Kehidupan adalah sudut pandang, semua tergantung dari cara kita memandang dan menyikapinya. Ada orang yang melihat kesusahan atau kemiskinan itu sebagai takdir, ada juga yang melihatnya sebagai kesialan. Dalam istilah orang bugis; ‘umuru’ lampe dalle kunru’ artinya umur panjang tapi rezekinya tumpul.
Namun tidak sedikit juga orang yang menggangap kesusahan itu merupakan tantangan dan proses penempaan menuju tangga kesuksesan.
Pada suatu waktu ada seorang pemuda yang usianya baru berumur 19 tahun dan kedua orang tuanya meninggal dunia. Kedua orang tua pemuda ini hidup berkecukupan. Sewaktu orang tuanya meninggal, pemuda yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Pemuda itu kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun dan bekerja juga bertemu pasangan hidupnya disana sesama orang Indonesia.
Pada tahun 1967, Pemuda dan keluarganya itu kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Pemuda itu memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Pemuda itu beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100,-. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, temannya menyarankan Pemuda itu memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Ia pun tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Ia memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Pemuda dan istrinya itu, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri mereka, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan pemuda itu rambutnya pun berubah warna perak.
Pemuda yang akhirnya terus bekerja keras dengan mandiri dan menjadi pemilik tunggal super market. Walau telah sukses, Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan pemuda itu berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Pemuda itu percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting integritas, kemauan, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata pemuda itu. Yang tak lain adalah seorang pengusaha Indonesia yang populer kita kenal sebagai Bob Sadino
Bagi mereka yang melihat keterpurukan Bob Sadino sebagai takdir, tidak ada pilihan lain baginya selain hidup dalam kesusahan itu dengan segala keluhan yang tak kunjung usai. Dan bagi yang melihatnya sebagai kesialan, mereka tak henti meratapi hidupnya yang tak beruntung sehingga mengabaikan peluang yang terbuka lebar di sekitarnya.
Namun mereka yang berpikir positif, tak pernah menganggap kesusahan dan pederitaan adalah akhir dari segalanya, mereka justru menikmati segala kesusahan itu dan berusaha untuk membuktikan bahwa sukses bukanlah hal yang mustahil.
Kesusahan saya hari ini hanyalah pembelajaran atau semacam bumbu kehidupan yang akan menambah nikmatnya kesuksesan yang akan saya raih.
Ubahlah sudut pandang kita dari negatif menjadi positif, dari pesimis menjadi optimis. Karena meraih sukses bahagia bergantung dari cara pandang kita.
Sellenna Yasser Latief
Salama’ ki’ tapada salama’