oleh budaya, agama dan seterusnya.
Pada peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan No.36 tahun 2014, persyaratan satuan pendirian pendidikan meliputi, hasil studi kelayakan, isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan. Sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, manajemen dan proses pendidikan.
Wakil Ketua II, Rahmat Sjamsu Alam menjelaskan bahwa pada Permendikbud No.26 Tahun 2021 dalam pemberian perizinan untuk pendidikan, yang pertama karena pendidikan bukan jenis usaha. Maka pemberian izin ini, kata Rahmat Sjamsu Alam, tidak dimuat dalam undang-undang cipta kerja dimana dalam PP No.5 tahun 2021 pasal 134 ayat 3 bahwa untuk sektor pendidikan dapat dilakukan melalui berbasis usaha di kawasan ekonomi khusus, sedangkan ayat 2 untuk di luar dari itu, harus masuk kepada peraturan perundangan undangan bidang pendidikan. Artinya, lanjutnya, jika di luar ekonomi khusus maka kembali pada undang-undang yang diatur dalam pendidikan.
“Oleh karena itu, kalau kita ingin mendirikan pendidikan ada empat aturan yang harus diperhatikan,” ucapnya.
Pertama, Permendikbud no 8 tahun 2013 khusus non formal, yang kedua Pemendikbud No.36 Tahun 2014 tentang sekolah dasar dan bergerak. Ketiga Permendikbud No.84 tahun 2014 tentang usia dini, keempat Permendikbud No. 31 Tahun 2014 tentang sekolah asing. Itulah yang menjadi payung hukum dalam mendirikan sekolah pendidikan.
“Kalau tidak sesuai dengan prosedur, maka perizinannya dibatalkan, kita masuk pada prosedur yang lain, kita kembali kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perizinan pembangunan sekolah,” kata RSA sapaan akrab Rahmat Sjamsu Alam.
“Kita sudah mendengar terkait masalah proses izin dan sebagainya, bisa disimpulkan memang sekolah Kristen Gamaliel ini sebenarnya cacat prosedural adanya dokumen-dokumen yang tidak dilengkapi,” tambah Wakil Ketua I DPRD Parepare, Tasming Hamid.
Ketua DPRD Parepare, Kaharuddin Kadir, dalam wawancara menjelaskan, rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari surat yang dilayangkan oleh Ketua RW 06 di Kelurahan Watang Soreang dan memang sudah dijadwalkan di hari Senin hanya belum sempat melaksanakan rapat, karena masyarakat sudah melakukan unjuk rasa.
“Kita sudah dengarkan di rapat tadi bahwa kesimpulannya DPRD menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah untuk melakukan pencermatan ulang terkait dengan syarat yuridis dan syarat sosial,” katanya.
Sehingga, lanjutnya, jika syaratnya semua terpenuhi tergantung bagaimana pertimbangan pemerintah dan sangat berharap bahwa pemerintah melakukan pencermatan ulang terutama bagaimana mempertimbangkan saran-saran yang berkembang di dalam rapat seperti saran dari FKUB yang meminta untuk mengedepankan toleransi antar ummat beragama.
“Lalu bagaimana dengan kebutuhan sarana pendidikan di sekitar itu, apa memang sudah layak ada tambahan atau bagaimana. Kemudian kemanfaatan terhadap masyarakat yang ada di sekitar, itulah aspek-aspek sosial yang perlu dikaji, jangan sampai menimbulkan hal-hal yang kita tidak diinginkan,” ujarnya.
Kaharuddin menyampaikan, selama ini toleransi antar umat beragama di Kota Parepare sangat bagus dan terjaga, sehingga ke depan diharapkan tidak ada terjadi gesekan-gesekan.
“Kewenangan DPRD tidak sampai di situ, DPRD nantinya akan menyerahkan sepenuhnya ke pemerintah daerah untuk melakukan pencermatan terhadap pendirian sekolah itu,” katanya.
Sebelumnya, Forum Masyarakat Soreang Peduli Kota Santri melakukan unjuk rasa terkait penolakan pembangunan sekolah Yayasan Kristen Gamaliel pada Jumat (06/10/2023), kemudian ditindaklanjuti oleh DPRD Parepare dengan menggelar RDP. (*)
Reporter : Rahmiani Basri & Abd. Rahmat Paudzi (Mahasiswa PPL, KPI STAIN Majene)