(ilsutrasi ceramah. foto: republika)
PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Seruan ustad H Ahmad Fuad Lc yang meminta jamaah memakmurkan mesjid, diduga ditanggapi berbeda oleh otoritas terkait. Dalam setiap ceramahnya selama ini, ustad Fuad menegaskan pentingnya memakmurkan mesjid dan menjelaskan bahwa salat isya-tarwih di lapangan tidak pernah dicontohkan.
Akibat ketegasannya itu, jadwal ceramah ustad Fuad selama sisa ramadan dibatalkan. Bahkan termasuk jadwal khutbah Jumatnya. Informasi terakhir yang dihimpun PIJAR, pengajian kitab kuning yang dia asuh juga terancam terhenti.
“Sebelumnya saya ditelepon. Isinya kurang lebih meminta agar isi ceramah saya lebih lunak. Tidak mengkritik kebijakan pihak tertentu. Bahkan ada yang menelpon sampai ke pesantren saya di Assaddiyah Sengkang. Padahal yang kita dakwahkan ini kebenaran. Harus disampaikan,” kata Fuad saat ditemui PIJAR, Sabtu 17/6.
Akhirnya, 10 hari terakhir Ramadan ini dia tidak punya agenda ceramah dan khutbah. Untungnya, jemaah meminta agar di pengajian kitab kuning, masing-masing di Masjid Nurul Huda Labukkang dan Mesjid Al Abrar di Lapadde, tetap dilanjutkan.
“Saya tidak takut, bahkan diceramah terakhir saya sampaikan saya siap ditembak soal ini. Inilah dakwah, resiko menyampaikan kebenaran. Meskipun seluruh jadwal ceramah saya dibatalkan, saya yakin bumi Allah ini luas dan rezeki selalu ada. Bukankah kita sudah dijanjikan, yang berjuang dijalan Allah tidak mungkin Allah membiarkannya mati kelaparan,” tandasnya.
Apakah keputusan tersebut karena ustad Ahmad Fuad melenceng dari aqidah Islam, atau karena mendapat intervensi dari pihak tertentu? PIJAR sementara mengupayakan konfirmasi dari Kementerian Agama Parepare dan MUI Kota Parepare atas permasalahan tersebut.

* Salat Isya-Tarwih di Lapangan
Fuad menjelaskan, salat isya dan tarwih di lapangan bukan merupakan persoalan khilafiyah. Namun hasil ijma ulama yang sepakat tidak membolehkan.
“Dalam Alquran dan hadis yang menjelaskan soal salat, tidak ditemukan kata Mal’ab yang artinya lapangan. Yang ada adalah memakmurkan mesjid. Juga tidak menggunakan kata ‘ma’bad’ yang artinya tempat ibadah. Kata ‘mesjid’ disebut secara khusus. Ini berarti, mesjid tidak punya penafsiran lain selain mesjid yang selama ini kita pahami. Karena itu kata memakmurkan mesjid, adalah perintah untuk salat dimesjid, bukan ditempat lain,” urai Fuad.
Dia mencontohkan, peristiwa di Turki dimana jamaah salat dijalanan itu karena mesjid penuh, hingga jemaah meluber ke jalanan. Selain itu dia juga memberi contoh bagaimana daerah lain menegakkan syiar Islam tanpa perlu meninggalkan mesjid. Misalnya gerakan salat subuh berjamaah di Mesjid di Bandung yang digagas Walikota Ridwan Kamil.
“Itu baru contoh yang tepat syiar Islam dan memakmurkan mesjid. Saya delapan tahun tinggal di Mesir, tidak pernah ada salat Isya dan Tarwih di lapangan,” kata cicit Gurutta KH As’ad, pendiri pesantren Assadiyah Sengkang itu.
Lebih dari itu, lanjut Fuad, selain dasar agama tadi, dasar hati nurani dia sebut sudah cukup untuk melihat jernih persoalan ini. Fuad juga meminta warga bertanya pada hati nurani masing-masing. Apakah sudah tepat niatnya ikut salat dilapangan. “Atau ada niat lain selain karena perintah Allah, atau ketakutan lain selain takut kepada Allah?” tutupnya. (mul/ris)