PAREPARE, PIJARNEWS.COM– Dinas Perpustakaan (Disperpus) Kota Parepare menggelar kegiatan Refleksi Akhir Tahun di Gedung Layanan Perpustakaan Umum Panrita, Jl Pinggir Laut, Kecamatan Ujung, Kota Parepare, Senin (23/12/2024).
Kegiatan yang menggandeng sejumlah komunitas literasi di Kota Parepare tersebut mengangkat tema “Membaca Ulang Literasi, Sastra, dan Budaya”.
Ketua Panitia Pelaksana, Ahmad Kohawan mengucapkan terima kasih atas kehadiran narasumber dan puluhan peserta dalam kegiatan tersebut.
Ia berharap, kegiatan ini bisa dijadikan ruang untuk menyampaikan aspirasi dan evaluasi terkait perjalanan gerakan literasi di Kota Parepare selama ini.
“Mari kita suarakan apapun untuk kebaikan masa depan literasi kita di Kota Parepare,” ucap Ahmad Kohawan.
Kepala Disperpus Parepare, Drs. H. Ahmad, M.Si hadir menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut. Ia membawakan sub tema perihal gerakan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Ahmad menjelaskan bahwa program prioritas yang digalakkan oleh Disperpus Parepare dewasa ini adalah terkait dengan gerakan tersebut.
Ia menjabarkan, ada tiga hal yang menjadi fokus gerakan ketika berbicara masalah inklusi sosial di perpustakaan. Yakni, peningkatan layanan informasi, pelibatan masyarakat, dan pembangunan kerja sama.
“Ketiga gerakan inilah yang terus-menerus kami dorong dalam pengembangan gerakan literasi di perpustakaan daerah,” papar Ahmad.
Direktur Sampan Institute, Ilham Mustamin turut terlibat sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut.
Ia menyampaikan ulasan terkait ekosistem literasi.
Menurutnya, ada tiga aspek yang mesti menjadi perhatian ketika berbicara masalah tersebut. Yakni produsen, konsumen dan distributor gerakan literasi.
Dalam konteks ini, para penulis atau pencipta karya sebagai produsen, masyarakat pembaca adalah konsumennya, dan penerbit ataupun toko buku sebagai distributornya.
Berdasarkan konsep ini, pemerintah yang berurusan dan beririsan dengan kerja-kerja literasi, mesti memastikan bahwa ketiga aspek tersebut hidup dan berjalan.
Oleh karena itu, mesti ada program yang dilakukan oleh pemerintah untuk melancarkan mata rantai ekosistem literasi tersebut.
Selain itu, Ilham juga mendorong perpustakaan umum agar memaksimalkan layanannya sebagai ruang yang terbuka dan aksesibel untuk masyarakat dari berbagai kalangan.
“Salah satu yang bisa dilakukan adalah membuka layanan perpustakaan hingga malam hari. Sebagai tahap uji coba, bisa dilakukan setiap akhir pekan,” katanya.
Sementara itu, narasumber lain, Tri Astoto Kodarie selaku Sastrawan Senior Parepare mengungkapkan keluhannya terkait kondisi gerakan literasi yang terjadi di sekitarnya.
Menurutnya, problem mendasar adalah kurangnya keterlibatan pemerintah dalam mendukung gerakan-gerakan literasi yang dilakukan oleh para komunitas.
Hal itu bisa terjadi apabila pemilihan posisi jabatan strategis yang berkaitan dengan literasi, ditentukan tidak berdasarkan kompetensi. Sehingga berimbas pada perumusan program yang diputuskan berdasarkan keinginan, bukan kebutuhan.
“Untuk menghindari hal itu, kami mendorong pemerintah untuk selalu melibatkan stakeholder literasi–baik itu komunitas, penulis, seniman, budayawan, masyarakat, dan lainnya–dalam proses perumusan program-program,” jelas Tri.
Narasumber selanjutnya, Saipul Bahrie selaku masyarakat urban menyebutkan, segala problem literasi di Kota Parepare yang telah dijabarkan tersebut bisa diatasi dengan pelaksanaan event literasi skala besar.
Melalui event, seluruh stakeholder bisa dilibatkan untuk mengeskplor dan mengekspresikan gerakan literasinya secara terbuka.
Apalagi, lanjut Saipul, pemerintah ke depan memiliki cita-cita untuk melekatkan identitas Parepare sebagai kota event.
“Gerakan literasi bisa masuk melalui ini. Saya yang kebetulan memiliki hubungan kedekatan dengan Wali Kota Parepare terpilih, sedapat mungkin akan menjadi penghubung atas aspirasi literasi yang tersampaikan hari ini,” pungkas pria yang akrab disapa Kak Iphunk ini.