PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Wali Kota Parepare, Taufan Pawe (TP) dinilai tidak taat azas dalam melaksanakan etika pemerintahan, sebagaimana yang sering digembor-gemborkan.
Hal itu dilontarkan dua legislator DPRD Parepare yakni legislator PPP, Rudi Nadjamuddin dan Ketua Fraksi Nasdem, Yasser Latief.
Menurut Rudi, mutasi yang dilaksanakan Rabu lalu, sarat dengan pengingkaran taat. Dimana seorang tersangka Operasi Tangkap Tangan (OTT) dilantik sebagai Sekretaris Bappeda. Dan seorang Kabid tiba-tiba naik jadi Kepala Dinas dan melangkahi banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya yang lebih memenuhi syarat.
Sementara Ketua Fraksi NasDem, Yasser Latief, menuding Wali Kota Taufan Pawe belum move on atau belum melupakan urusan Pilkada Parepare 2018 lalu. Sebab, lanjut Yasser, menyusul dinonjobkannya Sri Wahyuni, istri mantan Kadis Pendidikan, Anwar Saad yang lebih dulu dicopot tanpa jabatan.
Yasser Latief menilai, sejumlah pejabat yang diduga tidak mendukung Taufan Pawe (TP) pada Pilkada lalu, satu per satu dinonaktifkan.
“Meski itu hak prerogatif wali kota, tetapi tetap harus profesional dan menjaga etika pemerintahan,” kata mantan Ketua KPUD Parepare ini.
“Sehebat apapun mencari alibi pencopotan itu, semua orang paham bahwa ini masih ada kaitannya dengan Pilkada. Kenapa, karena ada kronologi sebelumnya,” beber YL –sapaan akrab Yasser Latief.
Sebelumnya, TP sudah lebih dulu mencopot suami Sri Wahyuni yakni Anwar Saad, bersamaan dengan pencopotan Yodi Haya sebagai Kadis Perhubungan Parepare. Nama-nama itu diduga memilih tidak mendukung TP pada Pilkada lalu.
“Begitu pula ASN yang masih keluarga dengan Faisal Andi Sapada (lawan TP pada Pilkada lalu, red) juga dicopot. Seperti Sekretaris Dishub Dody Agrianto,” urainya.
Ia menyebutkan, sejumlah ASN yang tak nyaman dengan kondisi ini, telah mengajukan permohonan pindah keluar daerah. Namun diduga tidak mendapatkan izin.
Anehnya, kata Anggota Komisi III DPRD Parepare itu, sejumlah jabatan eselon II justru dibiarkan kosong dari pejabat defenitif.
YL mencatat, ada sejumlah jabatan eselon II yang kini masih dijabat pelaksana tugas. Di antaranya Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.
YL menilai, tindakan wali kota tersebut tidak selaras dengan jargon taat azas, taat administrasi, dan taat anggaran yang sering kali disampaikan wali kota dalam berbagai kesempatan.
Sekretaris Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Parepare, Adriyani saat dikonfirmasi hal tersebut menjelaskan penunjukan jabatan berdasarkan seleksi terbuka dan telah taat azas dan administrasi.
“Dengan terbitnya UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP No 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, maka hanya dikenal pejabat administrator (pejabat eselon III). Dalam PP No 11 tahun 2017 disebutkan syarat untuk menduduki jabatan pimpinan tinggi Pratama salah satunya menduduki jabatan administrator paling singkat dua tahun,” katanya kepada pijarnews.com, Minggu, 13 Oktober 2019.
Dia melanjutkan, penunjukan pejabat tersebut telah diperjelas dalam edaran MenpanRb yang menyebutkan bahwa pejabat administrator (eselon III/b) untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi Pratama perlu 3 tahun sebagai administrator. Dan, itu sudah berlaku bagi Kabid yang ditunjuk sebagai kepala dinas. “Dan untuk menduduki jabatan pimpinan tinggi Pratama perlu ikut seleksi terbuka,” pungkasnya. (*)
Editor: Dian Muhtadiah Hamna