MAKASSAR, PIJARNEWS.COM – Makassar International Writers Festival (MIWF) edisi ketujuh tahun 2017 menawarkan berbagai warna. Tahun ini, MIWF mengangkat tema DIVERSITY! Terinspirasi dari keberagaman yang begitu kaya di negeri ini serta makin kompleksnya persoalan kebangsaan yang muncul untuk merawat kebhinekaan.
Melalui serangkaian panel diskusi, lokakarya, pertunjukan dan pembacaan karya serta forum terbuka, festival ini mengeksplorasi berbagai isu seputar keragaman di Indonesia, kawasan dan di dunia. Menurut Lily, kita ini bangsa yang beragam, melalui MIWF kami ingin mengajak untuk menuliskan narasi baru tentang keberagaman.
“Setiap orang yang hadir di MIWF, hanya menceritakan sebagian kepingan Indonesia,” kata
Lily.
Tak ketinggalan pula, sastrawan atau bisa jadi tepatnya ahli sastra yang juga budayawan negeri ini, Sapardi Djoko Damono turut mengambil bagian dalam perhelatan MIWF 2017. Bertempat di Galeri Rumata’ Artspace, penyair senior ini melangsungkan Pameran Manoeskrip Sadjak Sapardi Djoko Damono. Pameran yang menampilkan manuskrip dan surat tulisan tangan Sapardi periode 1958-1968 untuk pertama kalinya dihadirkan di hadapan publik. Pameran ini berlangsung 16-23 Mei 2017.
Pada bincang-bincang Selamat Pagi Puisi, Sapardi yang didampingi oleh penulis senior Makassar, Aslan Abidin. Sapardi memaparkan tentang perkembangan sastra dari masa ke masa. Hingga tiba pada masa kecanggihan teknologi seperti saat ini.
“Teknologi itu kita yang kembangkan, untuk membahagiakan diri kita. Oya… Ada yang tahu arti teknologi yang setiap hari kita sering ucapkan atau dengarkan?. Teknologi adalah cara berbuat sesuatu. Setiap hari kita berusaha berbuat sesuatu untuk hidup agar bahagia, begitu kira-kira,” ungkapnya.
Sapardi juga berpesan seperti komentarnya dahulu pada salah satu penulis, “anda bukan pemerhati bahasa tapi penghayat bahasa”.
Sapardi Djoko Damono sendiri telah berumur 77 tahun pada edisi ke 7 MIWF 2017. Pada akhir bincang-bincang Selamat Pagi Puisi bersama Sapardi. Muhari Wahyu Nurba, penyair Makassar itu mempersembahkan puisi:
“Kepada Sapardi Djoko Damono”,
Waktu..
Siapa menunggu?
Kau atau aku…
(ibr)